Pertandingan kedua ini berjalan secara tidak wajar karena seluruh penonton dibuat kebingungan oleh tingkah dan gelagat Paul yang seakan-akan mendengar suara-suara aneh yang hanya bisa didengarnya, seperti suara tembakan pistol dan jeritan-jeritan seorang perempuan, semua itu terjadi setelah Isabella Melvana melakukan suatu ritual yang membuatnya berjalan memutari Paul dalam jarak 5 meter, lalu duduk bersila di permukaan tanah dengan mata terpejam dan dua tangan saling merapat di depan d**a.
Sampai akhirnya terjadilah kejadian-kejadian aneh yang hanya bisa didengar oleh Paul seorang.
Sebelumnya Jeddy juga sempat memberikan suatu pergerakkan seperti orang yang seolah-olah menodongkan dan menembakkan peluru dari pistol yang dipegang di tangannya ke arah Paul meskipun saat itu jelas sekali bahwa ia sama sekali tidak memegang apa pun selain tangan kosong, dan itu membuat lawannya berpikir mungkin perilaku Jeddy pun ada kaitannya dengan suara-suara tembakan yang didengarnya sehingga dia jadi merasa kalau semua ini hanyalah dimensi lain yang menyebabkan dia jadi seperti sedang berhalusinasi dalam keadaan tersadar.
Dan itu dibuktikan secara gamblang saat dia menemukan wajah Isabella yang sangat besar muncul di langit, menampakkan diri dengan wujud raksasanya yang cukup membuat Paul ngeri melihatnya, dan di saat yang bersamaan, wajah besar dari perempuan berambut merah itu juga menjelaskan padanya bahwa semua yang tadi didengarnya adalah hasil dari penghipnotisannya yang sering dia lakukan untuk menggoda para pelanggan agar terus tertarik untuk b******a dengannya, sayangnya untuk kasus ini, Isabella menggunakan kemampuan penghipnotisannya agak sedikit liar dan menyeramkan sebab ini adalah sebuah pertarungan dan dia harus memenangkan pertandingan ini bersama Jeddy agar bisa lolos ke babak selanjutnya.
Menyadari hal itu, tentu saja Paul tidak mau diam saja, dia pun mencoba melakukan sesuatu dengan berteriak-teriak sejenak.
“B-b******k!” raung Paul, yang tentu saja suaranya juga didengar oleh semua penonton yang menyaksikan, juga didengar oleh wujud wajah Isabella raksasa yang ada di dimensi yang lain. “KALAU KAU BERTARUNG DENGAN CARA SEPERTI INI, KAU AKAN KUCINCANG SAMPAI HABIS, ISABELLA!”
Tersenyum tipis, tidak begitu terpengaruh oleh ancaman yang dikemukakan oleh Paul, Isabella Melvana yang ada di dunia nyata hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menimpalinya dengan santai. “Cara seperti apa? Bisakah kau jelaskan rinciannya pada para penonton? Mereka tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Paul.”
“Hahahahaah!” Jeddy jadi tertawa mendengar perkataan Isabella yang dipenuhi akal bulus dan tipuan, perempuan itu benar-benar sangat lihai dalam melakukan perannya sebagai penghipnotis. “Isabella, kau sangat hebat! Aku percaya kita bisa memenangkan pertarungan ini!”
Jeddy mengacungkan dua jempolnya dari tepi arena, memuji dan menyemangati pasangannya yang sedang berurusan dengan Paul.
“Tenang saja, aku bisa mengendalikannya sesuka hati, sejauh ini dia masih terperangkap di dalam dunia buatanku, tunggu saja sampai dia mau menyerah dengan sendirinya, aku yakin sebentar lagi dia tidak akan kuat.” Jawab Isabella, menimpali omongan Jeddy dengan gaya yang seksi dan mendesah, seakan-akan seperti seorang perempuan nakal yang menggoda lelaki-lelaki m***m.
“Baiklah! Aku percayakan semuanya padamu, Isabella!”
Di sisi lain, walaupun Paul tampak muak dengan semua itu, dia masih kebingungan dalam mencari cara untuk keluar dari halusinasi tingkat tinggi yang dibuat oleh Isabella, sebab suara-suara yang didengarnya jadi semakin mengerikan, bukan lagi suara-suara tembakan atau pun jeritan-jeritan perempuan, bahkan bertambah jadi lengkingan anak-anak, suara tawa nenek-nenek, hingga petir yang menggelegar-gelegar sangat memekakan.
