6

1069 Words
Gerald menyetir mobilnya sendiri. Sudah lama ia tak memakai supir untuk membawa mobilnya. Awalnya hal sekecil ini menjadi perdebatan yang luar biasa besar dengan Emilia, sang istri. Lama -lama, Emilia memilih mengalah dan Gerald bisa bebas ingin pergi kemana pun yang ia suka. Senyum Gerald terus terbit diujung bibirnya yang membentuk bulan sabit. Ia terus mengingat wajah Kirana. Gadis itu selalu mengganggu pikirannya. Gerald berusaha membuangnya namun tak bisa. Rasa bersalahnya terlalu besar. "Kirana?! Kamu kenapa terus mengganggu pikiranku! Aku sampai tak bisa tidur memikirkan kamu. Aku sampai tak bisa cemberut bila seorang diri seperti sekarang ini karena mengingat raut wajahmu yang begitu puas," ucap Gerald dalam hati. Gerald melajukan mobilnya dengan cepat menuju Kantor. Pagi ini menurut jadwal dari sang sekertaris akan ada rapat dengan klien lama. Gerald diminta untuk datang ke Kantor tepat waktu untuk memimpin rapat. Ada beberapa kerja sama kontrak yang bakal direvisi lagi soal laba dan aturan kerja sama untuk beberapa tahun ke depan. *** Kirana sudah sampai di depan Kantor dengan bangunan yang sangat megah. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Di sini adalah Kantor pusat. Kantor cabangnya tersebar di berbagai kota di seluruh negara. Kirana menatap bangunan itu dengan takjub. Ia mlihat dari bawah bangunan hingga ke bagian atas bangunan kantor itu yang semuanya tertutup oleh kaca tebal. Perusahaan in benar -benar bonafit dan banyak dibicarakan banyak orang karena gajinya yang besar dan semau karyawannya sejahtera. Kirana juga mengetahui hal ini dari supir ojek online yang mengantarkan Kirana ke Kantor ini. Langkah Kirana pelan menuju pintu masuk yang dijaga oleh dua orang satpam. Tatapannya begitu tajam dan terlihat sinis. Mungkin memang Kirana orang baru dan belum pernah menginjakkan kaki di Kantor ini. "Bisa lihat tanda pengenalnya?" tanya salah satu satpam yang memang sejak tadi bertugas mengecek orang -orang yang masuk ke dalam Kantor. Kirana hanya menggeleng pelan, "Tidak ada. Saya mau ketemu Pak Gerald? Sudah ada janji kemarin." "Pak Gerald?" tanya satpam itu seolah sedang menyelidik tajam. Satpam tidak percaya begitu saja dengan orang -orang yang datang dan membawa nama Pak Gerald, sang direktur. "Sudah beberapa hari ini Pak Gerald tidak datang ke Kantor. Jadi, kamu tidak perlu susah payah membohongi kami. Sudah banyak perempuan macam kamu yang berlindung atas nama Pak Gerald dan akhirnya hanya meminta tolong perkara uang," jelas satpam itu dengan suara begitu lantang menuduh. "Saya benar ketemu dengan Pak Gerald. Dia memberikan pekerjaan untuk saya. Makanya pertemukan saya. Bagaimana saya bisa membuktikan kalau ucapan saya ini benar kalau dipertemukan saja tidak," ucap Kirana dengan suara tegas. Ia patut membela dirinya sendiri sekali pun ia seorang yang miskin. Satpam yang lain segera menelepon Festi, sekertaris Pak Gerald dan emnanyakan tentang janji seorang wanita yang ingin bertemu Pak Gerald. Festi pun menjelaskan tidak ada janji apapun dengan siapa pun kecuali janji dengan klien lama yang ingin rapat pagi ini. "Anda pintar sekali berbohong. Saya sudah konfirmasi dengan sekertaris Pak gerald. tapi sayangnya pak Gerald tidak memiliki janji apapun," jelas satpam itu membentak. "Saya tidak bohong, Pak," jelas Kirana mengiba. Kedua satpam itu tak peduli dan mendiamkan Kirana yang terus meminta tolong untuk memberikan akses bisa bertemu dengan Pak Gerald. Sesualit itu? Sepenting itu orang yang bernama Pak Gerald? "Ada apa ini? Kirana? Kamu sudah datang? Kenapa gak ke ruangan saya?" tanya Gerald dengan tatapan ramah dan penuh senyum. Kedua satpam itu melongo melihat keakraban sang direkturnya dengan seorang gadis cantik yang terlihat sederhana dan biasa itu. "Ba -bapak kenal?" tanya satpam itu dengan sopan. "Iya. Kenapa?!" tanya Gerald ketus. "Dia tidak punya tanda pengenal Pak," ucap satpam itu memberi tahu. "Dia bakal menjadi asisten saya," jelas Gerald denagn lantang memperkenakan pada kedua stpam itu dan mempersilakan Kirana untuk masuk ek dalam bangunan megah itu menggunakan identitas Gerald. Kirana berjalan di samping Gerald menuju lift utama. Senua mata memandang ke arah Gerald dan Kirana. Perbedaannya bagai bumi dan matahari. Gerald yang sudah jelas sang pemilik perusahaan tentu gaya berpakaiannay juga berbeda. Dari atas kepala hingga ujung kakinya tentu memgguanakan pakaian bermerekyang sangat mahal. Berbeda dengan Kirana terlihat seperti gadis kampung yang baru datang ke kota. Pakaiannya juga sangat minim dari kata bagus dan modis. Kirana tahu, ia sangat berbeda. Rambut yang hanya dikuncir ekor kuda dan terlihat sedikit kusut karena angin kencang sepanjang jalan menerpa rambut hitamnya. Belum lagi pelembab wajahnya yang murahan dan bedak tabur yang mulai luntur karena keringat dari sinar matahari. Keduanya sudah masuk ke dalam lift khusus. Gerald melirik ke arah Kirana yang menunduk dan diam. "Kamu sudah sarapan?" tanya Gerald pada Kirana. Kirana mengangguk kecil. Walaupun ia memakan dua biskuit sisa kemarinnya lagi. Intinya perut kecilnya itu tidak kosong. Hanya saja, Kirana tak sempat minum karena air galonnya sudah habis seja dua hari yang lalu. ia senagja tak membeli karena tak memiliki uang. "Su -sudah Tuan," jawab Kirana lirih. "Panggil saja Pak. Semua orang memanggil saya dengan sebutan Pak. Tidak ada yang memanggil Tuan," pinta Gerald lembut. "I -iya Pak," jawab Kirana terbata. "Kamu sarapan apa tadi?" tanya Gerad masih penasaran. Gerald ingin tahu lebih banyak tentang Kirana. "Biskuit, Pak," jawab Kirana pelan. Gerald mengerutkan keningnya dan emnatap Kirana lekat. "Bis -kuit? Itu cemilan bukan sarapan," jawab Gerald sambil terkekeh. Kirana melihat Gerald terkekeh seperti itu baru sekarang. Sejak kemarin, raut wajah gerald itu begitu garang, dingin, menyebalkan dan sama sekali membuat kecewa. Walaupun setelah itu Gerald bersikap sangat lembut sekali. "Itu cemilan yang bisa menggantikan tugas untuk sarapan," jawab Kirana tetap tenang. gerald menghentikan kekehannya dan menatap Kirana sambil menggelengkan kepalanya. TING! Lift sudah sampai di lantai tempat ruangan Gerald berada. Wajah lembuh dan ramah Gerald langsung berubah total menjadi lelaki yang garang dan dingin. Walaupun ketampanan lelaki itu tetap bisa dinimati banyak orang. Gerald memberi kode pada Kirana untuk mengikutinya. Gerald berjalan di lorong menuju ruangannya dan melewati beberapa bilik karyawan yang sibuk bekerja. Semau orang memnadang ke arah Kirana yang berjalan di belakang sang direktur. Semua oragbertanya -tanya. Siapa gadis cantik dengan pakaian sederhana yang datang bersama dengan Gerald. "Festi ... Tolong masuk ke dalam. Saya ingin perkenalkan kamu dengan kayawan baru. Kita bicara enam mata," titah Gerald pada Festi. Festi adalah sekertaris sekaligus masih ada hubungan kerabat dekat dengan Emilia. Emilia sering bertanya pada Festi tentang keseharian Gerald selama berada di Kantor. "Baik, Pak," jawab Festi sopan. Festi menatap Kirana yang sedang menatap Festi dan memberikan anggukan serat senyum ramah sebagai tanda hormat. Festi tak membalas senyuman ramah Kirana dan tidak mau tahu apa -apa tentang gadis yang terlihat sangat kampungan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD