3

1725 Words
"Ya udah kalo gitu Lo masuk gih ke dalam. Pak Alfarez pasti udah nunggu." Ujar Dimas dan Aura mengangguk. Ia sebenarnya bingung kenapa ada kontrak lagi disini, padahal kan Pak Alfarez bisa menuliskan keinginannya di kontrak yang tadi sudah ia tanda tangani? Memangnya berbeda antara kontrak itu dengan kontrak yang saat ini belum ia ketahui itu? Entah lah yang pasti sekarang ini ia akan masuk ke dalam ruangan ini yaitu ruangan milik bosnya mulai detik ini. "Masuk." Ujar Alfarez setelah mendengar ketukan pintu dari luar. Pintu pun terbuka dan sekarang Aura masuk ke dalam. Aura langsung diminta Alfarez untuk duduk di sofa. Alfarez sendiri juga sedang berada di sofa dengan kepala menyender ke sofa dan tangannya sedang memijit dahinya seperti sangat pusing. Wajar sih kalo lagi pusing, orang habis cerai. Duh semoga aja gua ga kena semprot deh nanti. Jadinya ikutan pusing deh gua nanti. Batin Aura tersebut. "Kamu tadi sudah diberi tahu oleh Dimas? Tentang kontrak saya?" Tanya Alfa. "Iya pak, saya sudah tahu mengenai kontrak tersebut." Jawab Aura. "Oke kalo begitu kamu bisa baca kontrak ini. Jika ada pertanyaan kamu bisa tanyakan kepada saya." Ujar Alfarez dan Aura mengangguk mengerti sembari mengambil tab milik Alfarez yang berisi kontrak. Ia pun sekarang ini membacanya. Aura sedikit merasa bingung dengan semua ini, ia hanya merasa sedikit aneh dengan semua ini. Dirinya sekertaris tapi kenapa disini seperti seorang asisten pribadi dari Alfarez. Bukankah Dimas merupakan asisten pribadi dari Alfarez? "Mohon maaf pak, ada yang ingin saya tanyakan." Ujar Aura tersebut. "Ya, silakan." Jawab Alfarez dengan singkat. Bahkan sangat singkat. "Sebelumnya maaf, tapi ini kenapa disini saya jadi seperti seorang asisten pribadi bapak ya? Saya disini sebagai sekretaris bapak kan? Dan bukannya Mas Dimas itu merupakan asisten bapak?" Tanya Aura kepada Alfarez dan Alfarez mengangguk karena ia sudah tahu dan sudah menyangka bahwa hal ini akan di tanyakan juga oleh Aura. "Ya, saya tahu mungkin kamu akan menanyakan hal ini. Saya jelaskan secara singkat, saya hanya tidak mau dianggap sebagai lelaki yang memiliki kelainan seksual." Ujar Alfarez membuat Aura masih mengerutkan dahinya karena jujur saja ia masih tidak tahu apa yang sebenarnya dimaksud oleh Alfarez ini. "Mohon maaf pak, maksudnya bagaimana ya pak?" Tanya Aura lagi. "Ya saya hanya tidak mau jika saya nanti akan di cap bercerai karena memiliki hubungan dengan Dimas. Toh Dimas adalah asisten saya tapi bagaimana jika orang menganggapnya berbeda? Saya itu pusing jika ada kabar miring tentang saja. Jadi kamu mau menerima atau tidak? Jika tidak saya bisa cari sekertaris yang lain." Ujar Alfarez membuat Aura tiba-tiba melotot tapi sepersekian detik kemudian ia pun diam karena ia sangat salah tadi disini. "Saya mau pak, saya akan menerima ini." Ujar Aura karena tentu saja dia menerimanya, jika tidak menerimanya ia otomatis akan kehilangan pekerjaan ini. "Kamu bisa tanda tangan disana dan kamu akan mendapatkan gaji juga." Ujar Alfarez yang membuat Aura menatap bingung ke arah Alfarez itu. "Maksud bapak apa ya pak?" Tanya Aura membuat Alfarez tampak kesal. "Gaji kamu sebagai sekertaris berbeda dengan gaji ini. Jadi kamu akan mendapatkan gaji double." Ujar Alfarez kepada Aura membuat Aura takjub. "Eh betulan pak ini?" Tanya Aura dan Alfarez menatap tajam ke Aura. "Saya tidak suka mengulang hal yang sama untuk kedua kalinya Aura. Lagi pula kamu juga bisa baca lagi. Semuanya ada di kontrak." Ujar Alfarez. "Iya Pak, saya minta maaf pak." Jawab Aura yang mana setelah itu Aura membacanya lagi karena benar kata Pak Alfarez bahwa Aura tadi belum membaca sepenuhnya. Aura baru membaca beberapa saja tadi. Makanya dirinya bingung. Benar saja saat ia membacanya kembali ia melihat bahwa dari sini juga ada gaji, tapi tidak sebanyak gajinya sebagai sekertaris. Tapi jika gaji ini ditambah dengan gaji yang ia sebagai sekertaris itu gajinya adalah tiga puluh lima juta. Ya, ini tidak salah karena tadi Aura sudah memastikan beberapa kali jika dikontrak yang ini ia akan di gaji sepuluh juta. Ia sekarang sedang membayangkan bagaimana jika nanti ia mendapatkan gaji sebanyak itu, akan ia jadikan apa? "Maaf pak, sudah saya tanda tangani." Ujar Aura dan Alfarez mengangguk. "Kamu mulai detik ini menjadi sekertaris saya. Tugas pertama kamu pesankan kopi di bawah. Saya mau Americano Ice." Ujar Alfarez dan Aura menganggukan kepala. Ia sudah akan pergi tapi Alfarez mencegatnya lagi. "Ada apa ya pak? Ada yang bapak perlukan lagi?" Tanya Aura tersebut. "Pakai ini untuk membelinya, apa pun yang saya inginkan dibeli disini, termasuk juga yang kamu inginkan karena sekarang ini card ini merupakan fasilitas dari perusahaan. Jika nanti kamu mau membeli kopi juga kamu bisa memakai ini." Ujar Alfarez dan Aura mengangguk. Alfarez pun menatap Aura lagi. "Ah ya satu lagi, waktu kamu maksimal lima belas menit." Ujar Alfarez dan Aura terkejut karena ternyata membeli kopi saja di beri waktu oleh Alfarez. Namun Aura mengangguk saja karena ia pikir membeli kopi di bawah toh tidak akan selama itu. Makanya ia sudah keluar dari ruangan Alfarez. Ia sekarang sedang mengantri lift yang mana ternyata ramai juga lift ini. Ia harus menunggunya lagi. Sebenarnya ada dua lift tapi yang satu khusus untuk petinggi perusahaan dan mereka semua yang hanya karyawan biasa tidak boleh menaikinya. "Aduh ternyata lama juga ya nunggu lift. Semoga ga penuh deh nanti." Ujar Uara yang melihat lift itu sudah hampir tiba di lantainya sekarang. Dan akhirnya lift pun terbuka, ia langsung masuk ke dalam. Untung saja keadaan lift belum terlalu ramai jadi ia bisa ikut masuk. Kini Aura sudah berada di lantai bawah dan ia sudah melihat kedai kopi itu. Matanya seketika langsung kaget karena ternyata ada antrian, ah kenapa ia tadi santai-santai saja ketika diberi waktu hanya lima belas menit? Padahal kan dirinya belum tahu apakah antri atau tidak di bawah. "Aduh bisa kena marah ini sama Pak Alfa, tapi gua pesen sekarang aja deh daripada nanti-nanti tambah banyak antriannya." Ujar Aura yang langsung masuk ke sana dan ia memesannya. Ketika ia sudah memesan Americano Ice milik Pak Alfarez, ia juga membeli Chocolate Ice. Ia pun membayarnya dengan kartu yang diberi oleh Alfarez tadi. Entah kenapa setelah ia mengeluarkan kartu tersebut, kasir yang tadinya tampak biasa saja tiba-tiba tersenyum sopan. Ia tak tahu itu kenapa tapi ia diam saja dan tersenyum mengangguk. Kemudian ia duduk karena ia tahu bahwa pasti antriannya masih beberapa lagi. Jadi ia duduk dulu sembari membuka handphonenya. Ternyata ada pesan yang dikirim oleh kekasihnya. From: Alby •Sayang gimana? Everything is okay right? If you need help, call me. Okay? Membaca pesan dari Alby itu membuat senyum Aura merekah. Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika Alby nantinya mengetahui gajinya? Jika ia mendapat gaji seperti ini terus menerus ia bisa menabung untuk membeli rumah bersama Alby. Rumah yang selama ini selalu mereka impikan untuk di beli juga. Saat ia akan membalas chat dari Alby, tiba-tiba namanya dipanggil. Ia pun mengerutkan dahinya karena yang sebelum-sebelumnya saja belum dipanggil tapi kenapa dia sudah? Atau disini ada yang bernama Aura selain dirinya? "Kak Aura?! Pesanannya sudah jadi kak. Untuk Pak Alfarez kan?' tanya kasir itu dan Aura pun berjalan menuju ke kasir sembari mengangguk padanya. "Khusus pesanan Pak Alfarez memang kami selalu dahulukan kak." Ujar kasir itu dan disini Aura baru mengangguk. Ia mengucapkan terimakasih dan setelahnya ia keluar dari sana untuk masuk ke dalam. Namun ia lagi-lagi tertahan. Ia lupa karena dirinya belum punya card untuk masuk ke dalam. Ia melihat ke arah penjaga di depan yang mana tadi belum ada. Ia pun ingin langsung masuk ke dalam tapi ditahan. Ia bingung lagi harus bagaimana padahal waktunya tinggal lima menit lagi. Ia menatap ke arah penjaga di depan dan mulai berbicara. "Mohon maaf Pak, saya ga bohong. Saya ini sekertaris barunya Pak Alfarez, kenapa saya belum punya card karena saya baru masuk beberapa jam yang lalu pak. Jadi mohon pak, ini pesanan Pak Alfarez." Ujar Aura lagi kepada penjaga itu. "Bagaimana saya bisa percaya dengan kamu? Karena selama ini banyak sekali yang mengaku-ngaku seperti itu hanya untuk bertemu Pak Alfarez." Ujar penjaga itu yang mana ia tak mau kecolongan lagi. Ia takut jika ia salah nanti. Aura terdiam karena ia tak punya apa-apa untuk bisa menjelaskan ke penjaga itu, tapi kemudian ia mengingat kredit card yang tadi di berikan oleh Alfarez. Ia pun memperlihatkan hal itu kepada penjaga dan penjaga mengeceknya. "Ini pak, ini cek aja. Ini tadi yang ngasih Pak Alfarez." Ujar Aura tersebut. "Jika ini betulan, seharusnya bisa di baca disini." Ujar penjaga yang mengambil card itu untuk di cek di.mesin barcode dan akhirnya bisa di baca. "Mohon maaf, ternyata benar kamu tidak berbohong. Kalo begitu kamu bisa lewat. Sekali lagi mohon maaf." Uja penjaga itu sedikit ketakutan dan Aura mengangguk sembari berterimakasih. Ia tak punya waktu lagi karena waktunya tinggal tiga menit lagi. Ia sekarang sedang menunggu lift, tapi karena lama ia sudah ingin pergi dengan tangga tapi Dimas melihatnya dan memanggilnya. "Kamu mau kemana?" Tanya Dimas karena disini banyak orang juga. "Saya ingin lewat tangga Pak. Waktu saya tinggal sebentar lagi." Ujar Aura dan Dimas mengangguk mengerti, ia paham pasti Aura diminta oleh Alfarez tadi. "Ikut saya." Ujar Dimas yang kemudian menggunakan lift khusus untuk petinggi, Aura pun terkejut ketika dibawa Dimas menaiki lift petinggi ini. "Lo tahu kan ini lift apa?" Tanya Dimas sudah menggunakan Lo gua karena mereka hanya berdua saja di dalam lift ini. Aura menganggukan kepala mengerti. "Ini lift khusus petinggi, makanya gua ga berani naik." Ujar Aura itu. "But, Lo boleh. Intinya lift ini yang berhubungan sama Pak Alfarez bisa lewat sini. Termasuk Lo sekertaris dan gua asistennya." Ujar Dimas dan Aura menganggukan kepala. Jika tahu dari tadi ia sejak awal akan menaiki lift ini. "Oke deh Dimas, thanks infonya. Gua harus segera ke ruangan Pak Alfarez. Ga mau diamuk gua." Ujar Aura dan Dimas mengangguk. Mereka pun keluar dari lift itu dan sekarang Aura sudah sampai di dalam ruangan dari Alfarez. "Kamu terlambat satu menit." Jawab Alfarez sembari melihat ke arah jam. "Maaf pak, tadi lagi-lagi saya dihentikan di bawah karena belum memiliki card untuk masuk jadi saya harus menjelaskan lebih dahulu siapa saya." Ujar Aura. "Segera urus card kamu itu, saya tidak mau besok-besok ada kata terlambat lagi." Ujar Alfarez dan Aura mengangguk. Aura memberikan card itu tapi Alfarez mengatakan bahwa card itu akan dibawa oleh Aura. Aura mengangguk dan sekarang ini Aura sudah keluar dari ruangan Alfarez. Ia pun duduk dan meminum minumannya yang tadi ia beli yaitu Caranel Machiato. Untung saja tadi ia juga membeli minuman karena ia jujur saja sangat haus tadi, ia sangat ingin minum.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD