Dengan berat hati Deva pun terpaksa mengajak mamanya, untuk ikut dengannya ke bekas rumah Salma. Bukan hanya mereka berdua, tapi dengan papanya. Cuma dia sengaja minta Pras yang menjemput bandot tua itu. Deva ingin menggunakan kesempatan selama perjalanan, untuk bicara dengan mamanya lebih dulu. Tidak mungkin tanpa aba-aba membongkar semua. Bisa-bisa mamanya syok nanti. Sayang, ternyata tidak semudah itu untuk mengatakan semua. Seberapa keras pun dia berusaha jujur, lidahnya terasa kelu. Entah sudah berapa kali dia menghela nafas kasar, untuk menghempas sesak di dadanya. Seandai bisa, Deva ingin cukup dia saja yang merasakan sakitnya. Tuhan memberinya berkali lipat lebih sakit dari yang dulu dia rasakan itu juga tak apa, asal jangan mamanya. “Kamu kenapa, hm?” Arum merangkul anaknya yang