Seri #1 Om Bule Suamiku
seri #2 Bukan Istri Pilihan
seri #3 Kawin Paksa
seri #4 Safira/jadi satu di lapak seri #2
seri #5 Istriku Bukan Kekasihku
seri #6 Beautiful Bodyguard (Insya Allah bulan depan rilis)
seri #7 Sakha Shinta
seri #8 I Love You Aunty/gabung diseri 3
Kutundukan wajahku dalam, kupanjatkan doa dalam diam.
Ya Allah ....
Jika ini takdir MU ya Allah, berikan ridho MU, limpahkan berkah MU, mudahkan segalanya, berikan keikhlasan di hatiku, hati keluargaku, juga hati dia yang akan menjadi istriku Aamiin.
Mungkin ini hukuman dari Allah, atas dosaku yang sering mematahkan hati para wanita.
Mungkin ada doa-doa dari para wanita yang hatinya terluka itu, yang ENGKAU kabulkan.
Camila, kekasih yang sudah ku pacari selama lebih dari setahun, yang sudah ku pinang untuk menjadi istri, meninggalkan aku sesaat sebelum hari pernikahan kami tiba.
Camila adalah sepupu dari Uncle Andrian, yang merupakan suami dari adik bungsu Ayahku, yaitu Aunty Andriani.
Ibu Uncle Andrian, adalah kakak dari Ibu Camila.
Pernikahan ini seharusnya dibatalkan. Tapi keluarga Camila tak ingin menanggung malu, mereka memberikan mempelai wanita pengganti, untuk aku nikahi.
Apakah aku sedih?
Entahlah ... yang pasti aku ikhlas, yang kupikirkan hanya bagaimana nanti tanggapan keluargaku, itu saja.
Flashback
Papi meminta aku datang sendirian ke rumahnya. Katanya ada yang harus dibicarakan, dan diselesaikan mengenai berkas surat nikah.
Pagi itu aku datang ke rumah Papi.
Saat kami sudah duduk berdua di ruang kerjanya yang ada di rumah Papi.
Papi memberitahu, hal yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya.
Camila, dia kabur entah ke mana, tadi malam.
Hanya ada satu lembar surat yang ditinggalkan.
Surat yang kini ada di tanganku, mataku membaca dengan seksama kata demi katanya.
Maafkan Mila.
Mila tak bisa menikah dengan kak Satria.
Maafkan Mila.
Mami, dan Papi.
Mila punya pria lain yang lebih Mila cintai, dan lebih mencintai Mila dibanding kak Satria.
Tak perlu mencari Mila, Mila baik-baik saja ,dan bahagia.
Apa aku terluka.
Entahlah, rasanya tidak juga.
Anehnya aku merasa lega.
Mengapa lega? Aku tak tahu jawabnya.
"Apa ada masalah di antara kalian yang Papi tidak tahu, Satria?"
Aku menggeleng, karena menurut pikiran, dan perasaanku, memang tidak ada sesuatu yang terjadi pada hubungan kami.
Tapi kenapa Mila neninggalkan aku, dengan seseorang yang katanya lebih mencintainya, dari pada aku, dan lebih dia cintai.
Apa salahku, sehingga dia berpaling disaat pernikahan sudah di depan mata.
Aakhhh ... Mila, andai kau jujur dari awal, tak akan terjadi pernikahan ini.
"Tolong, Nak Satria, Papi mohon, jangan batalkan acara pernikahan, dan resepsinya." Pak Omar, Papi Camila, mencoba membujukku.
"Tapi Camila yang meninggalkan saya, kalau tidak dibatalkan, saya harus menikah dengan siapa?" tanyaku bingung.
Bukankah Camila yang meninggalkan aku, harusnya Camila, yang dibujuk agar jangan pergi.
"Papi, dan keluarga tidak akan bisa menahan rasa malu, kalau sampai ini semua batal, begitu juga pasti keluargamu."
"Tapi saya harus menikah dengan siapa?" tanyaku bingung.
"Siti."
"Siti?" tanyaku, refleks keningku berkerut.
Namanya memang pasaran, tapi aku belum pernah mendengar nama itu disebut oleh papi, mami, atau Camila.
"Ya, Siti, kakak Camila, adik Camelia, kami sudah merundingkan hal ini dari semalam," jawab papi pasti.
"Kakak Camila? Bukannya Camila hanya punya satu kakak, Kak Camelia?" tanyaku semakin bingung.
Lagi pula kalau dia kakak Camila, mungkin saja usianya diatasku, karena selisih usiaku, dan Camila hanya satu tahun.
"Ya, kakak satu Ayah, lain Ibu," jawab papi dengan suara pelan, seakan jawaban itu melukai dirinya sendiri.
"Maksud, Papi?"
Papi menghela nafas panjang.
"Siti, dia anak Papi, dari wanita lain, selain Mami."
Beliau diam sesaat, wajah tua diusia menjelang enampuluh tahun itu, terlihat semakin tua.
"Nanti saja Papi ceritakan, Satria, sekarang Papi mohon, kerelaan hati kamu untuk menerima Siti, sebagai pengantinmu. Tolong hindarkan kami dari rasa malu." Mata tua itu menatapku, dengan pancaran penuh permohonan.
Kuhirup udara sebanyaknya, untuk melenyapkan rasa sedikit sesak di d**a.
Aku terdiam sesaat.
"erapa usianya, Pi, karena aku, dan Mila hanya terpaut setahun. Mila dan Kak Camelia terpaut empat tahun."
"Siti lebih tua dua tahun darimu, Satria, tapi jangan membayangkan wajahnya lebih tua dari Mila. Karena Papi yakin, kamu akan terkejut nanti, dan tak menyangka, kalau usianya sudah dua puluh delapan tahun," jawab Papi.
"Maaf, Pi, dia ... ehmm, dia belum pernah menikah?"
Papi tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya.
"Belum, dia masih gadis, Satria, dan Papi yakin, masih perawan."
"Maksud, Papi?"
"Maksud Papi, jaman sekarang banyak gadis, tapi tidak perawan, nah kalau Siti, Papi bisa jamin, dia masih perawan." Papi meyakinkan aku.
Aku tidak mengerti, kenapa aku, dan papi membahas soal itu, padahal toh Siti hanya mempelai pengganti, untuk menghindari rasa malu, yang sebenar nya tetap akan jadi bahan pertanyaan banyak orang, karena mempelai wanita berbeda nama, dan mungkin juga dengan sosoknya.
Sekali lagi, mempelai pengganti, bukan istri pengganti, meski saat akad nikah, tetap namanya yang akan kusebut.
"Bagaimana, Satria, Papi mohon dengan sangat, kamu bisa memenuhi keinginan kami di sini, soal keluargamu, biar Papi nanti yang menjelaskan setelah akad nikah," mohon papi dengan suara penuh harapan.
Aku diam sesaat, berpikir sejenak
"Ya, Pi, baiklah," jawabku akhirnya.
Tak terpikirkan olehku, seperti apa rupa, dan sosok seorang Siti.
Siti ... nama itu nama yang banyak digunakan orang, aku tidak bisa menduga-duga seperti apa dia.
Meski papi mengatakan Siti putrinya, tapi aku tak bisa membayangkan wajahnya.
Camila sangat cantik.
Perpaduan dari papi yang Turki- Indonesia, dan mami yang Jerman- Indonesia.
Lalu bagaimana dengan Siti.
Cantikkah dia?
Baikkah dia?
Cerdaskah dia?
Hhhh ....
Aku sudah terlanjur menyetujui kemauan papi, tanpa pikir panjang lagi.
Flashback end.
BERSAMBUNG