Glores 13 - Erika Wingshton

2277 Words
Glores 13 - Erika Wingshton Erika Wingshton adalah perempuan yang sangat cuek dan jutek. Ia selalu tampil apa adanya dan berbicara sesuai fakta. Orangnya simpel, tidak suka bertele-tele. Namun, tetap ucapannya selalu tidak bisa di saring. Apa yang dia pikirkan pasti langsung ia bicarakan. Tanpa berpikir orang itu sakit hati atau tidak. Siang tadi Nathalia memberikan sebuah buku tentang pengendalian kekuatan baru yang Erika. Melihat masa depan yang baik memang menyenangkan. Namun, jika yang di lihatnya itu masa depan yang buruk. Itu yang akan membuatnya tersiksa. Malam ini Erika tidur bersama Bianka. Karena memang mereka tidak boleh tidur sendirian. Erika mulai membaca buku yang di berikan Nathalia padanya. Kebanyakan orang menunjukkan tanda-tanda ke dunia luar tentang apa yang mereka pikirkan dan apa masalah yang sedang mereka hadapi. Jika kita memperhatikan mereka secara lebih dalam, kita bisa membuat ramalan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Jika orang yang duduk di dekat kita di sebuah kafe yang terus menerus melihatnya jam tangannya, kita bisa meramalkan bahwa dia sedang menunggu seseorang. Meramalkan masa depan adalah sebuah kemampuan yang bisa berkembang melalui latihan dan ketekunan. Tidak setiap saat kita bisa melakukannya dengan benar. "Asik baca buku nih?" Tegur Bianka saat selesai dari kamar mandi di kamarnya. Erika langsung menutup buku pemberian Nathalia. "Eh kamu, udah selesai cuci mukanya? Aku juga mau tidur kok," kilah Erika. Ia lupa kalau hari ini tidak tidur sendirian. Hmm sepetinya apa yang tadi ia baca cukup membantu. Erika harus mempelajarinya sedikit demi sedikit. "Ya, sebaiknya kamu tidur. Tadi siang kamu tidak tidur kan? Pasti terganggu dengan ramalan tentang masa depan kan? Kekuatan baru kita ini memang sangat menyulitkan kita. Tapi kita harus bisa mengendalikannya. Aku tahu ini semua akan terasa sulit. Namun, aku yakin kita bisa melewati ini semua," ucap Bianka. Sekarang hanya mereka lah dua perempuan dari orang terpilih itu. Mereka harus melindungi satu sama lain. Karena dengan begitu mereka akan selamat. "Iya, aku masih belum terbiasa dengan semua ini. Mungkin yang paling menderita adalah kamu dan Zafran. Zafran matanya akan silau dengan cahaya-cahaya aura yang keluar dari tubuh manusia. Sementara kamu, telinganya akan berisik dengan suara pikiran dan hati orang. Aku lihat kalian berdua kayak anteng gitu saja. Tidak seperti orang yang terganggu," komentar Erika tentang Zafran dan Bianka. "Aku sangat terganggu Erika. Aku mencoba untuk santai saja. Tante Nathalia bilang, aku akan mulai terbiasa dengan kekuatan ini. Tinggal kita bisa mengendalikan kekuatan ini. Sayup-sayup suara merekapun tidak terlalu terdengar nyaring seperti pada awal kekuatan itu masuk kedalam tubuhku. Hanya terdengar sayup-sayup. Aku tinggal mencobanya memfokuskan siapa yang mau aku dengarkan dengan jelas suara hati atau pikiran orang. Itulah yang aku lakukan sekarang," cerita Bianka. Sudah seharusnya mereka saling berbagi ilmu. Biasanya hanya perempuan yang mengerti masalah perempuan. Jadi mereka memang lebih baik saling terbuka. Agar mereka bisa mengatasi semua masalah ini secara bersama-sama. Erika adalah perempuan yang sangat jutek. Erika tidak suka bertele-tele. Kalau dia tidak suka dengan satu orang, Erika akan langsung melabraknya. Kalau dihina, Erika malah akan balik menghina. Ucapan yang Erika ucapkan juga selalu nyelekit ke hati. Erika mempunyai keberanian yang sangat kuat. Keluarganya yang broken home membuatnya sangat kuat. Saat orang tuanya bercerai, Erika tidak memutuskan tinggal dengan ayah atau ibunya. Erika lebih memilih tinggal bersama kakaknya. Namun, kakak iparnya malah tidak suka dengan keputusan Erika yang menumpang di rumah kakaknya. Wajar saja sih. Kakaknya Erika kan lelaki dan Erika perempuan. Kakak iparnya ini tipe pencemburu. Bahkan kalau Erika diberikan uang atau dibelikan sesuatu. Pasti akan dipermasalahkan oleh kakak iparnya. "Ya enggak usah sering-sering dikasih juga dong Erik! Aku kan istiri kamu. Aku yang lebih berhak kamu kasih. Kamu juga tahu kan kita harus berhemat. Sebentar lagi kita akan punya anak, suruh adik kamu bekerja sambil kuliah. Simpel kan!" Ucap Nadira saat bertengkar dengan Erik, kakaknya Erika. Suara itu cukup terdengar sampai kamar Erika. Erika ingin sekali melabrak kakak iparnya itu dan memarahinya. Namun, tidak bisa. Kalau Erika melakukan hal itu. Tentu Erika akan malu pada Erik yang selama ini sudah menampungnya. "Stt.. jangan keras-keras. Erika juga akan adik aku. Aku juga tidak sering membelikan dia sesuatu. Dan uang yang aku kasih sama dia, itu hanya sekadar uang saku saja. Kamu harus percaya rezeki semuanya sudah ada yang ngatur. Anak kita juga nanti pembawa Rezeki," sahut Erik mencoba bijaksana. "Wah, wah, wah, enak bener ya adik kamu. Sudah numpang, dikasih uang jajan dibelikan barang pula. Sudah mas, kalau kamu seperti ini terus. Aku mau pergi saja dari rumah. Aku akan tinggal dulu di rumah ibu untuk sementara," ancam Nadira. Tentu Erik tidak suka dengan caranya Nadira. Disatu sisi juga Erik tidak enak dengan Erika. Erika adalah satu-satunya adik kandung Erik. Erika keluar dari kamarnya, Erika tidak mau pertengkaran mereka sampai berlanjut. Kau sampai Nadira tinggal di rumah ibunya. Apa kata ibunya nanti tentang Erik? Nadira sedang hamil pula. Mau tidak mau, Erika harus mengalah. "Maaf, kakak kakak. Aku mau bicara. Sepertinya, sudah saatnya aku hidup mandiri. Mulai besok aku akan cari kosan saja. Jadi aku mohon kalian jangan bertengkar lagi," ucap Erika. "Baguslah kalau sadar diri. Harusnya kamu lakukan itu sejak dulu!" Tukas Nadira sambil pergi menuju kamarnya. Erik mendekati Erika yang tertunduk. "Kamu yakin akan ngekos? Kamu kan belum mendapatkan pekerjaan. Lagian kamu juga belum lulus kuliah. Setidaknya bertahanlah sampai kamu lulus kuliah. Atau setidaknya sampai kamu mendapatkan pekerjaan part time. Untuk membayar kosan dan kebutuhan kamu sehari-hari," saran Erik. Bagaimanapun Erika masih tanggung jawab Erik. "Tidak usah kak. Aku tidak enak dengan kak Nadira. Lebih cepat aku pergi dari rumah ini. Sepertinya lebih bagus. Aku enggak mau melihat kalian bertengkar terus," sahut Erika getir. Erik memang sangat sayang pada adiknya. Namun, sekarang perioritas utamanya adalah istri dan anak yang ada di dalam kandungannya. Erika harus mau mengalah. Karena kalau Erika terus bertahan di rumah itu. Rumah tangga Erik dan Nadira akan hancur dengan perlahan. "Ya sudah, ini untuk bayar kosan kamu di awal. Kalau masih kurang nanti Kakak tambahkan ya," Erika memberikan beberapa lembar uang. Kalau Nadira tahu, Erik memberikan uang pasti akan marah lagi. "Tidak usah kak, lebih baik kakak tabung untuk persalinan anaknya kakak. Aku masih ada uang tabungan. Sisa uang Yangs selalu kakak berikan sebagai uang saku," tolak Erika. "Tidak, kamu tidak boleh menolak ini. Kamu masih tanggung jawab Kakak. Kalau Nadira marah gara-gara ini. Biar kakak yang akan bicara sama dia," tegas Erik. Akhirnya Erika mau menerima uang yang diberikan oleh Erik. Tidak dipungkiri Erika memang memerlukan untuk membayar kosannya. Erika harus bisa hidup mandiri demi kebahagiaan kakaknya. Malam ini Erika benar-benar harus merapikan baju-bajunya. Erika sengaja mencari kosan di dekat kampusnya agar lebih dekat juga kalau pergi ke kampus. Besok sepertinya setelah pindah ke kosan. Erika akan mencari kerja part time untuk menyambung hidupnya. "Maaf ya Erika. Apa enggak sebaiknya kamu ikut ayah atau ibu saja?" Saran Erik. Erik masih cemas kalau harus membiarkan Erika ngekos sendirian. "Tidak kak, Erika tidak mau merepotkan siapa-siapa lagi. Erika yakin ingin hidup mandiri saja," jawab Erika. Ayah ibunya sudah menikah lagi dengan pasangan pilihannya