Widya menggenggam jemarinya yang gemetar hebat. Mengucapkan hal yang bertolak belakang dengan lugas dan meyakinkan rupanya cukup sulit. Widya harus menjaga agar nada suaranya tidak terdengar pecah dan gemetar. Padahal, di dalam hati ia ingin melarikan diri saja. Rio nampak menyeramkan di bawah tudung yang menutupi kepalanya. Lelaki itu nampak seperti malaikat maut yang siap untuk menjemput seseorang dan mengantarnya ke neraka. Widya menelan ludah. ‘Tahan, Widya. Tahan ….” “Aku enggak nyangka responmu setenang dan sesubyektif itu, Widya. Kamu lebih dewasa daripada kelihatannya,” puji Rio sungguh-sungguhu. “Sesuai ucapanku kemarin, mas. Semua orang memiliki dosanya sendiri-sendiri. Tidak ada yang berhak menghakimi.” Widya tersenyum hangat. “Bagus-bagus, aku suka sama jawaban kamu. Kala