Pertandingan ketiga sudah resmi dimulai, Abbas dan Cherry telah siap bertarung melawan Paul yang merupakan mentor mereka sendiri, tapi saat dua kubu saling bertemu dan menyapa di tengah lapangan, Sang Mentor secara kesal membentak dan memarahi Cherry karena gadis itu hendak menyentuh jubah hitam yang dikenakannya.
Sebenarnya omongan yang Paul lontarkan tidak begitu kejam dan kasar, tapi anehnya Cherry mendadak terdiam dalam tatapan yang kosong, seperti orang yang sangat depresi hingga tidak bisa memasang ekspresi apa pun di wajahnya selain kehampaan.
Otomatis, perilaku Cherry jadi menimbulkan sebuah pertanyaan besar di tiap benak para penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut.
Soalnya, Cherry sebelumnya sangat berisik dan riang, bahkan beberapa penonton gendang telinganya ada yang terluka karena mendengar lengkingan-lengkingan yang gadis mungil berambut merah muda itu lontarkan dari mulut imutnya ke mikrofon yang ada di pipinya. Tapi sekarang Cherry malah jadi diam dalam keheningan, setelah dimarahi oleh Paul, bahkan tidak ada reaksi dan respon sama sekali, membuat situasi jadi aneh dan membingungkan.
Abbas sempat menyentuh bahu Cherry dan menanyakan kondisinya, sayangnya tidak ada jawaban sama sekali. Sorotan matanya begitu kosong, hampa, dan menyeramkan.
Melihat salah satu lawannya tampak pasif seperti itu, Paul mengungkapkan bahwa dia akan mengambil kesempatan itu untuk menghabisi Cherry, sontak Abbas langsung bereaksi untuk melindungi pasangannya dengan memanggul badan gadis mungil itu ke pundaknya dan berlari mundur ke lokasi yang agak jauh dari posisi Sang Mentor.
Jelas, Abbas melakukan itu karena tidak tega dan tidak mau pasangannya diserang dalam keadaan yang sedang hampa begitu, dia ingin meninggalkan Cherry di tempat yang aman dan dirinya pergi bertarung melawan Paul. Cherry pun benar-benar diturunkan dari pundak Abbas di lokasi pinggir lapangan, setelahnya lelaki tinggi berkulit hitam itu pamit pergi pada pasangannya untuk kembali ke hadapan Paul, untuk bertarung melawan orang itu.
Tentu saja, masih tidak ada jawaban sama sekali.
“Jadi, kau mau mengalahkanku sendirian di pertandingan ini, hah?” tanya Paul dengan memasang muka sarkastik, satu alisnya dinaikan dan bibirnya menyeringai jahat, seolah-olah lawannya adalah makhluk yang sangat bodoh dan lemah. “Tidak masalah, kau bisa melakukan apa pun sesukamu di sini, tapi jangan harap kau mampu memenangkan pertandingan ini hanya dari kekuatanmu saja, karena pasangan yang tidak bekerja sama, adalah lawan yang sangat lemah bagiku!”
Usai bilang begitu, Paul langsung melesat ke hadapan Abbas untuk melakukan p*********n pertama dengan mengangkat satu lengannya yang kekar untuk menghantamkan kepalan tangannya ke muka si lelaki tinggi tersebut. Sadar ada bahaya, Abbas menekan kaki kanannya dan menggerakan pinggangnya ke kiri untuk menghindari serangan dari Paul, beruntungnya berhasil, ayunan tangan Sang Mentor tidak mengenainya, tapi p*********n tidak berhenti di situ saja.
Kesal karena serangan ayunan tangan kanannya tidak mengenai Abbas, Paul langsung mengangkat dengkul kaki kirinya dan BUG! Melambung dan menusuk ke perut Abbas sehingga si lelaki tinggi itu mengerang sakit dan memuntahkan sedikit cairan akibat penekanan di area pusarnya. Selepas melakukan p*********n itu, Paul mendorong keningnya dan BAG! Menghantamkan dan bertabrakan dengan dahi Abbas sehingga menimbulkan berkas kemerahan di area tersebut, begitu juga dengan mentornya yang tertampak bekas hantaman berwarna serupa akibat tabrakkan kepala tersebut.
“Urgh!” Abbas jadi mendadak pening karena kepalanya dihantam oleh kening Paul. Mencari aman, Abbas memundurkan posisinya sedikit lebih jauh dari Paul untuk menenangkan rasa pusingnya. “Ini sangat sakit.”
Paul menyeringai dan mengelap air liur di bibirnya, dia senang karena serangan-serangan beruntunnya berhasil mengenai Abbas, rasanya sangat menyenangkan melihat lawannya kesakitan dan menderita akibat penyerang-p*********n yang dilepaskannya. Masih belum puas, Paul segera berlari mendekati Abbas dengan gesit, setelah sudah sangat dekat, ia mengayunkan pukulan tangan kananya untuk menghajar hidung lawannya, tapi sayangnya,
BUAG!
Abbas malah mengangkat tangan kanannya dan menurunkan sikutan lengannya tepat ke pundak Paul sampai mentornya terbanting sangat keras ke tanah lapangan, mencium permukaan pasir dengan hantaman yang cukup menyakitkan. “ARGH!” Rasa nyeri langsung membuncah dan menyebar di punggung dan bahunya, bahkan juga ke kepalanya. Itu sangat perih.
“Sebenarnya aku tidak mau menyakiti mentorku sendiri, karena mau bagaimana pun, kau adalah orang yang telah menolongku, Paul,” kata Abbas yang kini sedang berdiri gagah di depan Paul yang tertelungkup di permukaan tanah. “Tapi aku tidak ingin kalah di pertandingan ini, karena ada Cherry yang harus kulindungi. Jika aku kalah melawanmu, maka Cherry juga ikut kalah, dan aku tidak mau itu.”
Mendengar perkataan-perkataan yang diungkapkan oleh Abbas, membuat beberapa penonton jadi terenyuh dan tersentuh, dia jadi menilai bahwa lelaki tinggi berambut abu-abu dan berkulit hitam itu punya hati yang baik dan bersih, dia memiliki jiwa pelindung bagi orang-orang yang disayanginya.
Abbas juga tampaknya bisa mengendalikan emosinya karena sedari tadi dia tidak pernah menunjukan amarahnya saat direndahkan atau dihina oleh Paul, malah sebaliknya, dia terlihat begitu tenang dan damai, seolah-olah tidak begitu mempedulikan apa pun yang dikatakan oleh lawannya sehingga para penonton jadi semakin bersimpati pada tingkah lakunya.
Membangunkan tubuhnya untuk berdiri tegak, Paul menopang dua tangannya ke tanah lalu mulai menegakkan badannya di depan Abbas, meski jubah yang dikenakannya jadi kotor tertimpa debu dari permukaan tanah lapangan, tapi Sang Mentor tidak merisaukan itu. Wajah marahnya sekarang bukan karena jubahnya yang jadi kotor, melainkan tidak sudi dirinya dipukul dan dibantingkan ke tanah oleh Abbas, dia tidak mau kalah di pertandingan kali ini. Paul ingin memenangkan pertarungan, dia akan berjuang sekuat tenaga untuk menghabisi Abbas dan Cherry di pertandingan ini.
“Tenagamu memang luar biasa,” ucap Paul dengan mendecih jengkel. “Dibandingkan Lizzie, Colin, dan Jeddy, kau lebih kuat dari mereka, karena badanmu sangat besar dan berotot, aku yakin kau bisa saja mengalahkanku dalam sekejap, itupun diukur dari berat badan kita,” jelas Paul dengan menggeram seperti serigala yang sedang marah. “Tapi jika bicara soal pengalaman, pengalamanku lebih banyak darimu, aku sudah sering berhadapan dengan orang-orang tinggi sepertimu dan aku percaya diri dengan kemampuan bela diriku. Intinya kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku sedikit pun, b******k!”
Menggelengkan kepalanya, Abbas angkat suara, “Aku tidak menganggap tubuh berototku ini sebagai alat untuk menyakiti seseorang, karena itu bertentangan dengan peranku sebagai seorang pahlawan,” kata Abbas, yang juga didengar oleh seluruh penonton. “Aku ingin tubuh kekarku ini bisa melindungi orang-orang yang membutuhkan pertolongan, aku senang kalau otot-ototku dapat membuat semua orang merasa aman di dekatku, karena itulah aku menyerangmu juga karena ingin melindungi Cherry dan memenangkan pertandingan ini. Hanya itu saja, yang ada di pikiranku.”
“Sudah kubilang, kan? Kau itu tidak akan bisa mengalahkanku, k*****t!”
Sudah terlalu muak, akhirnya Paul langsung menerjang Abbas dengan hantaman tangannya, Abbas berhasil menghindarinya. Tak sampai di situ, Sang Mentor mengayunkan sikutan lengannya ke leher Abbas, beruntungnya lagi, ia membungkukkan badannya sejenak membuat sikutan tangan Paul tidak mengenainya.
Merasa terlalu dekat, Abbas berniat memundurkan langkahnya, sayangnya, Paul langsung mengayunkan tendangan kaki kirinya ke pinggang Abbas dan BAG! Tendangannya berhasil mengenai si lelaki tinggi berambut abu-abu itu dan ia jadi tergelincir ke tanah.
Mengangkat kembali badannya secepat mungkin, Abbas langsung mengaktifkan penglihatan robotnya untuk memindai tubuh bagian dalam Paul. Ketika Paul berlari mendekatinya, Abbas tersenyum tipis karena dia telah menemukan beberapa titik lemah dari Paul berkat penglihatan robotnya tersebut.
Karena itulah Abbas langsung mengangkat tangannya dan GRAB! Mencengkram dua pundak Paul saat orang itu sampai di depannya. Bertanya-tanya apa yang mau dilakukan oleh Abbas, Paul berseru-seru, “Singkirkan tanganmu dari pundakku, b******k!”
Dan baru saja Paul berteriak, Abbas langsung mendorong kepalanya ke depan dan BAG! BAG! BAG! Menghantam-hantamkan keningnya sekuat mungkin ke dahi Sang Mentor, menciptakan suara-suara tubrukkan yang menyakitkan.
“B-b******k!” Dahi Paul benar-benar jadi merah pekat, dan rasa pusing langsung mencekiknya, bahkan ia jadi terasa mual.
Melihat Paul akan memuntahkan cairan tubuhnya, Abbas segera melepaskan cengkraman tangannya dari pundak-pundak mentornya dan membiarkan Sang Mentor mengeluarkan segala yang ada di kerongkongannya. Paul pun secara refleks langsung membungkukkan badannya dan lehernya bergetar-getar saat muntahnya dikeluarkan semua.
“K-Kepalaku pusing sekali, hah.. hah… hah..,” lirih Paul dengan posisi masih membungkuk dengan dua tangan menumpu di dengkul-dengkul kakinya, napasnya terengah-engah dan wajahnya tampak lelah dan berkeringat. “Kau curang, b******k! Menghantam-hantamkan kepala kita sekuat itu! Tapi kenapa kau baik-baik saja? Padahal kepala kita sama-sama ditubrukkan!? Mengapa kau tidak merasa pusing sepertiku, k*****t!”
“Entahlah,” jawab Abbas dengan suara baritonenya yang begitu berat dan tenang. “Aku juga tidak mengerti, tapi aku senang jika seranganku telah membuat lawanku menderita.”
“Heh! Aku tidak menderita, b******k!” Paul segera menegakkan badannya kembali dan berseru pada Abbas dengan dua alis yang ditekan. “Aku begini karena tubuhnya bereaksi secara alami! Tapi aku tidak menderita sama sekali! Jangan pernah berpikiran seperti itu, k*****t!”
“Baik,” kata Abbas, menganggukkan badannya. “Sekarang bagaimana? Apakah masih terasa pusing? Kalau kau tidak mampu untuk melanjutkan pertarungan, aku tidak keberatan jika kau menyerah dalam pertandingan ini demi keselamatan dan kenyamanan tubuhmu, Paul.”
Merasa direndahkan sebegitu rendahnya oleh Abbas, Paul langsung mengamuk, matanya memerah, urat-urat di seluruh tubuhnya jadi menegang dan menonjol, rahang-rahangnya bergelemetuk seperti batu, tangan-tangannya terkepal kuat, dan ia jadi menggeram dengan geraman yang sangat panjang.
Tanpa ba-bi-bu lagi, Paul langsung melompat tinggi dan menerjang Abbas dari udara, tinjunya sudah bersiap untuk dihantamkan, dan saat sudah dekat, lawannya malah menghindar ke samping kiri, dan kerennya ia mengetahuinya dan mengangkat tendangan kakinya, lalu,
BUAG!
Sebuah tendangan kencang berhasil mendarat ke belakang kepala Abbas, sampai orang itu jadi terhuyung-huyung menyeimbangkan posisi berdirinya. Tidak mau diam saja, Abbas juga mengambil kesempatan itu untuk membalas serangan Paul, tapi sayangnya saat tangannya baru saja diangkat untuk diayunkan ke arah Sang Mentor, tiba-tiba saja punggungnya dicengkram dan didorong kencang hingga akhirnya badannya tergelimpang dan terguling ke permukkaan tanah.
Abbas jadi tergeletak di depan Paul oleh dorongan tangan itu, dan di dekatnya Sang Mentor terlihat sangat menakutkan karena dua kelopak matanya benar-benar memelotot lebar dengan napasnya yang menderu-deru seperti banteng.
“Dengar ini, aku paling tidak suka pada orang yang terlalu sombong hingga menganggap diriku ini tidak mampu untuk bertarung lagi, heh! Kau pikir aku selemah itu, hah!? Kau pikir aku serendah itu, hah!?” Sambil mengatakannya, Paul menginjak-injak badan Abbas tanpa ampun. “Kau pikir aku butuh kebaikan hatimu, hah!? KAU PIKIR AKU INI SIAPA, k*****t!”
Injakan-injakannya jadi semakin kejam karena tekanannya jadi lebih kuat dari sebelumnya. “Aku tidak butuh rasa kasihanmu! Kau tidak usah memikirkan kondisiku! Aku muntah itu bukan karena aku lemah! Kau seharusnya memikirkan kondisimu sendiri, b******k! Karena sekarang sedang berhadapan dengan orang yang brutal! Sedikit saja kau meremehkanku, aku tidak akan segan-segan untuk menghabisimu di sini! YA! KAU BISA SAJA KUBUNUH DI SINI!”
Seluruh penonton terbelalak mendengarnya, mereka juga tidak kuat melihat Abbas diinjak-injak oleh Paul, itu pemandangan yang sangat mengerikan. Paul terlalu kejam jika sedang mengamuk, bahkan bisa mengambil nyawa orang lain tanpa ampun, amarahnya telah menenggelamkan perasaannya hingga tidak peduli pada siapa lawan yang sedang dihadapinya. Leo hanya tertawa terbahakk-bahak menyaksikannya, sementara Gissel sangat geram melihat perilaku Paul.
Mentor-mentor yang lain pun, tidak suka pada kekejaman yang dilakukan Paul pada pahlawannya sendiri, itu sangat berlebihan dan tidak wajar.
“Bunuh-membunuh, ya?” Namun, tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkan seluruh penonton di arena, begitu juga dengan Paul dan Abbas, mereka berdua sedikit menoleh ke seseorang yang barusan bersuara, dan itu adalah Cherry.
Gadis mungil berambut merah muda yang mengenakan gaun pendek itu, masih berdiri di pinggir lapangan, dan kesadarannya sudah kembali, tidak lagi merasa kosong seperti sebelumnya. “Tadi, Paul bilang, bunuh-membunuh, ya? Waw! Cherry suka itu, bunuh-membunuh adalah keahlian Cherry, loh!”
Cherry mengatakan hal sebrutal itu dengan tersenyum riang, persis seperti gadis belia yang gembira karena dibelikan baju favoritnya. Perlahan-lahan, Cherry melangkahkan kakinya, membawa dirinya mendekat dan mendekat ke sosok Paul yang kakinya sedang menginjak d**a Abbas. Gadis itu berjalan dengan sangat pelan, seperti seorang pembunuh yang hendak menakut-nakuti mangsanya.
“Paul tahu tidak? Kalau Cherry ini sangat suka dengan warna merah muda, boneka-boneka lucu, anak kecil, dan juga bunuh-membunuh!” pekik Cherry dengan terkikik-kikik gila. “Sebenarnya Cherry tidak tega membunuh orang yang tidak bersalah, karena Cherry masih punya perasaan, loh! Cherry juga manusia! Sama seperti kalian semua! Tapi,”
Mendadak sisi gelap Cherry mulai diaktifkan, matanya melotot, bibirnya menyeringai, suaranya ditekan dan kepalanya dipiringkan. “… kalau orangnya sebobrok Paul sih, Cherry tidak keberatan jika membunuhnya, atau bahkan memotong-motong tubuhnya, atau mungkin menggorengnya hingga gosong, atau bisa juga, membakarnya sampai menjadi abu. Itu semua dapat dilakukan selama orangnya sebobrok, sejahat, dan setolol Paul.”
“Kau pikir aku bakal takut padamu, hah?” Paul juga memelototi Cherry dengan buas, gigi-gigi tajamnya saling bergelemetuk, dan napasnya mender