Sungguh, Paul sampai pucat karena telinganya terus mendengar suara-suara aneh tersebut, apalagi wajah raksasa Isabella masih menampakkan dirinya di langit, seolah-olah sedang menertawakannya dalam kegembiraan yang tiada tara.
Hingga akhirnya, kekesalan Paul sampai di puncak yang tertinggi, seluruhnya tubuhnya jadi memerah, darahnya bergejolak sangat kuat, urat-uratnya tertampak sangat jelas di setiap lekukan badan, lehernya bergetar hebat, gigi-giginya saling bergelemetuk dan dua tangannya terkepal sangat kuat, sampai kuku-kuku jarinya menusuk telapak tangannya sendiri hingga darahnya jadi menetes-netes ke tanah.
Paul sedang berada di mode kemarahannya yang paling buas.
Tidak lagi mempedulikan suara-suara menyeramkan yang muncul di telinganya, Paul langsung melesat ke depan, mendatangi Isabella yang sedang berdiri santai di sana.
Menyadari kedatangan Paul yang super cepat, Isabella segera menjerit, meminta pertolongan Jeddy untuk melindunginya dan terciptalah benturan yang sangat kuat ketika kepalan tangan kanan Paul yang hendak menghajar wajah Isabella ditahan oleh kepala Jeddy sampai akhirnya hidung lelaki berambut hijau itu terhantam oleh hajaran dari Sang Mentor hingga darah segar muncrat dari mulut dan lubang pernapasannya dan ia pun terpelanting agak jauh ke samping, tertubruk-tubruk tanah sampai badannya lecet, karena saat ini orang itu sedang telanjang, hanya mengenakan celana dalamnya saja.
Begitu juga dengan Isabella, yang juga hanya memakai bra dan celana dalamnya saja, membuat lekukan tubuh super seksinya disaksikan secara langsung oleh para penonton di arena.
“ARGH!” Jeddy mengerang kesakitan, merasakan rasa nyeri yang luar biasa dari hidungnya yang barusan terkena hantaman tangan kanan Paul, saat ini ia sedang meringkuk dalam penderitaan yang cukup malang. “S-Sudah lama sekali aku tidak dipukul seperti ini, Bro."
Melihat pasangannya sedang lemah dan tidak berdaya, membuat Isabella menoleh dan kebingungan, karena lawannya masih berdiri di hadapannya sedangkan Jeddy tidak bisa menolongnya lagi untuk kedua kali, sehingga ia harus bisa melindungi dirinya sendiri dari serangan-serangan yang akan dilakukan Paul, meski jujur saja, Isabella tidak percaya diri pada kemampuan bertarungnya.
“Okey! P-Paul!” pekik Isabella, berusaha menunda p*********n selanjutnya yang akan dilakukan Paul pada dirinya, dan itu cukup berhasil karena Sang Mentor jadi agak terdiam dalam geraman saat perempuan itu memanggil namanya. “Aku bisa menjelaskan semuanya! Dan aku berjanji tidak akan menggunakan kemampuan ini dalam pertarungan! J-Jadi bisakah kau tenang dulu? Aku akan menonaktifkan kekuatan ini agar kita bisa bertanding dengan adil, oke!?”
Sayangnya, Paul masih tidak bisa mempercayai segala yang diucapkan oleh Isabella, mengingat perempuan itu memang sangat lihai dalam berbohong dan menipu seseorang sehingga kepercayaannya terhadap Isabella tidak begitu banyak, yang ia yakini pasti orang itu akan melakukan hal curang lainnya selagi lawannya terpaku dengan omongan manisnya. Maka satu-satunya cara agar Isabella bisa takluk dan menyerah untuk tidak lagi menggunakan kekuatannya dalam pertarungan, hanyalah—
PLAK!
Menampar pipinya dengan sangat keras, hingga kepalanya terbanting sedikit ke samping, membuat rambut merah lebatnya yang sangat halus, tergerai mengikuti pergerakan kepalanya. Isabella terkejut karena dirinya benar-benar telah ditampar oleh seorang laki-laki yang merupakan mentornya sendiri, dia tidak pernah menduga kalau ia akan diperlakukan seperti ini oleh orang lain, terutama orang tersebut merupakan seorang laki-laki.
Sungguh, Isabella tidak mempercayainya sedikit pun.
