Di tengah ucapan dan perdebatan yang terjadi di dekat mereka, Jeani mulai kegerahan dan tidak beda jauh dengan Rini walaupun temannya itu masih begitu santai karena dia menggunakan buku sebagai kipas.
Panasnya matahari membuat baju yang dikenakan oleh Jeani terasa basah sehingga ia mencoba membuka jendela mobil dengan memiringkan tubuhnya untuk menggeser kaca jendela mobil sehingga baju yang dikenakannya tertarik dan mencetak bagian dadanya tanpa disadari olehnya.
"Rin, jendela kamu kacanya digeser dong! panas banget nih?" katanya pada temannya yang sedang memakai buku tulis yang dibawanya sebagai kipas.
"Susah. Kayanya mau hujan. Soalnya panasnya kaya gini," jawab Rini.
"Kamu mau jalan kaki ga?" tanya Jeani karena selain panas ia juga merasa jengah dengan pertengkaran sepasang kekasih yang menurutnya tidak kenal tempat.
"Jalan kaki? males banget. Udah panas terus masih jauh lagi," kata Rini.
Belum lagi Jeani menanggapi beberapa siswa sekolah SMP masuk ke dalam mobil membuat mobil tersebut terisi penuh dengan obrolan mereka yang begitu kencang membicarakan anak baru yang baru masuk sekolah.
"Gila, kayanya aku ga kuat deh Rin. Aku mau turun aja deh, panas banget," katanya sambil mengusap lengannya dengan kasar, karena ia memang alergi dengan panas yang menyebabkan dirinya mengalami gatel dan perih.
Belum lagi Rini menjawab tiba-tiba hujan turun dengan derasnya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu membuat Jeani buru-buru menutup jendela mobil di belakang punggungnya.
"Mba tolong geser badannya sedikit dong, biar saya bisa nutup jendelanya!" kata Jeani pada wanita yang duduk di sampingnya.
"Gimana sih buka nya bisa tapi giliran nutup bikin repot orang," katanya sinis.
"Yaelah ga gitu juga kali Mba. Situ udah ngabisin tempat duduknya. Nyadar ga?" kata Jeani mulai jengkel apalagi panas di dalam mobil angkutan umum semakin menyiksanya sementara pria yang duduk di depannya menatap geli ke arahnya.
Dengan wajah kesal, Jeani mendorong tubuh wanita yang tidak mau menggeser tubuhnya sementara air hujan mulai membasahi punggungnya.
"Heh! pelan-pelan dong! Kasar banget sih jadi perempuan!" katanya dengan wajah penuh kemarahan.
"Eh maaf Mba, ga sengaja," katanya dengan senyum manis di bibirnya.
Jeani mulai tidak betah terus berada di dalam mobil karena ia kulitnya mulai menimbulkan ruam kemerahan dan ia mulai merasa gatal karena udara yang panas apalagi baju yang dipakainya sempat basah terkena air hujan.
"Rin, kamu biasanya bawa bedak kan? aku mau dong!" katanya dengan wajah memelas.
"Biasanya iya. Tapi hari ini kan kita cuma sebentar aja di sekolah, jadi aku ga bawa," sahut Rini yang juga tidak tega melihat temannya seperti itu.
"Dek, ada yang bawa minyak kayu putih ga?" tiba-tiba terdengar suara Wisnu yang bertanya pada siswa SMP yang masih ribut dengan obrolannya seperti tidak perduli dengan udara panas di dalam mobil.
"Eh ini kak, aku bawa." kata salah seorang siswi yang lebih pendiam dibanding temannya yang lain.
"Coba berikan pada kakak yang di sebelahnya, sepertinya dia alergi dengan udara panas," kata Wisnu dan tidak berapa lama, Jeani sudah menggosok tangan dan lehernya dengan minyak kayu putih serta sebagian kaki nya karena tidak mungkin ia melakukan pada bagian tubuhnya yang lain.
"Terima kasih ya," katanya mengembalikan botol minyak kayu putih pada pemiliknya.
"Kamu kok perhatian banget sih sama cewek lain. Terus kenapa aku ga boleh perhatian sama cowok yang suka sama aku?" kata wanita yang duduk di sampingnya dengan sinis.
"Karena aku tahu tempat di mana aku harus memberikan perhatian pada wanita atau siapapun yang sedang membutuhkan. Tidak seperti kamu yang ga perduli," sahut Wisnu tajam.
"Wisnu, dengan sikap kamu seperti ini apa itu berarti kamu tidak akan memberi izin aku pergi ke acaranya Elang?" tanyanya pelan.
"Widya. Sekarang aku sudah memberi kebebasan padamu. Kamu mau kemana saja, itu terserah karena mulai sekarang kamu bukan kekasihku lagi!"
"Twet twet...ronde kedua selesai," kata Jeani tertawa. "Udah kali ributnya. Ga malu apa diliatin orang."
"Diam kamu! ini bukan urusan kamu. Lagian mau ikut campur urusan orang aja sih. Kenal juga engga," kata Widya dengan kesal dan marah.
"Kenal sama Mba? engga banget deh," jawab Jeani.
"Astaga, kenapa aku mesti terlibat sama masalah kaya gini sih? kaya orang kurang kerjaan aja." kata Jeani dalam hati,
"Hey, kamu, Gimana kalau kamu jadi pacar aku. Gantiin cewek aku yang ga setia dan susah diatur ini," kata Wisnu membuat wajah Jeani berwarna sementara Widya dan Rini heran dan terkejut dengan pernyataan Wisnu.
"Astaga? maaf ya Mas, apa aku ga salah dengar? Memangnya kita udah kenal?" sahut Jeani sementara mereka yang mendengarnya tertawa geli.
"Di iya in aja Kak. Keren loh cowoknya. Kita aja yang masih SMP mau jadi pacarnya," kata mereka menanggapi perkataan Wisnu.
"Sembarangan. Kenal juga engga. Lagian pacaran sama cowok yang kaya gini? engga deh. Ganteng tapi suka ngomel di depan umum? makasih ya. Aku mau sekolah dan belajar yang bener biar bisa punya pilihan," katanya tertawa dan Jeani seketika merasakan sakit pada kaki nya membuat dia bertanya pada Rini. "Kenapa?"
"Ucapan itu doa tau ngga?" omel Rini ngingetin temannya hingga Jeani cemberut sementara Wisnu nyengir merasa puas.
"Wisnu, kamu ga bisa mutusin aku begitu aja. Dan aku ga akan menerima kamu sama cewek lain, apalagi sama cewek yang kaya gini," kata Widya melirik sinis Jeani dengan tatapan melecehkan.
"Terima kasih atas dukungannya Kak. Kakak emang baik deh mengerti keadaan," sahut Jeani dan ia langsung bersiap turun dari angkutan umum karena tujuan mereka sudah terlihat.
"Depan stop ya Pak!" kata Jeani dengan suara agak keras agar pak sopir mendengar.
"Ayo Rin!" katanya pada Rini yang sepertinya masih betah untuk duduk di samping Wisnu.
Mereka segera menyebrang jalan dengan setengah berlari tanpa mengurangi kewaspadaan karena hujan masih turun meskipun rintik-rintik.
"Gila tuh cowok keren banget Jean. Gimana ya kalau jadi ceweknya?" kata Rini membayangkan Wisnu.
"Tekanan batin udah pasti. Pantes aja ceweknya selingkuh. Cowoknya aja suka ngatur kaya gitu." sahut Jeani tertawa.
"Tapi kan lumayan Jean. Punya cowok keren, terus dari potongannya kaya cowok tajir. Tapi dia ga mau terus terang, makanya tuh cewek nganggap remeh cewoknya," jawab Rini.
"Perasaan kamu mau jadi Insinyur kenapa tiba-tiba jadi penerawang ya. Bisa nilai orang dari potongan. Emang dia punya potongan apa sih? Keju, tahu apa tempe?" tanya Jeani membuat Rini kesal.
"Becanda nya garing tahu!"
Mendengar komentar Rini, Jeani tertawa dengan keras. Dan ia segera menarik tangan temannya untuk berjalan lebih cepat menuju toko pakaian seragam.
Satu setel pakaian seragam pramuka beserta atributnya serta 2 potong rok abu-abu dan rok putih panjang dan sepotong baju putih lengan panjang sudah berada dalam tas belanja Jeani sementara Rini hanya membeli seragam pramuka saja.
"Kamu mau cari apa lagi?" tanya Jeani pada Rini yang sepertinya masih ada yang ingin dibeli nya.
"Mau cari sepatu yang sesuai sama kaus kakinya," jawab Rini dan mereka pun kembali menuju toko sepatu untuk mencari nya. Mereka beruntung toko seragam dan sepatu tidak begitu ramai karena sebagian orang tua murid sudah membeli kebutuhan anak-anak mereka sebelum masuk sekolah.