BABY SITTER RASA ISTRI
"Sepuluh juta!"
Nilai nominal yang ditawarkan seorang pria pada gadis seksi berusia 22 tahun bernama Sera. Ia baru saja lulus kuliah dan sudah mencari pekerjaan ke sana kemari, tapi belum satu pun yang memanggilnya untuk interview. Sampai terakhir ia memilih untuk menjadi pemandu lagu, sebuah pekerjaan yang membuatnya hampir menyerah karena godaan hidung belang yang luar biasa.
Pekerjaan sendiri itu atas rekomendasi temannya, ia yang putus asa karena orang tua menumpuk hutang, akhirnya menerima pekerjaan itu.
"Oke, baiklah! Hanya jaga dua anak anda saja tuan?"
"Panggil saya Arkan."
"Oke, Tuan Arkan!"
"Jangan pakai Tuan!"
"Lalu?"
"Terserah! Asal jangan panggilan itu," ucap pria bertubuh tinggi sekitar 180 cm, usianya 32 tahun dan seorang wiraswasta.
"Oke, baik!"
"Sebetulnya bukan dua anak, tapi tiga. Satu diantaranya masih bayi berusia dua bulan."
Sera mengangguk, sepertinya mengurus tiga anak bukan hal yang sulit, apalagi diketahui bila kedua anaknya sudah berusia sepuluh tahun. Sudah lebih dewasa dan akan lebih mudah diarahkan pikir Sera.
"Kamu tidak sendirian, ada dua asisten rumah tangga yang mengurus rumah, jadi tugasmu hanya menemani mereka saja."
"Oh, semudah itu ternyata," jawab
"Satu lagi persyaratannya."
"Apa itu?"
"Kamu harus menginap!"
Sera tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan, itu memang keinginannya, setidaknya ia bisa menghemat biaya makan dan kos. Harga kontrakan di Jakarta yang melangit.
"Setuju!"
"Baiklah, nanti saya siapkan surat kontraknya. Sekarang bisa ikut saya ke rumah untuk melihat situasinya. Tapi ...." Arkan menghentikan ucapannya dan melihat dari atas ke bawah ke arah Sera dan buru-buru mengalihkan pandangan.
"Ada persyaratan satu lagi."
"Apalagi, Pak?"
"Kamu jangan menggunakan pakaian kurang bahan seperti itu!"
Sera melihat dirinya, ia mengenakan kaos ketat dan rok pendek selutut, ia merasa tidak seksi apalagi kurang bahan.
"Aku harus pakai gamis?"
"Iya, kalau perlu!"
"Tapi, Pak?"
"Itu salah satu syarat, kalau kamu keberatan bisa ditolak."
"Oke! Baiklah! Saya setuju!"
***
.
.
Setelah membeli beberapa pakaian yang sesuai keinginan bosnya, ia pun dibawa ke rumah Arkan, sebuah rumah yang membuat Sera berdecak kagum, tidak hanya luas, tapi designnya benar-benar indah. Dari gerbang menuju pintu rumah panjang membentang, mungkin cukup untuk lima sampai sepuluh mobil, di sana pun lengkap dengan petugas keamanan dan pekerja lainnya, tak hanya asisten rumah tangga.
"Selamat datang, semoga betah, ya!" ucap salah satu pekerja bernama Tuti.
"Iya, semoga betah. Semenjak ibu meninggal dua bulan lalu, sudah ganti empat pengasuh," ujar salah satunya yang terlihat masih muda, namanya Aini.
Sera membelalakkan mata. Sesulit apa mengurus mereka yang membuat empat pengasuh angkat kaki dalam waktu dua bulan.
"Mereka jahil dan nakal, bukan hanya itu, mereka juga manja dan gak boleh dimarahin sedikitpun oleh neneknya."
Sera mengangguk paham, tak lama kemudian datang Arkan dan ketiga anaknya. Yang besar kembar laki-laki dan perempuan, sementara yang kecil juga perempuan. Tak hanya itu, ada seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan di sana. Terlihat dari cara berpakaiannya begitu elegan dan berkelas.
"Ini yang akan bersama kalian, namanya Tante Sera, kalian harus patuh dan hormat," ucap Arkan.
"Siap Ayah," ucap Kenzo anak laki-lakinya.
"Baik Ayah!" sahut Kezia anak perempuannya. Sementara si bungsu bernama Kalina.
"Kenalan dulu Tante," ucap Kenzo. Anak laki-laki itu mendekat mengulurkan tangannya. Sera berpikir mereka tak seseram yang dibicarakan.
Sera menerima dengan tangan mungil itu, tapi tidak disangka Kenzo menembakkan senjata air ke wajah Sera dan membuatnya basah.
"Kenzo!" Arkan sedikit berteriak.
"Jangan kasar sama anak," ucap ibu di sampingnya.
"Hey! Kamu! Gak sopan, ya!" Siapa yang ngajarin?" Teriak Sera. Sebelumnya tidak ada yang berani seperti ini pada si kembar.
"Heh! Kamu jangan bentak cucu saya!" Wanita bernama Haliza itu berteriak.
"Saya bukan sedang membentak, saya sedang mengajarinya."
"Tidak dengan begitu caranya, berani sekali kamu sama cucu saya! Apa hak kamu?"
Kenzo memeluk Omanya, berlindung dari murka Sera.
Sera menghela napas panjang. Si kembar sepertinya mendapatkan pola didik yang salah. "Tentu saya berhak, saya yang akan mengasuh mereka, secara tidak langsung saya juga yang mendidik mereka. Ingat, Bu! Kasih sayang memang menghasilkan kebaikan, tapi bila anak terlalu dimanja banyak dampak negatif yang akan ditimbulkan di masa depan. Apa anda cucu anda tidak berkualitas?"
"Kamu tidak perlu mengajari saya!"
Sera mendelik.
"Kamu dapat dia darimana? Cari pengasuh yang berpendidikan, jangan orang kampung seperti itu!" ujar Haliza pada Arkan.
"Hanya dia yang bersedia, Bu."
"Hati-hati! Biasanya dari kampung suka pakai jurus guna-guna. Ibu gak mau anak-anak diobatin biar nurut."
Meski berbisik, Sera mendengar ucapan itu dan merasa geram. "Kalau perlu saya guna-guna juga anak ibu biar ikut nurut!"
"Jangan-jangan kamu pengasuh plus plus," ucap Haliza.
"Iya! Kenapa memang?" Sera benar-benar geram.