masing-masing. Erika tidak mau menjadi benalu diantara mereka lagi. Sejak awal memang ayah dan ibu Erika tidak pernah perduli pada anak-anak. Hanya Erik yang sangat menyayangi adiknya. Sayang, sekarang kasih sayang Erik terlah terbagi pada istri dan calon anaknya. Erika harus memaklumi itu. "Baiklah, kakak dukung apa yang terbaik untuk kamu. Namun, jika nanti kamu mengalami kesulitan. Pintu rumah kakak akan selalu terbuka untuk kamu Erika," ucap Erik. Andai saja Nadira sebaik Erik, pasti Erika tidak perlu repot-repot mencari tempat tinggal lain. Erika heran saja, kok bisa-bisanya kakaknya jatuh cinta pada wanita yang pencemburu seperti Nadira. Padahal Erik cukup tampan untuk ukuran seorang lelaki. Cemburu boleh saja. Tapi jangan sampai cemburu pada adiknya sendiri dong. Nadira memang aneh. Kasih sayang Erik pada adiknya malah dipermasalahkan. Keesokan harinya Erika segera pindah ke kosan dekat kampusnya. Erika juga mendapat pekerjaan part time nya dengan cepat. Erika bekerja sebagai penerjemah. Erika memang menguasai tiga bahasa asing jadi Erika mendapatkan pekerjaan sebagai penerjemah. Pekerjaannya ini bisa Erika lakukan di rumah dan tidak mengganggu kuliahnya. Saat Erika mendengarkan ada komunitas pencinta hantu di kampusnya. Erika tertarik dan ingin ikut gabung dengan komunitas itu. Siapa tahu Erika menemukan pengalaman berharga di komunitas itu. Sifatnya yang jutek dan suka berbicara apa adanya. Hampir tidak ada seorang temanpun yang mau berteman dengan Erika. Erika seperti itu memang Erika nyaman menjadi dirinya sendiri. Hidupnya yang mandiri dan berjuang keras mencari uang dengan menjadi penerjemah. Membuat Erika tidak begitu berniat mencari seorang teman. "Aku Bianka Rosmery. Kamu siapa?" Tanya Bianka saat Erika masuk ke komunitas pencinta hantu. "Erika. Panggil aku Erika saja," sahut Erika. Erika memang paling malas menyebutkan nama lengkapnya. Nama belakangnya itu nama keluarganya. Sedangkan sekarang keluarganya sudah tidak utuh lagi. Jadi untuk apa Erika sebutkan saat berkenalan. Biarlah itu hanya menjadi nama yang tercatat di ijazah sekolahnya. Nama pelengkap bagi hidupnya yang sudah berantakan itu. "Baiklah Erika. Bagaimana kalau mulai hari ini kita berteman? Kamu gabung ke sini karena penasaran sama hantu kan?" Tebak Bianka. "Ya, seumur hidup aku belum pernah melihat hantu. Kalau kamu? Kamu udah pernah melihat hantu?" Erika mulai akrab dengan Bianka. Tidak seperti biasanya, biasanya Erika sangat jutek pada orang baru. "Udah, tapi hantu gadungan. Dulu saat aku masih kecil. Kepala desa di kampung aku pura-pura menjadi hantu dan minta persembahan dari warga. Aku yang membongkar semua penipuan yang kepala desa lakukan. Sejak itu memang aku enggak pernah percaya adanya hantu," cerita Bianka tentang masa lalunya. "Astaga! Jahat banget si kepala desa. Kamu hebat juga bisa membongkar kebusukan mereka. Biar tahu rasa tuh si kepala desa!" Hujat Erika terbawa cerita Bianka. "Hahaha, ya begitulah. Kalau kamu udah pernah melihat hantu?" Giliran Biankan yang bertanya. "Belum. Makanya aku gabung di komunitas ini. Berharap bisa melihat makhluk tidka kasat mata itu sekali saja. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus hidupku," sahut Erika. Erika tidak mau bercerita soal kehidupan pribadinya. Apalagi tentang masalah keluarganya yang berantakan. Bianka masih orang baru baginya. Lagipula tidak ada hal yang menarik yang harus Erika ceritakan tentang kehidupan pribadinya. "Berarti tujuan kita sama. Untuk bisa melihat hantu," cetus Bianka. "Kalau sudah lihat nanti malah nangis dan pipis di celana," celetuk seorang lelaki yang berada tepat di belakang mereka. "Enak saja kamu! Aku tidak sepenakut itu! Mungkin kamu yang akan lari terbirit-b***t melihat hantu," timpal Erika. "Sudah, sudah. Kita di sini sama-sama ingin melihat hantu. Ya sudah, kita ikuti aturan di komunitas ini. Sebaiknya kita berteman saja. Nama aku Zafran Ghani," ucap lelaki satunya yang juga berada di ruangan komunitas pencinta hantu. "Aku Bianka Rosmery," sahut Bianka. "Panggil saja aku Erika," ujar Erika seperti biasa. Erika tidak pernah memperkenalkan dirinya dengan nama lengkapnya. "Aku George Rush. Aku juga seperti kalian. Ingin melihat hantu, aku sering di takut-takuti oleh orang rumah tentang hantu. Tapi seumur hidup, aku belum pernah melihatnya. Padahal aku sudah sering nonton film hantu. Tidak ada satupun yang memancing mereka keluar," cerita George. George memang orang yang terlihat seperti berani. Namun, jika bertemu dengan aslinya. Entahlah, George akan berani atau hanya omong kosong saja. Saat ini mereka yang masuk ke komunitas pencinta hantu memang menantang ingin bertemu dengan hantu. Karena penasaran dengan makhluk tidak kasat mata itu. "Aku enggak yakin kamu akan tetap kuat melihat hantu di hadapan kamu. Aku lihat kamu hanya sok berani saja," ledek Erika pada George. "Eh kamu tuh, yang justru akan menangis!" Timpal George. "Mulai lagi, sudah. Kita jangan saling mengejek. Apapun yang terjadi kedepanya. Sebaiknya kita mempersiapkan diri. Karena kita tidak tahu, hantu apa yang akan kita hadapi," ucap Zafran. Hanya di komunitas pencinta hantu Zafran bisa berbicara panjang lebar seperti ini. Rasanya seperti Zafran yanh baru. Bukan Zafran si kutu buku yang misterius. Di komunitas pencinta hantu. Zafran lebih banyak bicara. Ucapannya pun mengandung kata-kata yang bijaksana. Erika sebetulnya sudah menyimpan rasa sejak pertama bertemu dengan Zafran. Pembawaannya yang selalu tenang. Membuat Erika lebih nyaman jika berada bersama Zafran. Erika sendiri tidak tahu, apa tujuan Zafran ingin bisa melihat hantu. Berbeda dengan Varrell. Varrell masuk komunitas pencinta hantu itu. Karena Varrell ingin mempunyai teman. Karena memang selama ini. Seumur hidupnya, Varrell sudah banyak menemui berbagai macam hantu dalam hidupnya. Kalau bukan karena Richard yang mengajaknya untuk bergabung. Varrell malas sebetulnya ikut komunitas. "Ayo lah Varrell. Kamu kan bisa melihat hantu. Siapa tahu komunitas kita akan viral karena menemukan banyak hantu," ajak Richard saat itu. "Richard, hantu itu bukan bahan bercandaan. Kamu ini ingin viral karena banyak melihat hantu. Kayak enggak ada cara lain untuk menjadi viral saja," tukas Varrell. Richard tidak tahu, betapa tersiksanya Varrell dengan kelebihannya itu. Varrell merasa heran. Ada apa dengan Richard, dia sampai mendirikan komunitas pencinta hantu. Seakan seperti menantang kedatangan hantu atau hanya sebagai lelucon saja. Apa untungnya bisa melihat hantu? Bagi Varrell mereka hanya merepotkan saja. Karena setiap hantu yang datang kepadanya. Pasti meminta tolong pada Varrell. "Ayolah, Rel. Aku dan yang lainnya kan belum pernah tuh melihat hantu. Ini akan menjadi tantangan bagi kita," Richard terus merayu Varrell. "Kamu siap melihat wajah mereka yang menyeramkan? Lalu kamu juga siap dengan teror yang mereka berikan saat mereka mulai kesal, karena kamu telah mengusiknya?" Tanya Varrell. Varrell ingin tahu jawaban Richard. Apakah dia benar-benar serius atau tidak dengan komunitasnya ini. "Siap! Apapun resikonya aku siap. Bahkan kalau kamu mau memberikan kelebihan kamu pada aku. Aku sangat siap. Aku benar-benar ingin melihat mereka," tantang Richard. Varrell cukup terkejut dengan jawaban Richard. Sebetulnya ada apa dengan Richard? Richard sampai sangat ngotot untuk tetap bisa melihat hantu? Pasti ada alasanya bukan? Setiap orang punya ambisi. Namun, ambisi yang paling aneh adalah ambisi Richard. Yaitu ingin melihat hantu. Sebetulnya hantu yang selama ini Richard tunggu adalah hantunya Ririn kekasihnya. Richard malah menantang dirinya ingin melihat makhluk tidak kasat mata lainnya. Bahkan Richard siap menerima resiko apapun. Tidak perduli nyawa sekalipun yang menjadi taruhannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD