TAK BISA DINETRALKAN

1051 Words
Habis makan siang Taufik, Jajang dan Badli langsung mengambil wudhu mereka bertiga lalu shalat dzuhur dilanjut shalat sunah dan tafakur melihat semua yang ada di ruangan itu terutama di ruang sekretaris tempat Lela bekerja. Mereka lama berdoa dan terpejam melihat semuanya. Hampir satu jam kemudia baru Badli bicara. “Coba bongkar pot besar di depan kantor, ini aku melihat ada media santet dipasang di sana,” kata Badli masih dengan terpejam. Tanpa menunggu lama Pak Mahmud, Budi suaminya Lela dan Gilbert langsung menuju pot besar di depan ruang sekretariat. Di kanan kiri depan pintu masuk ada dua pot sangat besar dengan kaki tinggi. Tentu mereka tak menggunakan tangan kosong. Mereka membongkar menggunakan sendok. Badli serta Jajang sudah mengingatkan jangan memegang apa pun yang mereka temukan dengan tangan kosong, sehingga mereka menggunakan tas kresek sebagai sarung tangan mereka. Tak ada cetok atau cangkul kecil sehingga mereka menggunakan sendok makan untuk menggali tanah di pot. “Kalau menemukan sesuatu jangan disentuh secara langsung,” pesan Jajang kembali mengingatkan. “Baik,” jawab pak Mahmud. Dia yang tadi berinisiatif mengambil sendok untuk mengorek tanah dalam pot. Cukup lama Gilbert, pak Mahmud dan Budi mengorek tanah dalam pot besar itu. Gilbert di pot sebelah kanan sendirian, pak Mahmud dan Budi di pot kiri. Gilbert mulai melihat sesuatu yang aneh di tanah yang dia korek. “Pak di sini,” seru Gilbert melihat ujung kain putih yang dia temukan. Budi dan pak Mahmud mendekat arah Gilbert. Satu bulatan berbungkus kain putih berhasil Budi angkat. Gilbert mengambil serok sampah untuk meletakkan bungkusan itu, pak Mahmud masih mengorek karena dia melihat ada benda hitam dan di bawahnya juga ada satu gulungan kain lagi. Pelan dan hati-hati Budi, pak Mahmud dan Gilbert menggali. “Sepertinya memang hanya ini Pak. Tidak ada lagi,” ucap Budi. “Ya sudah ayok kita bawa masuk,” ajak pak Mahmud. Gita langsung berteriak melihat apa yang Gilbert temukan di sebuah pot besar persis di depan pintu masuk kantor yayasan. Barang itu tak asing buat Gita. Barang yang pertama menjadi awal keributan dan kesulitan yang dia alami. “A’a lihat itu, lihat itu,” teriak Gita begitu Gilbert masuk dengan membawa serok tempat sampah. Rusdi dan Diah melihat apa yang ditunjuk Gita. Diserokan sampah ada cepol rambut dan juga dua buah bulatan yang dibungkus kain putih yang tentu saja telah kotor karena terkena tanah. “Itu adalah media buat kirim santet. Aku rasa ada yang menanamnya entah itu malam, entah itu kapan. Tapi itu sudah dikirim sangat lama,” kata Taufik. Taufik membuka bungkusan kain, ternyata berisi telur angsa. Memang telur angsa yang sudah dierami tapi tidak menetas biasa dijadikan sebagai sarana ilmu hitam. Jajang, Taufik dan Badli langsung bangkit dari sajadah. Mereka menghampiri serok sampah yang ada cepol serta dua butir telur angsa. Mereka bertiga memandangi tiga benda tersebut tanpa bicara. Mereka sedang wawancara dengan tiga benda tersebut dalam batinnya. “Kalau barang itu sudah lama ditanam, kira-kira kapan ya? Dan mengapa baru satu minggu ini kena ke Lela? Apa karena kita sudah di ruqyah saat di rumah Ibu jadi media yang ditanam di kantor baru diaktifkan?” tanya Diah pada Gita sambil berbisik. “Mungkin saat bu Nenny datang pertama malam dan hujan-hujan. Dia berniat ke sini bukan untuk bertemu A’a. Tapi ingin tanam barang. Kalau ingin ketemu A’a logikanya mereka enggak akan datang malam ke kantor yayasan kan?” jawab Gita juga berbisik. “Iya Teh, masuk akal juga pendapatmu itu.” Jajang dan Badli dan Taufik rupanya sedang berupaya menetralkan media tersebut. Keringat sebesar biji jagung terlihat di kening ketiga lelaki itu. Karena kasihan Diah mengambilkan satu kotak tissue dan dia berikan pada Taufik. Taufik menerima dan mengambil beberapa tissue lalu kotaknya dia oper ke Jajang. Sama seperti Taufik, Jajang mengambil beberapa lembar tissue dan memberikan kotaknya pada Badli. “Malam ini kita harus kerjakan, tidak boleh ditunda,” kata Taufik pada Rusdi setelah mereka berperang cukup lama. “Ya, malam ini juga kita harus eksekusi,” jawab Badli. Hari sudah masuk Ashar. Semua langsung menjalankan ibadah shalat Ashar dan Gilbert minta pada office boy membuatkan teh dan membelikan snack sore. Sehabis shalat Maghrib, Gita menyuruh semua makan malam. Bekerja dengan batin tentu sangat melelahkan, Gilbert yang non muslim yang wira-wiri pesan konsumsi untuk semuanya karena dia tidak ikut shalat. Dan habis makan malam semua akan mengaji. Sejak Ashar Diah sudah memberitahu Ambu dan Amah kondisi di kantor dan mengatakan dia akan pulang malam bersama Rusdi. Sesuai rencana malam itu mereka semua mengadakan pengajian. Pak Mahmud meminta para satpam ikut mengaji. Sampai cukup larut mereka berdoa menetralkan telur angsa busuk dan cepol tersebut. “Maaf Rus, dia tidak mau dinetralkan. Kamu mau bagaimana? Mau dibuang atau dikembalikan?” tanya Jajang pada Rusdi saat sudah jam 22.12 atau jam 10 malam lewat. “Mereka ini tidak mau dinetralkan, mereka maunya dikembalikan atau dipindahkan,” jelas Badli. Budi tadi sudah meminta dua orang adiknya menemani Lela di rumah karena dia masih ada di kantor Rusdi. Budi tak percaya istrinya kena gangguan mahluk halus. “Aku enggak mau mereka dipindahkan,” kata Gita dengan tegas. “Kalau dipindahkan kasihan korban yang terkena. Padahal dia tidak tahu apa-apa. Sama seperti Lela, dia enggak tahu apa-apa tapi jadi korban,” jawab Gita selanjutnya. Rusdi berpikir benar apa yang dikatakan oleh istrinya. Kalau dipindahkan kasihan yang terkena dampak, padahal tak mengerti apa persoalannya. Kasihan yang menjadi korban. “Benar seperti yang istriku bilang, kalau dipindahkan kasihan orang yang tak sengaja kena dampaknya. Lebih baik kembalikan saja,” Rusdi memberi keputusan final. Dia juga tak ingin ada korban lagi. “Tapi kalau dikembalikan, kemungkinan kita akan kena side efeknya,” jelas Badli. “Bismillah, aku yang tanggung akibatnya,” putus Gita. Dia tak mau diinjak terus seperti ini. Dia tak mengerti mengapa dia yang jadi korban oleh orang yang mengirimkan santet tersebut. Lela terkena pun akibat dekat dengan Gita. “Enggak Yank, jangan kamu. Biar A’a, semua berawal dari kesalahan A’a. kalau saja saat itu A’a enggak kena jebakan Wati untuk mengantar dia pulang. Semua kejadian ini enggak akan terjadi. Sekali ini please jangan bantah. Biar A’a yang tanggung semuanya,” pinta Rusdi. “Oke kalau seperti itu,” kata Jajang. Mereka pun mulai lagi ritual dari awal karena tadi ritualnya adalah untuk membuat tawar atau menetralkan. Sekarang ritual untuk mengirim balik santet tersebut apa pun resikonya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD