Satu
I'M NOT A PELAKOR
Ini adalah hal tergila yang ada di benak Thea, yap! Menjadi istri kedua dari seorang pria yang tak lain merupakan teman kerjanya. Yah meskipun mereka tidak satu divisi dan berbeda ruangan namun tetap saja, mereka satu kantor!
Thea seorang wanita single, meskipun bukan perawan. Dia pernah menikah sebelumnya, pernikahan yang kandas di tengah jalan karena perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Dia merasa sakit akan itu, entah merupakan suatu keberuntungan atau kesialan, karena ketika hal itu terjadi, dia belum mempunyai anak. Dan kejadian itu pula yang membuatnya tak jua mau menikah meskipun sudah dua tahun menjanda.
Usianya kini 27 tahun, dengan paras yang bisa dibilang manis. Kulit sawo matang dengan tinggi 165 sentimeter. Tubuhnya langsing cukup proporsional dengan tinggi badannya sehingga terlihat pas.
Semalam tadi, Shane melamarnya. Bukan lamaran yang indah yang diidam-idamkan oleh semua wanita. Dia hanya berkata, "Apa kamu mau jadi istriku, melahirkan anakku dan membuat Linda istri pertamaku bahagia?" what the hell!! Hanya pria b******k yang akan mengucapkan hal gila itu.
Tapi Shane tidak b******k, seenggaknya itulah yang ada di fikiran Thea. Dia mengenal Shane. Lelaki kharismatik yang sangat mempesona.
Sekilas tentang Shane. Dia lahir di Jerman 30 tahun yang lalu, ayahnya masih keturunan Jerman sehingga dia mewariskan mata biru tua dari ayahnya. Tubuhnya sudah pasti tinggi seperti kebanyakan pria Indo lainnya, dia tampan. Sangat tampan malah, wanita manapun akan bertekuk lutut jika melihat dia.
Namun,,,
Dia sudah menikah sejak 5 tahun lalu, dengan seorang wanita beruntung bernama Linda. Ya wanita itu sangat beruntung bisa dicintai seorang Shane, sampai Thea mengetahui bahwa dia tidak seberuntung kelihatannya.
Linda menderita kanker Serviks, stadium akhir. Itu yang membuatnya tidak bisa mempunyai anak. Dan keinginan terakhirnya adalah bisa menimang anaknya, meskipun dia terlahir bukan dari rahimnya.
"Kenapa kalian gak adopsi anak aja, hal itu jauh lebih mudah, yaa kamu tahu kan ketika menikah waktu itu aku juga tidak dikaruniai anak, bukan gak mungkin kalau aku termasuk wanita yang susah mendapatkan keturunan." Shane menatap Thea gusar. Rambutnya terlihat berantakan, dia tahu tak mudah meyakinkan seseorang untuk menjadi istri kedua. Terlebih wanita itu adalah wanita baik-baik bukan perebut lelaki orang seperti yang sering diberitakan di televisi atau gosip murahan.
"Kalau Linda setuju, juga sudah dari dulu aku lakuin itu Thea!!" ada nada penekanan disana, Thea hanya mengedikkan bahu.
Dia memang menyukai Shane, ayolah wanita mana yang tak tertarik dengan pria seperti Shane? Tapi untuk menjadi istri kedua? Thea tentu belum siap. Bagaimana pendapat orang-orang nanti? Keluarganya? Arghhhtt belum apa-apa Thea sudah pusing bukan kepalang.
Terbayang Linda, Thea tentu mengenalnya. Mereka satu kampus dulu. Linda kakak kelasnya beda satu tingkat diatasnya. Dia wanita yang aktif, menjadi wakil ketua BEM, bahkan dia juga aktif menjadi pembicara di beberapa seminar di universitas-universitas ternama. Sebelum menikah, Linda juga memegang jabatan tinggi di perusahaan tempat Thea bekerja, namun setelah menikah dia memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga.
"Bengong, eh?" Thea mengerjapkan matanya, dan tersenyum canggung.
"Entah Shane, aku pikirin dulu."
"kalau masalah orangtua kamu, aku nanti yang akan ngomong."
"Kamu cinta banget sama Linda?"
"Memangnya gak kelihatan? Sampai kamu nanya hal itu?" kekeh Shane, Thea merutuki dirinya sendiri buat apa dia bertanya hal yang tentu dia sudah tahu jawabannya.
***
Thea berjalan bolak balik di kamarnya, entah sudah berapa puluh kali. Dia ragu, tapi Shane bilang waktu Linda tidak banyak lagi. Thea menyesali mengapa harus ada wanita sebodoh Linda, dia adalah wanita paling bodoh yang Thea tahu.
Bagaimana tidak? Mencarikan istri untuk suaminya, tidakkah dia takut cinta Shane akan terbagi? Tapi apakah Shane bisa mencintainya?
Ponsel Thea berdering, nomor yang tidak dikenalnya. Tapi beberapa saat kemudian dia telah rapi dan bergegas mengendarai skuter matic kesayangannya. Membelah jalan yang terlihat lengang karena hari libur.