“K-Kenapa kau menamparku?” tanya Isabella dengan memegangi pipi kirinya yang memerah, habis tertampar oleh tangan kasar Paul.
“Itu pelajaran buatmu agar kau tidak lagi curang dalam bertarung melawanku!” oceh Paul, dengan mulutnya yang menggertak-gertak dan menggeram seperti harimau buas. “Aku tidak peduli kau itu siapa, selama kau menjadi lawan bertarungku, aku akan menghabisimu secara adil! Tapi kau di sini malah meleakukan kecurangan! Tentu saja aku marah, b******k!”
Seluruh penonton tercengang mendengar segala yang Paul teriakan pada Isabella, karena sebagian dari mereka masih belum begitu mengerti apa yang dimaksud oleh Sang Mentor sebagai kecurangan, karena yang mereka saksikan sejauh ini, tidak ada kecurangan sama sekali. Pertarungan berjalan dengan adil dan normal, tidak ada yang melakukan kecurangan sedikit pun dari pihak pahlawan.
Lantas, mereka pun jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dimaksud oleh Paul sebagai kecurangan?
“Baik, baik! Sudah kubilang, kan? Aku akan menjelaskannya padamu agar kau memahaminya, tapi kau malah menamparku duluan, bukankah itu jahat sekali? Apalagi yang kau tampar ini adalah perempuan, loh?”
“Aku tidak peduli! Pokoknya kau harus menonaktifkan kemampuan bodohmu itu dan bertarung melawanku secara adil, Isabella k*****t!” bentak Paul, yang tampaknya tidak mau mendengarkan ucapan-ucapan dari perempuan itu sebelum Isabella benar-benar menonaktifkan kemampuan hipnotisnya. “Dan juga jelaskan, mengapa aku bisa terperangkap ke dalam kemampuanmu!?”
“ISABELLA! KITA LAKUKAN RENCANA B!” Mendadak Jeddy berteriak setelah dia terhuyung-huyung berdiri dari permukaan tanah dengan wajah babak belur terhantam hajaran Paul. “AYO! LAKUKAN SEKARANG BERSAMAKU!”
Menoleh kepada Jeddy, Isabella mengangguk, lalu kembali memandangi Paul yang ada di sampingnya. Tentunya Paul merasa kesal karena Isabella menganggukkan kepalanya, yang artinya, perempuan itu hendak melakukan kecurangan lagi pada dirinya dan itu benar-benar membuatnya muak. Cepat-cepat, Paul berteriak pada perempuan itu, hingga teriakannya menggema di arena.
“APA LAGI YANG MAU KALIAN RENCAKAN, b******k!?” ruang Paul dengan suara yang begitu membahana, suaranya mampu menggetarkan gedung saking kuatnya. “KALAU MASIH MAU MENCURANGIKU, AKU TIDAK AKAN SEGAN UNTUK MEROBEK MULUT KALIAN!”
“Sepertinya kau masih belum mengerti sama sekali dengan aturan dari pertandingan ini,” jelas Isabella dengan menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengar Paul menentang keputusannya untuk melancarkan rencana lain dalam memenangkan pertarungan ini.
“Di dalam pertandingan ini, kedua belah pihak diharuskan untuk saling bertarung dengan berbagai cara untuk memenangkan pertandingan, yang juga, bisa diartikan bahwa kami diizinkan menggunakan segala kemampuan kami untuk mengalahkanmu. Apa pun itu.
Dan kemampuanmu yang barusan juga, sama sekali tidak dihitung sebagai kecurangan. Jika memang iya, mengapa Roswel tidak menghentikkan pertandingan ini? Hmm? Jelas sekali karena yang kami lakukan adalah sebuah strategi, bukan kecurangan, dan strategi adalah bagian dari sebuah pertandingan yang adil.”
Usai mengatakan itu, Isabella mendadak membuka sedikit celana dalamnya di hadapan Paul, menunjukkan alat vital milik perempuan, dan karena Sang Mentor tidak mau melihatnya, alhasil lelaki itu langsung membuang mukanya untuk menghindari pemandangan v****r itu, dan Isabella tersenyum senang karena strateginya berhasil.
Menutup kembali celana dalamnya, Isabella langsung melambaikan tangannya pada Jeddy, dan pasangannya langsung berlari sekencang mungkin ke arah Paul yang sedang membuang muka ke arah penonton, tidak menyadari kedatangan dari lelaki berambut hijau itu hingga timbullah sebuah tubrukkan sempurna yang menyebabkan badan Sang Mentor tergelincir dan terbanting ke tanah karena didorong oleh dua tangan Jeddy.
“Eh? Apa ini?”
Namun, bukannya mendarat lemas di tanah, Paul malah merasa tenggelam ke dalam tanah, seperti tercebur ke dalam lautan yang dingin dan gelap, dua tangannya digerak-gerakkan agar bisa kembali ke permukaan, tapi dorongan badannya terlalu kuat, sehingga ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu dirinya dilahap oleh kegelapan yang pekat di dalam air ini.
Napas Paul semakin sesak, sama sekali tidak ada oksigen di sini, gelembung-gelembung tercipta saat ia membuka mulutnya untuk mendapatkan napas, sayangnya yang didapatkannya malah kesesakan yang semakin bertambah.
Kebingungan dan kesendirian, Paul berteriak-teriak di dalam hatinya, meminta pertolongan pada siapa pun yang menyadari kejadian ini, tapi tampaknya, dia sudah sangat jauh dari permukaan.
Ya, tentu saja Paul sadar kalau semua ini pasti hanya sekedar imajinasi yang diciptakan oleh kemampuan penghipnotisan Isabella, tapi cuma karena sadar akan hal itu tidak membuat dia otomatis bisa keluar dari dunia buatan ini. Yang perlu Paul lakukan yaitu meminta bantuan kepada orang luar agar bisa memutuskan ilusi ini, tapi sayangnya Paul sama sekali tidak punya seseorang yang dapat membantunya di situasi ini, mengingat pertandingan ini, dia bertarung sendirian melawan para pahlawannya yang berpasang-pasangan.
Tidak adil memang, tapi begitulah kenyataannya.
Ah, sesak sekali, rasanya kematian akan menjemputnya sebentar lagi. Paul tidak bisa bernapas sama sekali.
“Sepertinya kau sudah menyerah, ya?” Tiba-tiba terdengar suara Isabella di sekelilingnya, membuat Paul jadi kembali membuka matanya dan jengkel. “Tidak perlu cemas, kau tidak akan mati, ini sama seperti sebelumnya, hanyalah halusinasi yang berasal dari kemampuan penghipnotisanku. Kau bisa keluar dengan mudah dari tempat ini jika aku mengizinankanmu untuk keluar. Tapi aku tidak bisa begitu saja mengeluarkanmu, sebelum kau bilang ‘menyerah’ dalam pertandingan ini, bagaimana? Apa kau bersedia, Paul?”
‘DASAR b******k!’ Paul memekik-mekik di dalam hatinya, yang tentu saja didengar oleh Isabella, karena di dalam dunia halusinasi buatannya, perempuan itu bisa mendengar suara hati seseorang jika orang tersebut terjatuh ke dalam ilusi tersebut. ‘AKU TIDAK SUDI BILANG MENYERAH HANYA KARENA HAL SEPELE BEGINI! KAU AKAN MENYESAL JIKA MEREMEHKANKU SERENDAH INI, ISABELLA!’
“Hmmmm, percuma saja, ya? Kau terlalu keras kepala, Paul. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana membujukmu, mungkin yang perlu kukatakan sekarang hanyalah…” Isabella terkikik dalam omongannya. “… Selamat bersenang-senang.”
‘BRENGSEEEEEEEEEEEEK!’ Setelah itu, suara Isabella tidak lagi muncul di sekelilingnya, dan Paul kesusahan untuk bertahan di dunia ilusi itu, karena sekarang dia seperti berada di dalam dasar laut yang sangat gelap dan juga pengap. ‘Aku… ingin bernapas.’
“Kita tunggu saja sejenak,” ucap Isabella di dunia nyata kepada Jeddy, setelah berkomunikasi dengan Paul di dalam dunia ilusinya. “Soalnya dia sulit untuk diajak bicara, bayangkan saja, dia masih tidak mau menyerah meski keadaannya sedang kesulitan. Mentor kita ini benar-benar luar biasa sekali, ya?”
Mendengarnya, Jeddy hanya tersenyum lebar dan menganggukkan kepala. “Hahahaha! Begitulah Paul! Dia memang bukan orang sembarangan! Tidak ada yang bisa mengalahkannya selain dirinya sendiri!”
“Kalau begitu, kita hanya perlu menunggu dia dikalahkan oleh perasaannya sendiri, ya?”