When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Al?" Sentuhan di pundaknya yang tiba-tiba sontak membuat Alya terlonjak kaget, lamunan tentang Marcello pun seketika lenyap entah kemana. "M-mas?" Alya menoleh dengan raut muka panik—layaknya orang yang tengah terpergok mencuri. Kedua alis Galih saling tertaut, "Kau melamun?" selidiknya dengan tatapan intens. Alya menggeleng cepat, "Ti-tidak, Mas." elaknya. "Benarkah? Tapi tadi sewaktu aku panggil-panggil kau tidak menyahut sama sekali, baru ketika aku menyentuh pundakmu kau malah terkejut." ungkap Galih mengatakan yang sebenarnya. Alya mencoba mencari alasan, "Ah, itu. Aku hanya sedang memikirkan materi untuk besok. Ya, itu." 'Jangan sampai Mas Galih tahu kalau aku sedang melamun kan bocah ingusan itu.' gumamnya dalam hati. "Ayo, Mas! Lebih baik kita makan sekar