Kenapa harus bertemu disini? Rutuk Thea dalam hati. Dia langsung mengiyakan ketika Linda mengajaknya bertemu tadi via telepon. Di hadapannya terpampang taman bermain anak-anak, yang tentu di d******i oleh anak-anak berbagai usia.
Linda terlihat anggun dengan dress putih, tubuhnya memang sudah jauh lebih kurus dibanding beberapa tahun lalu. Tapi matanya masih menyiratkan kecantikan yang alami.
"Aku suka banget sama anak-anak, dulu aku pernah mempunyai mimpi ingin mempunyai anak 5 dengan jarak yang berdekatan. Kalau saja penyakit ini gak datang ke aku," Linda tersenyum getir.
"Karena itu, aku ingin sekali menggendong anak kecil merawatnya di sisa usia aku, anak keturunan Shane, kamu mau kan wujudin impian terakhir aku The?" Thea menelan ludahnya yang terasa sulit. Sebagai wanita dia tahu pasti keinginan Linda, dia juga pernah mempunyai keinginan seperti itu dahulu.
"Tapi.. kamu tau Lin? Aku pernah menikah selama dua tahun dan tidak dikaruniai anak. Kalau nanti aku nikah dengan Shane dan Tuhan juga belum kasih aku anak gimana?"
"Aku akan menunggunya dengan semangat Thea, dengan keinginan penuh untuk bertahan hidup hingga akhirnya bisa merasakan menimang anak kalian, anak kita." Mata Linda berkaca-kaca. Dia menggenggam tangan Thea erat, seolah harapannya hanya tinggal Thea seorang.
Please Lin, jangan menatap dengan pandangan sayu seperti itu, atau Thea akan benar-benar jatuh kedalam hubungan kalian. Thea mengangguk, meski rasanya sangat salah. Linda langsung tersenyum senang, matanya berbinar kembali. Air yang sempat ingin jatuh diusapnya dengan cepat.
"Aku akan ngasih berita bahagia ini ke Shane," ucapnya senang.
Ya ampun Linda! Dia bilang ini berita bahagia, mendengar bahwa Thea setuju menjadi 'madunya' hal yang dahulu pernah membuat Thea kesakitan amat sangat.
Apakah ini hukuman dari Tuhan? Karena Thea dahulu pernah bersumpah membenci semua jenis pelakor (perebut lelaki orang) di muka bumi. Kini? Dia yang akan menjadi pelakor.
***
Pernikahan sederhana telah usai. Hanya dihadiri keluarga inti saja. Shane sudah menyiapkan rumah untuk Thea, beberapa kilometer dari perusahaan tempat mereka bekerja. Rumah yang cukup besar bagi Thea mengingat dia berasal dari keluarga yang sederhana.
Sedangkan Shane yang memang berasal dari keluarga berada tentu saja hal itu tidak seberapa baginya. Entah bagaimana? Shane mampu meyakinkan kedua orangtua Thea juga orangtuanya mengenai pernikahan yang tidak biasa ini. Bahkan Thea tahu kalau keluarga Linda pun merestui hal ini. Sinting memang!
Usai pernikahan, Thea langsung diboyong kerumah barunya. Sebuah hunian yang cukup asri berlantai dua. Lantai satu diisi dengan kolam renang mini indoor yang berbentuk persegi panjang. Dihadapannya ada ruang makan dan balkon dengan televisi yang berukuran 80 inch. Kamar utama sendiri terletak di lantai dua. Rumah itu didominasi dengan warna cokelat sehingga memunculkan kesan hangat.
Shane memang membeli rumah tersebut beserta furniturenya sehingga tak perlu banyak renovasi dan ketika Thea melihatnya dia langsung menyetujuinya.
Thea berjalan ke lantai atas masih dengan mengenakan kebaya silver yang sangat pas ditubuhnya, sementara Shane tampak masih memberikan instuksi ke supir sekaligus assistennya yang tadi mengantarkan mereka kerumah ini.
Usai mencopot sanggulnya, Thea mulai menyisir rambutnya di depan meja rias yang cukup besar, lengkap dengan alat make up. Yang kesemuanya diatur oleh Linda. Shane masuk ke kamar dan duduk di tempat tidur berukuran king dengan seprai dan selimut berwarna putih. Thea melihat dari cermin bahwa Shane sedang menatapnya lekat lalu membuang pandangannya ke jendela, dimana menampakan pemandangan yang cukup menyejukan mata karena ada pucuk-pucuk pohon dari halaman depan rumah.
"Malam ini kamu mau tidur dimana? Aku gak yakin kalau kita akan melakukan hubungan itu," Kekeh Thea, lebih kepada sebuah ledekan. Dia tahu betul bahwa Shane sangat mencintai Linda. Tak mungkin sebegitu mudahnya Shane berpaling dengan wanita lain. Dan Linda juga pernah berkata kalau Shane itu tipe pria yang setia.
Thea pernah melihat kisah serupa dimana lelaki dan wanita yang menikah tanpa cinta. Mereka akan tidur terpisah. Dan tak mau berhubungan sampai ada beberapa hal. Yang membuat mereka berhubungan badan dan itupun butuh waktu.
Thea menyeringai memikirkan hal itu. Tiba-tiba Shane menyergapnya mengecup tengkuk Thea dengan intense menimbulkan gelanyar aneh di benak Thea, dadanya berdesir. Thea benar-benar tak menyadari bahwa kini Shane sudah setengah telanjang dan menekannya dari belakang.
"Shane..." Desah Thea
"Singkirkan pikiran bullshitmu itu Thea, jangan pernah berfikir kalau aku tidak akan bisa melakukan hal itu, bagaimana tidak? Jika selama tiga tahun aku harus berpuasa menahan syahwat karena Linda tidak bisa lagi melakukan itu, kamu fikir itu menyenangkan Theaaa," Shane membalik tubuh wanita yang kini sah menjadi istrinya ke hadapannya. Dia tersenyum lalu mengecup kening Thea yang turun ke hidung dan ke bibirnya lalu bermuara disitu.
Shane memagut Thea tanpa jeda, memainkan lidahnya di dalam mulut Thea sementara tangannya menyesap ke belakang kebaya Thea mencari resleting, dengan sekali tarikan Thea sudah bertelanjang d**a. Ya dia sangat mengetahui bahwa kebaya itu memang dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan bra lagi.
Kini tangannya mulai menjelajah setiap lekuk tubuh Thea, membuat Thea semakin hanyut dengan permainan yang semakin memanas. Thea pun aktif membalasnya. Mereka imbang, sama-sama membutuhkan dan merindukan.
Hingga Shane membawa Thea ke tempat tidur membaringkannya lalu mengecup puncak kenikmatan Thea lama, dan mereka terbuai. Dalam asmara. Mencapai kepuasan bersama.
Thea memang bukan perawan, dia tentu pernah melakukan hal itu sebelumnya, tapi dengan Shane rasanya sangat jauh berbeda, cara Shane memperlakukannya dan membimbingnya hingga mencapai puncak, membuatnya sangat bahagia. Thea merasa menjangkau bintang yang paling tinggi, dia telah mabuk. Dan tidak sebentar karena Shane mampu membuatnya tinggi, lagi dan lagi.
***
Thea terbangun dengan rasa puas yang tak terkira, sudah lama dia mendambakan hal ini. Bibirnya menyunggingkan senyum, ditatapnya lelaki disampingnya. Wajahnya sangat sempurna, hidung mancung, alis tebal, bibir yang berwarna kemerahan, juga bulu mata yang panjang.
"Sampai kapan kamu mau natap wajah aku, lama-lama bisa bolong kalau kamu tatap kayak gitu," Shane melingkarkan tangannya ke pinggang Thea. Yang dipeluk langsung memalingkan wajah dan membalikkan badan. Sementara Shane semakin mengetatkan pelukannya menekan sesuatu di bawah sana.
"Shane,,,"
"Hmmm" Shane hanya berdehem dan menciumi pundak Thea seolah tak ingin wanita itu pergi dari peraduannya.
"Aku capek,"
"Sama yang dulu lebih hebat mana The?"
"Gak usah ngomongin b******n itu Shane!"seloroh Thea dia mengerucutkan bibirnya, tapa perlu ditanya sebenarnya Shane jauh lebih unggul dibandingkan mantannya, yang kadang Thea fikir mempunyai penyakit Ejakulasi Dini (ED).
Shane melancarkan aksinya lagi, dia tak ingin berhenti sebelum Thea mengakui kehebatannya.
Hingga akhirnya Thea menyerah dan bilang kalau dia seribu kali lipat lebih hebat dibanding b******n yang telah menghianatinya beberapa tahun silam.
Setelah mandi Thea turun, perutnya sudah mengeluh minta diisi. Bayangkan selama 14 jam mereka bergumul seolah tak ada hentinya. Membuat tubuh Thea terasa lelah. Dia membayangkan akan memesan makanan fast food, tapi ternyata di meja makan telah tersaji hidangan yang cukup membuat Thea meneguk ludah. Dilihat rumahnya kosong, lalu siapa yang menyiapkan ini semua?
"Kemarin aku pesen ke asisten aku untuk menyiapkannya pada saat makan siang," seolah menjawab pertanyaan Thea, Shane berjalan ke meja makan, sebelumnya dia menyalakan musik di cd player tak jauh dari situ.
Thea pun duduk di kursi meja makan bersiap menyantap makanannya.
"Tiga hari lagi, ada asisten yang merapihkan rumah, semua urusan rumah diserahkan ke dia aja, jadi kamu gak perlu capek."
"Terus selama tiga hari ini kamu dimana?"
"Sama kamu lah," ucap Shane sambil mengusap paha Thea dengan tangan kirinya.
"Shaneee,,," Gumam Thea lirih.
***