Part 1- Sial yang Bertubi-tubi

1199 Words
Lulus kuliah bukan berarti perjuangan telah selesai, justru setelah lulus kuliah ini dunia yang sebenarnya baru saja dimulai. Beruntung setelah menempuh kuliah Ilmu Komunikasi selama tiga tahun enam bulan, ia berhasil lulus c*m Laude yang membuat ibunya sangat bangga. Namun, ia harus kembali pada realita untuk mencari pekerjaan meskipun ibunya tidak menyuruhnya untuk cepat-cepat bekerja. Katanya, Anna belajar terlalu keras dan ingin sekali putrinya itu rehat sejenak. Bukan Anna namanya kalau hanya duduk-duduk manis di rumah atau menemani Eve yang baru saja masuk Taman kanak-kanak. Ia tidak bisa hanya berdiam di rumah, meskipun ibunya sangat bisa diandalkan karena memiliki beberapa cabang rumah makan yang semakin berkembang selama ini, tetap saja Anna ingin mandiri. Ia punya tanggung jawab terhadap putri kecilnya maupun ibunya yang tidak mungkin diandalkan untuk terus bekerja. Justru ibunyalah yang harus beristirahat. Sungguh Anna merasa sangat bersalah, rasa bersalah yang hingga sampai saat ini tak luput dari hatinya. Meski ibunya telah memaafkannya sejak dulu, meski Eve kini menjadi kesayangan ibunya… tetap saja Anna merasa telah gagal menjadi anak yang berbakti. “ Anna berangkat dulu ya, Mah.” Perempuan yang kini sudah berusia dua puluh dua tahun itu segera menghabiskan roti isi yang dibuatkan ibunya. Lalu mengecup kening putrinya yang sedang menyantap pancake kesukaannya. “ Bunda pergi dulu ya.” “ Tapi nanti kita main perosotan ya?” ucap Eve yang memang sejak kemarin ingin sekali main di playground favoritnya. Gadis kecil itu sudah sangat pandai mengatakan banyak hal. Entah karena ia didewasakan oleh keadaan, atau memang Eve kelewat pintar. Bahkan Eve juga sangat jarang ngambek, saat meminta sesuatu pun selalu dengan cara baik-baik. Jika tidak dituruti pun, Eve akan mengerti. “ Iya, Sayang. Doain ya biar interview bunda lancar.” “ Ya sudah. Hati-hati ya.” Anna menyalami ibunya. “ Doain Anna ya, Mah.” “ Pasti dong.” Dengan langkah penuh semangat, Anna keluar dari rumahnya. Ia berjalan menuju halte transjakarta yang tidak jauh dari rumahnya. Hanya sekitar empat ratus meter, jadi hitung-hitung sebagai olahraga pagi saja. Masih ada waktu sekitar dua jam sampai jadwal interview yang sudah ditetapkan. Anna sudah terbiasa pergi lebih awal sejak jadwal kuliahnya dulu. Baginya lebih baik menunggu daripada terlambat. Setelah tap kartunya, Anna langsung masuk ke dalam halte. Ia sudah sangat hafal rute Transjakarta yang selama ini menjadi transportasi umum andalannya. Ia kemudian duduk di salah satu kursi kosong, menatap lalu lalang orang yang berjalan di sekitarnya. Sekitar lima menit kemudian bus yang Anna tunggu datang, ia segera beranjak dan masuk ke dalam bus yang sudah cukup penuh itu. Sudah biasa memang apalagi di jam kerja seperti ini. Butuh sekitar tiga puluh menit untuk sampai di kantor tempat Anna interview. Baru sepuluh menit perjalanan, keadaan di dalam bus pun semakin penuh oleh manusia. Anna semakin tergeser ke dalam. Gadis itupun merasa seorang pria di belakangnya seolah begitu menempel pada tubuhnya sehingga ia merasakan sesuatu pada bagian belakang tubuhnya. Anna memejamkan matanya, mencoba berpikiran positif jika ini memang hanya karena sesaknya keadaan bus. Namun kemudian ia merasakan tangan yang seolah menyentuh bokongnya. Ia sudah tidak bisa menahan diri lagi. “ Pak, anda jangan kurang ajar ya!” Ia langsung berbalik, menatap pria yang ternyata sangat tinggi itu. Pria berkacamata itu menatap Anna dengan bingung. “ Maksudnya apa ya?” tanyanya dengan suara yang pasti membuat wanita manapun menyukainya hanya dari mendengar suaranya saja. Anna menatap tangan pria itu yang sedang menggenggam ponsel. “ Tadi ngapain pegang-pegang saya?!” Ia tetap merasa kesal. Beberapa pasang mata langsung menuju ke arah mereka, membuat pria itu makin tersudutkan. “ Ini salah paham.” Ia menggeleng tegas. “ Wah! Laporin aja, mbak! Emang kebiasaan cowok-cowok ganjen begitu.” Sorak salah satu penumpang yang membuat Anna semakin memanas. “ Iya laporin aja! Kemarin juga ada tuh yang melakukan pelecehan tapi orangnya kabur. Jangan-jangan dia juga.” “ Loh! Jangan asal tuduh ya.” Pria itu semakin tak terima. Anna berdecak kesal. Begitu bus berhenti ia langsung menarik paksa tangan pria itu keluar dari bus. “ Ayo ikut saya!” “ Siapa juga yang pegang-pegang anda!” Pria itu menghempaskan tangan Anna begitu keluar dari bus. “ Jangan kepedean ya. Lagipula…” Ia menatap Anna dari atas ke bawah lalu menggeleng heran. “ Saya jelas ngga tertarik sama wanita modelan botol yakult kayak kamu.” Anna melotot kesal. “ Anda benar-benar kurang ajar ya! Anda yang melakukan pelecehan, sekarang anda mengejek saya!” “ Loh ada apa ini, Mbak?” Tanya salah satu pegawai di halte. Beruntung saat itu halte tidak terlalu ramai jadi mereka tidak terlalu menjadi sorotan. “ Ini loh dia nyolek-nyolek saya di dalam bus?” Anna mendelik tajam kea rah pria di sampingnya. “ Benar itu, Mas?” Tanya petugas itu dengan nada mengintimidasi. “ Masa ganteng-ganteng m***m sih, Mas.” Ia berdecak-decak heran. Pria itu memutar bola matanya. “ Nggak ya, sumpah!” “ Basi banget!” Anna berdecak. “ Saya tuh cuma ngambil ponsel aja dari kantong saya terus geserin badan dikit karena sempit banget, ditambah kaki saya kesemutan. Tapi mbak ini malah ngira saya melecehkannya.” Pria itu menatap kesal pada Anna. “ Alesan aja itu pasti!” Anna masih tidak terima. “ Terserah deh! Saya ini buru-buru tapi kamu buang-buang waktu saya.” “ Ada saksinya nggak mbak kalau mas ini melecehkan kamu?” Tanya petugasnya lagi pada Anna. “ Loh! Saya yang ngerasain, Pak. Kenapa harus pakai saksi segala? Mana ada yang perhatiin orang busnya aja rame banget.” “ Makanya kalau nggak mau dempet-dempetan naik taksi sana,” ucap pria itu lagi dengan sangat jengkel. “ Loh kok anda yang marah-marah sih?” Pria itu berdecak kesal. Ia pun mengeluarkan kartu namanya dan memberikannya ke petugas tersebut. “ Terserah ya, Pak. Yang jelas saya bukan pelaku seperti yang wanita ini bilang. Saya buru-buru, kalau misal ini mau diperpanjang silahkan. Tapi jangan harap lolos dari saya,” ucapnya lagi dan langsung meninggalkan Anna dan petugas itu. Anna mematung ketika pria itu akhirnya pergi. Ia kemudian menatap pada petugas yang hanya mengedikkan bahunya. “ Kok dibiarin lepas sih, Pak?” “ Saya juga nggak yakin mbak kalau dia pelakunya.” Anna berdecih. “ Yang rapih-rapih gitu belum tentu orang baik. Pencopet aja penampilannya lebih rapih dari bapak.” Ia akhirnya melengos pergi, memutuskan untuk naik ojek saja menuju kantor karena waktunya sudah banyak terbuang di sini. “ Sial banget aku hari ini.” Kavi—pria berkacamata yang baru saja dituduh menjadi pelaku pelecehan itu berhenti sejenak di depan kantornya. Ia terpaksa naik taksi karena nyaris terlambat untuk meeting gara-gara insiden tak mengenakan yang menimpanya hari ini. Ia tertawa kecil, menggelengkan kepalanya yang terasa agak pening. “ Kenapa juga pagi-pagi aku harus ketemu cewek aneh begitu. Apa itu cara baru untuk menggoda pria?” Ia mengambil ponselnya dan bercermin di sana. Lalu saat Kavi menurunkan ponselnya, ia melihat wanita yang rasanya tidak asing itu sedang turun dari motor ojek online. Wanita yang mengenakan rok selutut serta kemeja warna cream dengan motif bunga kecil itu mengeluarkan sejumlah uang serta satu botol kopi instan. “ Terima kasih ya, Neng.” “ Sama-sama, Pak. Semangat! Jangan sampai ngantuk lagi.” Wanita berambut lurus sebahu itu mengepalkan tangannya dan tersenyum lebar. Kavi seketika mengerutkan keningnya. “ Dia cewek aneh yang tadi, kan?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD