Bab 9 Berujung

1593 Words
Paginya, begitu Alea sudah menyelesaikan shalatnya Alea lekas ke dapur, membuat sarapan untuk suami dan kedua mertuanya. Alea memilih membuat nasi goreng sea food, mengingat ada udang dan di freezer, Reyhan sangat suka nasi goreng sea food buatan istrinya, tidak hanya nasi goreng, bahkan semua yang Alea masak pasti akan terasa enak di lidahnya, bukan hanya Reyhan yang merasakan itu tapi kedua orang tua Reyhan juga sangat menyukai masakan menantunya itu. "Lea. Sepagi ini kamu sudah bangun sayang?" Suara ibu mertuanya yang tiba-tiba sudah berada di dalam ruangan itu. "Ya ibu, Alea memang sudah terbiasa bangun di jam seperti ini, selain Lea harus memasak untuk sarapan mas Reyhan Lea kan juga bekerja ibu," ucap Alea sambil mengaduk nasi goreng yang sudah hampir matang di wajan. "Apa yang kamu masak sayang?" Sambung ibu mertuanya. "Nasi goreng sea food ibu, kebetulan semalem Lea lihat ada udang di freezer jadi Lea buatin menu sarapan paling cepat," kekeh Lea sambil menuang nasi yang sudah di gorengnya ke dalam megicom, agar nasi goreng itu tetap hangat, sampai semua anggota keluarga siap untuk sarapan. Hari ini hari minggu, Alea tidak bekerja di hari Minggu tapi, hari ini Alea memutuskan pergi ke tempat kerjanya, Alea beralasan ingin mengecek laporan yang karyawannya kirim, terkait stok barang yang habis. "Ibu. Mas Reyhan belum bangun, nanti kalo mas Reyhan bangun tolong kasih tau jika Lea sudah berangkat ke tempat kerja," pamit Alea pada ibu mertuanya. "Apa tidak sebaiknya kamu bangunin saja sayang?" Usul Rani ibu mertuanya. Alea sedikit tersenyum, niatnya hari ini ia ingin menghindari suaminya, bukan karena Alea tipe orang pendendam hanya saja untuk saat ini ia hanya ingin menenangkan hati dan pikirannya. "Gak bu, tadi pas shalat subuh sebenarnya Alea sudah bilang sama mas Reyhan , jika Lea akan ke tempat kerja, lagipula mas Rey terlihat lelah jadi Lea gak ingin mengganggu istirahat nya saja ibu, nanti juga mas Reyhan akan berangkat piket, jadi biarin saja dia istirahat lebih dulu," jelas Alea panjang kali lebar, agar mertuanya tidak menaruh curiga jika dia dan suaminya sedang ada masalah kecil. "Ooh baiklah, tapi kamu mau pake apa? Mobil kamu kan kamu tinggal di rumah," "Alea sudah pesan taxi ibu. Ibu tidak perlu khawatir," Alea berusaha menenangkan ibu mertuanya. "Tuh taxi nya udah dateng," tunjuk Alea dengan dagunya ke arah luar pagar rumah mertuanya. Alea berlalu meninggalkan ibu mertuanya yang masih memandang sayang pada punggung menantunya, setelah sebelumnya Alea mencium pipi kiri dan kanan wanita paruh baya itu dan terakhir mencium punggung tangan ibu mertuanya. Alea memasuki taxi itu hanya dengan membawa tas selempang kecil dan ponselnya, entah kemana tujuannya kali ini, Alea sebenarnya tak berniat ke tempat kerjanya, Alea cuma beralaskan seperti itu pada ibu mertuanya agar dia tidak berpikir macem-macem. Reyhan bangun, dan langsung keluar dari kamar itu, tentu saja mencari keberadaan istrinya. Dapur adalah tempat utama yang dia tuju. Begitu Reyhan sampai di dapur, ia melihat ibunya sedang membuat just, namun tidak ada Alea di sana. " Ibu. Alea mana?" Tanya Reyhan langsung pada sang ibu. Tak sedikitpun dia berpikir jika Alea akan pergi sepagi ini. Di hari-hari biasa Alea akan berangkat ketempat kerja tepat di jam delapan. "Lea sudah berangkat ke tempat kerja, katanya ada laporan yang harus dia cek, tadi dia pamit sama ibu, katanya juga sudah mengatakannya padamu," jawab Rani pada putranya. "Ooh ya," Reyhan hanya mengangguk. Namun batinnya berkata, "apa yang sedang kau lakukan Lea? Apa kamu sengaja menghindar dariku?" Reyhan terlihat cemas. Wajahnya langsung murung. "Oh ya, Alea sudah membuat sarapan untuk kita sebelum dia berangkat. Apa kamu ingin sarapan sekarang?" Tanya Rani. "Boleh," jawab Reyhan singkat, namun sebenarnya pikirannya sedang tidak berada di tempatnya. Reyhan buru-buru berkemas, ia ingin menyusul Alea ke tempat kerjanya dan meminta maaf. Reyhan bahkan tidak sempat berpamitan pada orangtuanya karena kecemasan yang ia rasakan. Reyhan melajukan mobilnya ke arah jalan menuju tempat kerja Alea. Tempat kerja Alea hanya ruko dua lantai, karena Alea pemasok sparepart atau suku cadang. Usaha itu Alea bangun murni dari hasil kerjanya sendiri, setelah satu tahun mengelola bisnis dari orang tua sahabatnya, Alea memutuskan membangun bisnisnya sendiri dengan pinjaman modal dari bank, dan akhirnya Lea bisa membangun usahanya sendiri dan membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain. Sebelumnya orang tua Reyhan ingin memberikan modal cuma-cuma untuk menantunya itu, namun Alea menolaknya dengan halus, dan tetap memilih meminjam modal dari bank, selain untuk memotivasi dirinya untuk berdiri sendiri, ia juga tidak ingin selalu bergantung pada orang tua Reyhan. Dari usahanya Alea sudah memperkenalkan sepuluh orang montir, lima orang di bagian sparepart dan dua orang di bagian administrasi dan pengecekan data sparepart. Usaha Alea juga cukup berkembang pesat, di umur usahanya yang baru satu tahun Alea termasuk pengusaha yang cukup cepat berkembang. Bagaimana tidak akhir bulan ini saja Alea sudah membuka satu cabang lagi di wilayah tempat tinggal orang tuanya dan pastinya nanti akan dibantu oleh kedua adik laki-lakinya. Reyhan memarkirkan mobilnya di tepi jalan depan bengkel milik istrinya, dengan langkah pasti Reyhan langsung masuk di ruko dua lantai yang cukup besar itu. "Selamat pagi pak Reyhan," sapa salah satu karyawan Alea. Ya semua karyawan Alea sudah sangat mengenal suami bosnya itu. "Selamat pagi," sapa balik Reyhan sambil menunjukkan senyum terbaiknya. "Apa ibu Alea sudah datang?" Tanya Reyhan pada pegawai yang menyapanya tadi. "Hari ini kan minggu pak, biasanya ibu memang tidak dateng di hari minggu," jawab karyawan itu. "Oooh ya, saya tadi sebenarnya dari rumah sakit, saya pikir ibu sedang di sini makanya saya mampir," Reyhan berbohong, namun lebih dari itu justru pikirannya semakin tidak menentu. "Kemana kamu sebenarnya Lea?" Batin Reyhan. Reyhan mengambil ponselnya yang berbeda di saku celananya, lalu menghubungi nomer ponsel istrinya, namun sudah tiga belas panggilan, lagi-lagi tak di angkat. Baru saja Reyhan melepas ponselnya di atas dashboard mobilnya, ponsel itu berbunyi, buru-buru Reyhan mengambil ponsel itu lagi, dan tanpa melihat siapa pemanggilnya Reyhan langsung menggeser layar dan menerima panggilan itu. "Halo Lea, kamu dimana?" Tanya Reyhan membuka percakapan. "Halo mas, kok Lea sih? Ini aku mas," jawab seseorang di sebrang telpon. Reyhan seketika menjauhkan ponsel yang menempel di telinganya dan melihat nama pemanggil itu. DOK, DEV. "ya ada apa Dev?" Tanya Reyhan ketus. Ya Reyhan menyimpan nama istri keduanya dengan nama ' Dokter Dev' apa lagi selain untuk menghindari kecurigaan Alea. "Mas lagi di mana? Bisa jemput aku gak, aku lagi di supermarket Hero membeli beberapa kebutuhan pokok, persediaan di rumah sudah habis dan kebetulan belanjaan aku cukup banyak," pinta Devina istri keduanya. Reyhan menghela napas panjang, tampak kekesalan di nada suaranya sebelum akhirnya mengiyakan permintaan Devina. Reyhan mengemudikan mobilnya kearah supermarket yang dimaksud istri kedunya. Ia urungkan niatnya untuk mencari Alea. Sesampainya Reyhan di supermarket itu Reyhan buru-buru mencari keberadaan Devina, karena pengunjung cukup ramai, Reyhan kesulitan menemukan keberadaan Devina. Devina melambaikan tangannya begitu melihat kearah suaminya. Reyhan melihat sang istri yang berdiri dengan dua troli belanjaan di depannya. "Banyak sekali, apa kamu mau ada perayaan besar sampai harus belanja sebanyak ini," protes Reyhan yang mendapati istrinya dengan belanjaan sebanyak ini. "Ini, kebetulan lagi diskon mas, ini juga kebutuhan sehari-hari," bela Devina. Bagaimanapun barang-barang yang dia beli memang kebutuhan pokok meski tidak semua. " Terserah kamu lah," jawab Reyhan ketus. Keduanya berjalan kearah pintu keluar dengan Reyhan yang mendorong dua troli belanjaan sementara Devina bergelanyut manja di lengan kanan suaminya sambil menyuapi suaminya buah jeruk yang ia kupas selama menunggu suaminya tadi, keduanya berjalan sambil tertawa menampakkan kebahagian. Namun mereka tidak menyadari, tidak jauh dari tempat mereka, ada hati yang begitu hancur dan terluka dengan semua itu. Ya Alea sedang berada di sana, tadinya hanya untuk membeli charger hapenya namun begitu Alea hendak balik ia melihat Reyhan berjalan dengan langkah cepat, lalu Alea mengikutinya. bukan karena apa, Alea hanya bingung tidak biasanya Reyhan suaminya akan datang ketempat semacam ini, kerena selama ini memang Alea dan Reyhan bahkan tidak pernah pergi berbelanja kebutuhan pokok bersama. Alea melihat betapa bahagia suaminya dengan wanita itu, tiba-tiba air matanya mulai meleleh di kedua sudut matanya. Alea memutuskan pulang kerumahnya, ia harus mendengarkan apa yang kiranya suaminya ingin katakan nanti terkait kepulangannya saat liburan kemarin yang mendadak, setelah sebelumnya ia mengirim pesan pada sang suami jika dia sudah berada di rumah. Alea yakin jika setelah dari supermarket tadi Reyhan dan istri keduanya pasti langsung pulang. mengingat belanjaan mereka yang cukup banyak. Jadi Alea memutuskan untuk mendengar apa yang akan Reyhan jelaskan padanya. Pesannya sudah menandakan dua centang biru dan itu artinya pesannya sudah Reyhan baca, namun sampai tiga jam Alea menunggu, Reyhan tidak juga pulang. Alea di rundung gelisah, "apa Reyhan langsung ke rumah sakit atau,,,,,,,," Alea bermonolog dalam hati. Lalu ia memutuskan keluar rumah menggunakan sepeda motor metik nya, tujuannya kali ini adalah rumah adik madunya, madu yang di sembunyikan suaminya. Tiga menit Alea sampai di rumah Devina, karena rumahnya dan rumah Devina emang satu komplek hanya beda gang saja. Alea menurunkan standar motornya, dan melihat kearah teras, di sana ada mobil Reyhan masih terparkir namun pintu rumah itu tertutup. Alea masuk tanpa permisi lewat gerbang depan yang kebetulan tidak tergembok. Alea hendak mengetuk pintu, namun ia urungkan, tiba-tiba ada perasaan tidak enak dalam hatinya, entah perasaan apa yang Alea rasakan, yang pasti rasanya cukup nyeri di bagian ulu hatinya. Alea memutuskan untuk melihat sekeliling ruangan itu lewat kaca jendela yang sedikit terbuka. Alea berjalan ke arah jendela lain, yang mungkin saja jendela dari kamar lain. Kebetulan jendela itu tertutup dengan korden putih namun masih bisa melihat isi yang ada dalam ruangan itu. Alea mengintip dari selah jendela itu, hatinya bagai di sayat seribu pedang, jantungnya terasa di remas hingga berdarah darah, otaknya seolah berhenti berpikir. Bagaimana tidak, di dalam sana Reyhan suaminya sedang menggauli madunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD