Prolog
Di dalam sebuah ruangan yang hanya disinari lampu tidur temaram di atas meja di dekat tempat tidur, seseorang sedang asyik menekuri laptop di pangkuannya. Mata sosok itu tertuju pada aplikasi chatting dengan latar hitam pekat di layar laptopnya, menampilkan sederet pesan chat yang dari tadi sosok itu ikuti.
-Kalian sudah pernah mencoba mencari tahu cara membobol sistem keamanan Pentagon?- sebuah pesan dari user bernama Holy_Sycthe baru saja masuk.
-Aku tidak terlalu suka berurusan dengan Pentagon. Cukup FBI atau MI6 saja, aku sudah mendapatkan berbagai data yang kuperlukan.- sahut akun lain dengan nama Sonya.
-Sayang sekali. Padahal banyak blue print senjata terbaru Pentagon.- kata Holy_Sytche.
-Tidak terima kasih. Dibandingkan organisasi pemerintah seperti mereka, aku lebih tertarik pada organisasi Roulette. Kau tahu, mereka memegang kendali dunia bawah di Italia, dan terkenal hingga sekarang.- sahut yang lain dengan nama Keer.
Sosok itu mengerutkan kening. Jemari lentiknya kemudian mengetik di atas keyboard.
-Roulette?-
-Ah, akhirnya Jasmine bergabung.- sahut Sonya.
-Maaf. Aku sedang liburan. Kenapa kalian tiba-tiba membahas Roulette?- ketik sosok yang dipanggil Jasmine itu.
-Kau tahu, organisasi Roulette benar-benar bagai misteri. Sistem mereka benar-benar canggih, bahkan melebih FBI, CIA, MI6, bahkan Interpol-pun tidak sebanding dengan mereka!- Holy_Sycthe mengirimkan pesan lagi.
-Heee …, begitukah? Kurasa sistem mereka sama seperti yang lain. Hanya dengan satu jentikan jari, semuanya tidak akan berbekas.- Jasmine kembali membalas pesan.
-Kau sepertinya percaya diri sekali, Jasmine. Bagaimana kalau kita mengujimu?- kata Sonya.
-Menguji?-
-Benar. Aku memiliki koordinat dari sebuah satelit yang cukup … unik. Aku ingin kau mencoba menemukan dari mana asal koordinat itu dan memberitahukan hasilnya pada kami.- kata Sonya.
-Sebagai anggota termuda, mungkin sudah saatnya kami mengujimu sekali lagi.- celetuk Keer.
-Memangnya kalian mau mengujiku dengan apa lagi? Dengan koordinat yang diberikan Sonya?- ketik Jasmine kemudian.
Jasmine mengerutkan kening. Dia menatap pembicaraan dalam aplikasi tersebut yang awalnya membahas target mereka selanjutnya menjadi uji-menguji. Rasanya Jasmine ingin melempari mereka dengan bom nuklir saja bila tahu di mana koordinat tepat keberadaan mereka.
-Sederhananya kami ingin kau mencoba menemukan apa yang sebenarnya ada pada koordinat itu.- tulis Sonya.
-Bagaimana? Kau tertarik?-
Pertanyaan itu membuat Jasmine tergelitik. Seulas senyum tersungging di bibirnya saat dia mengetikkan balasan.
-Tentu. Lagipula jika aku gagal, aku tidak akan pantas disebut anggota dari Ceres.- balas Jasmine.
-Kalau begitu, kita sepakat. Kami akan memberimu waktu satu jam untuk menemukan apa yang ada pada koordinat itu dan berikan hasilnya pada kami. Dimulai dari sekarang.-
Jasmine melirik jam yang ada di sisi kanan bawah layar laptopnya. Pukul setengah delapan malam. Itu artinya dia harus menyelesaikan tantangan dari teman-temannya secepat mungkin. Jemari-jemari lentiknya kemudian mengetik pada keyboard. Matanya tidak lepas dari program buatannya yang sedang menelusuri koordinat yang diberikan Sonya.
Hampir dua puluh menit, Jasmine mengerutkan kening. Koordinat itu benar-benar sesuatu. Dia nyaris tidak bisa menemukan titik tepat dari mana asal koordinat tersebut. Seolah-olah ada sesuatu yang menghalanginya untuk menemukan tempat koordinat itu berasal. Tetapi sayang sekali, kata menyerah tidak ada dalam kamus Jasmine, sang hacker termuda sekaligus paling ditakuti di dunia hitam cyber crime tersebut. Bila dia sudah melakukan pekerjaannya, dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan.
Beberapa menit kemudian, program yang dibuatnya mulai menunjukkan hasil. Senyum Jasmine makin melebar ketika dalam waktu tiga puluh limat menit, programnya berhasil menemukan titik tepat koordinat tersebut berasal. Jasmine mengetikkan beberapa kata perintah untuk meng-hack salah satu satelit yang letaknya cukup dekat dengan koordinat tersebut untuk memotret apa saja yang ditemukan pada koordinat itu.
Mata Jasmine menyapu foto-foto yang dikirim oleh satelit yang berhasil dia hack. Keningnya berkerut melihat bahwa koordinat itu menunjukkan sebuah pulau kecil. Jemari Jasmine memperbesar beberapa foto, menemukan bahwa pada pantai pulau tersebut terdapat buaya-buaya yang sepertinya cukup ganas dilepas begitu saja.
“Sepertinya ini adalah pulau orang kaya. Tidak ada yang menempatkan buaya-buaya ganas seperti ini di bibir pantai, kecuali …,”
Pandangan Jasmine kemudian tertuju pada foto yang baru saja masuk ke dalam laptopnya. Foto kali ini menunjukkan sebuah mansion mewah dan besar yang berada di tengah-tengah pulau. Dia memperbesar foto itu hingga batas maksimal dan mendecak. Mansion itu benar-benar bagaikan kastil kecil, dengan taman bunga yang indah. Seperti dugaannya, pulau itu memang milik orang kaya, atau seorang super milyuner yang menginginkan privasinya tidak diganggu gugat.
Pertanyaannya adalah, siapa yang memiliki pulau itu?
Foto selanjutnya masuk ke dalam laptop Jasmine. Dia melihat foto itu lekat-lekat, nyaris tanpa berkedip ketika melihat foto tersebut, seolah tidak percaya.
Foto yang baru saja masuk ke dalam laptopnya menampilkan pemandangan yang lebih jelas mansion tersebut daripada foto sebelumnya. Mata Jasmine melihat ada yang aneh dari foto ini dan secepat mungkin dia memperbesar foto tersebut. Kini dia bisa melihat dengan jelas sesuatu yang aneh dari foto tersebut. Seorang wanita yang tengah duduk di kursi roda. Dengan wajah yang tak terlalu terlihat, tetapi Jasmine yakin, sangatlah cantik. Wanita itu berada di taman sisi barat mansion dan sepertinya sedang memandang ke arah langit, tepat ke arah satelit memotretnya.
Jemari Jasmine mengetikkan sebuah perintah untuk memperbesar dan mempertajam resolusi foto tersebut lewat programnya. Sebuah tampilan yang cukup jelas dari wanita dalam foto itu nyaris membuat Jasmine menjerit senang.
“Orang ini …, tidak salah lagi!”