Alvin menyisir rambutnya yang untuk pertama kalinya menyentuh sampo setelah berminggu-minggu lamanya. Novan membantunya keramas dan membersihkan diri untuk acara yang sudah Alvin nantikan. Novan meraih pengering rambut dari dalam tas dan mengeringkan rambut Alvin yang masih setengah basah. “Kamu yakin mau hadir, Vin?” tanya lelaki itu untuk keseribu kalinya. “Aku, ‘kan, saksinya, Van. Ya harus hadir, dong.” Novan membuang napas pelan. “Kita bisa bicara sama penyidik kalau kamu belum siap. Aku tahu kamu masih takut, ‘kan?” Ucapan Novan tidak salah sepenuhnya. Alvin memang masih takut. Ia takut untuk bertatap muka dengan Rio lagi, melihat wajahnya untuk kedua kalinya. Tapi, Alvin tidak ingin bersembunyi dalam ketakutannya terus menerus. Ia tidak ingin hidup ditelan ketakutannya dan mi