Ayana mengikuti langkah Daniel, sedang tangan kanan menyeret koper hitam menuju kusen pintu berwarna coklat. Kusen pintu bernomor 918 kini tepat dihadapannya. Ayana mengeratkan pegangan koper, agar tidak terlihat gugup. Sejarah pertama kalinya ia merasakan tinggal bersama laki-laki yang baru ia kenal.
Daniel membuka pintu dengan kunci kombinasi. "1502"
"Apa?" Ayana bingung.
"1502 kunci kombinasinya, kamu harus tahu itu, agar kamu bisa keluar dan masuk tanpa seizin saya".
Ayana mengangguk, Daniel membuka hendel pintu. Pintu itu terbuka, menampakan sisi ruang apartement minimalis. Daniel kaya raya, tajir, sukses, semua hilang dari pandangannya. Lihat saja apartemen ini begitu kecil, hanya dua kamar tidur, ruang tv kecil, sekaligus difungsikan ruang tamu dan dapur. Apartement kecil ini kah Daniel tinggal? Bahkan ruangan ini hanya sebesar kamarnya dirumah. Bela sungguh keterlaluan, awas saja jika bertemu nanti, ia pastikan akan mencekiknya.
Permainan sialan itu menyebabkan ia seperti ini. Oh tidak, cuti kuliah selama satu bulan di Indonesia sia-sia. Indonesia oh Indonesia, negeri eksotis yang sangat ia rindukan selama ini. Menjadi liburan terburuk untuknya. Bodohnya, ia mengiyakan permainan bodoh itu. Daniel, lelaki kaya raya, punya usaha property, uang banyak ternyata jauh dari ekspetasi. Sangat tidak mungkin kekayaan seperti itu, hanya memiliki tempat tinggal sekecil ini. Bahkan untuk berdua saja terlihat penuh. Ayana meletakkan kopernya di samping pintu, sementara tanganya memegang erat ujung sweater rajut, menahan gugup.
"Ini tempat tinggal saya, ini kamar saya. Dan disebelah kamar kosong, kamu bisa menggunakannya" ucap Daniel melangkah masuk menunjukan pintu kamar.
Daniel mengerutkan dahi, menatap Ayana hanya diam termangu memperhatikan secara detail ruangan apartemen, wajah itu terlihat tidak suka. "apa kamu tidak suka tempat tinggal saya?".
"Ah tidak, saya suka kok minimalis".
Daniel berjalan menuju sofa satu-satunya, "Ya, saya tidak suka ruangan terlalu besar, saya laki-laki dan jarang sekali membersihkannya" Daniel duduk disofa, menyandarkan punggungnya.
Daniel meletakkan ponsel di meja satu-satunya. Daniel melirik Ayana, sedari tadi hanya diam, mematung di samping pintu.
Ayana menyelipkan rambut ketelinga, ia masih tidak percaya, apa yang dilihat. Apartement Daniel terlihat berantakkan, Ayana meneliti lebih lanjut, debu-debu sudah menebal di sudut plafon. Ia pastikan banyak sekali kecoa yang bersarang di apartemen ini. Sial....!!! ia hidup dengan pria jorok seperti Daniel. Ayana miris menatap hidupnya satu bulan kedepan.
Daniel menatap koper hitam milik Ayana. Daniel beranjak dari duduknya, ia berjalan mengambil koper milik Ayana, lalu ditarik koper itu menuju kamar kosong.
"Ini kamar kamu" Daniel membuka pintu kamar.
"Maaf sedikit berantakkan, kamu bisa membuang barang-barang bekas itu" Daniel menunjuk kardus bekas Tv dan kulkas, setahun yang lalu ia dibeli.
Ayana menatap tidak percaya, kamar itu lebih mirip gudang dari pada sebuah kamar. Kardus-kardus berserakkan di lantai kamar.
"Ya, terima kasih, ini sudah cukup untuk saya. Saya akan membersihkannya".
"Syukurlah kalau begitu, oiya sekalian bersihkan semua, saya akan pergi terlebih dulu".
Ayana dengan cepat mencegah Daniel pergi "Kamu akan kemana?" Tanya Ayana.
"Saya akan keluar sebentar ada urusan" Daniel memasukkan tangan disaku celana.
"Kemana?" Ayana penasran.
"Kenapa saya harus memberitahu kamu?" Alis Daniel terangkat.
"Saya takut kamu meninggalkan saya, sementara kamu masih punya tanggung jawab membiayai kuliah saya" ucap Ayana sakartis.
"Saya akan bertanggung jawab" ucap Daniel, menepuk bahu Ayana.
"Terima kasih" ucap Ayana.
****
Ayana dengan cepat membuka kunci layar ponsel, mencari nama Bela di kontak ponsel. Lalu menekan tombol hijau di layar ponsel pintar miliknya. Suara sambungan speaker terdengar jelas. Seketika suara itu tidak terdengar lagi.
"Halo" suara lembut Bela terdengar jelas.
"Bela kamu gila...!!!kamu tahu apa yang saya hadapi sekarang?" Ayana menyandarkan tubuh di sofa.
"Hahah apa yang kamu hadapi Aya, bukan kah Daniel tipe pria yang kamu cari selama ini, tajir, pengusaha, keren, cerdas".
"Bela, asal kamu tahu, saya akan tersiksa disini. Apartemen kotor, sempit. Saya tidak bisa tinggal disini" Ayana memekik geram.
"Benarkah? Daniel yang saya kenal itu charming, good looking, ternyata seperti itu. OMG Aya itu namanya kamu masuk perangkap dia"
"Bel, kamu pasti tidak percaya. Saya bisa gila jika berlama-lama disini. saya akan ke Bali bulan depan" Ayana menjauhkan bantal berdebu disamping, diletakkanya ke bawa.
"Ya, ya akan saya temani, tapi nikmati dulu hubungan kamu dengan Daniel, tidak ada salahnya kamu menghambur-hamburkan uangnya yang banyak itu".
"Saya tidak yakin, Daniel punya uang sebanyak itu, melihat hidupnya saja susah" Ayana mendengus kesal.
"Hemmm... sepertinya kamu yang dikerjai Daniel".
"Sepertinya begitu" ucap Ayana, mengakui dugaan Bela.
"Oke, nanti jika kamu ada apa-apa cepat hubungi saya, oiya taruhan waktu itu, mulai berlaku dari sekarang ya baby".
"Iya saya tahu, sepatu, sendal, baju, dan tas louis vuitton akan menjadi milik saya".
"Hahaha, iya iya... selamat menikmati baby" sambungan terputus.
"Dasar" Ayana terkekeh.
*****
Ayana memulai membersihkan kamar yang sekarang menjadi miliknya. Ayana mengeluarkan semua kardus-kardus berserakan, agar ia bisa leluasa mengemaskan kamarnya. Ayana mulai melepaskan kain saprai, sarung bantal, taplak meja, serta gorden lalu di masuk ke dalam kantong plastik. Ayana memutuskan mencuci di laundry saja, ia yakini lebih dari setahun barang tersebut tidak pernah di ganti. Ayana tidak mungkin hidup tidak sehat seperti ini. Ayana membersihkan debu-debu dengan vacum cleaner, tempat tidur, karpet dan plafon, Ayana juga mengelap sisi Tv dengan kain lembab. Untung saja ruangan apartement Daniel kecil, hingga membersihkan dengan cepat.
Sudah tiga jam Ayana membersihkan ruang apartemen Daniel. Kini ia manatap puas, ruangan terlihat bersih. Karpet sudah terbebas dari debu. Gorden hitam telah berganti Dengan gorden hijau, yang sengaja ia beli di supermarket bawah apartemen. Serta tidak lupa Ayana meletakkan pengharum ruangan otomatis di dekat Ac. Ayana berdecak kagum dengan hasil karyanya.
Ayana menatap lega, sejujurnya baru kali ini ia kerja keras seperti ini. Biasa asisten rumah tangga lah yang membersihkan kamarnya. Ayana membujurkan badannya di tempat tidur miliknya, mencoba memejamkan mata sejenak.
****