Saat istirahat siang. Steven mengajak Kirana makan bersama di Kantin yang ada diKantor tersebut. Steven mulai menawarkan menu makanan yang ada di Kantor tersebut.
Mereka berdua memilih tempat duduk yang berada dipojok dan mulai banyak bercerita. Terlihat sekali, kallau Steven merindukan Kirana dan bercerita banyak tentang masa lalu. Sedangkan Kirana, ia memilih diam dan menyimak serta mendengarkan baik semua cerita Steven yang begitu menggebu.
"Kamu kenapa? Dari tadi diem aja?" tanya Steven dengan suara lembut paa Kirana.
"Eum ... Gak apa -apa. Aku seneng dengerin kamu ngomong," jelas Kirana sambil menyeruput es jeruk manis dari gelas panjang.
"Kamu punya pacar?" tanya Steven to the point. Tatapan Steven begitu lekat pada Kirana.
"Eum ... Enggak," jawab Kirana terbata dan ragu.
"Gak punya? Gadis secantik dan semanis kamu, enggak punya pacar? Kayaknya aku gak percaya?" ucap Steven meragukan jawaban Kirana.
"Memang begitu kan? Aku mau fokus kerja, Kak," ucap Kirana beralasan.
"Iya tahu. Hidup dalam situasi bekerja akan berbeda dengan hidup saat kita masih kuliah dulu. Gak akan sama Kirana. Karena tujuannya juga sudah berbeda," ucap Steven pada Kirana.
"Hu um ..." jawab Kirana hanya berdehem saja.
Sejak dulu, Steven memang tidak pernah berubah. Lelaki itu sangat perhatian, care dan baik. Hanya saja kelewat banyak omong seperti perempuan kalau sudah bicara pada dirinya.
Steven hanya menatap Kirana yang sedang menimtai makanan di depannya. Kirana seperti oang kelaparan yang belum makan sejak pagi.
"Kamu laper banget? Belum sarapan?" tanya Steven dengan tatapan serius.
"Belum. Saya memang lapar sekali," jelas Kirana pada Steven tanpa ada rasa malu.
"Oke. Habiskan," titah Steven pada Kirana. Apapaun yang dilakukan oleh Kirana tidak jadi masalah bagi Steven. Gadis itu selalu mendapat tempat spesial dihatinya.
Tak lama kemudian, Gerald mendatangi meja makan yangg ditempati oleh Steven dan Kirana.
"Ternyata kamu disini. Kamu lupa sama kerjaan kamu. Kamu bekerja di perusahaan ini belum genap satu hari. Sudah mencari waktu luang untuk santai -santai. Balik sekarang juga. Ada pekerjaan untuk kamu," titah Gerald menatap Kirana yang sedang makan dengan tatapan tajam. Suara Gerald begitu dingin dan lantang.
"Eitss ... Pak Gerald. Saya rasa ini waktunya istirahat. Ini jam makan siang lho. Bapak gak lihat? Ini baru pukul setengah satu. Itu tandanya, jam istirahat Kirana masih setenagh jam laagi. Kalau anda sudah kasih kerjaan itu sama saja, anad menyalahi hak dan aturan yang anda buat di Kantor ini," jelas Steven tak kalah lantang.
"Siapa kamu? Beranunya menasehati saya? Kamu bukan siapa -siapa di Perusahaan ini," jelas Gerlad penuh penekanan pada kalimatnya.
"Saya adalah anak dari anak yang tadi sudah sepakat dengan perjanjian kerja sama dengan anda," jelas Steven dengan bangga.
"Oh ... Anaknya Pak Sugondo? Yang hebat itu Ayah kamu, bukan kamu. Jadi, kita gak ada urusan apa pun. Lagi pula, dia itu anak buah saya. Saya berhak memperkerjakan dia kapan pun saya suka dan saya butuh! Paham?! Jangan ikut campur urusan saya," jelasn Gerald pada Steven.
Gerald mencengkeram lengan Kirana. Gerald ingin Kirana segera pergi dari sini dan kembali ke ruangannya.
"Ayo Kirana," titah Gerald dengan suara keras sedikit membentak.
"Ta -tapi, Saya lagi makan siang Pak," ucap Kirana terbata. Perutnya masih lapar sekali. Kenapa harus dihentikan. Mumpung makanan ini gratis.
"Ayo! Kamu dengar saya! Kamu pilih ikut saya atau kamu saya pecat," ancam Gerald pada Kirana.
Kirana terdiam dan menatap Gerald dan Steven bergantian.
"Kerja di Perusahaan aku saja, Kirana! Aku akan memberikan posisi yang baik untuk kamu. Posisi yang memanusiakan manusia. Bukan kerja bagai kuda dan tak tahu aturan," jelas Steven pada Kirana.
Steven juga memegang tangan Kirana disisi lain.
"Balik sekarang juga!" tegas Gerald dengan tajam
"Iya Pak," jawab Kirana pasrah.
"Kak Steven, lain kali kita ngobrol lagi. Saya mau serius kerja," jawab Kirana terbata.
Kirana pun segera mengikuti Gerald menuju ruangannya di atas. Kirana mengikuti langkah Gerald yang begitu panjang hingga sedikit terseok karena langkah kakinya begitu pendek.