Arsen meyusuri koridor istana pagi ini, hari ini dia berencana untuk mencari tahu sendiri reaksi orang-orang di istana Palaciada terhadap Raja Adrien.
“Selamat pagi dokter,” sapa Hera saat Arsen sampai di depan istana Ratu Zara.
“Selamat pagi Asisten Hera, bagaimana kondisi Yang Mulia Ratu hari ini?” tanya Arsen ramah.
“Beliau sudah membaik berkat resep yang dokter berikan sebelumnya,” jawab Hera semangat dan Arsen mengangguk paham mendengarnya.
Arsen masuk ke kediaman Ratu Zara dan melihat Zara sudah duduk minum teh di ruang tengahnya.
“Selamat pagi Yang Mulia Ratu Zara, semoga kesehatan dan keberkahan selalu menyertai Anda dan keluarga,” sapa Arsen.
Ratu Zara melihat Arsen, sebenarnya jika boleh jujur Rastu Zara ada rasa tak percaya jika Arsen seorang dokter. Karakternya yang berwibawa dia lebih layak menjadi seorang bangsawan daripada hanya dokter biasa seperti sekarang. Sekaligus wajahnya yang rupawan juga cocok berada di kalangan atas daripada bertugas seperti sekarang.
“Selamat pagi dokter Arsen, terima kasih,” ucap Ratu Zara.
“Bagaimana kesehatan Yang Mulia, apa ada keluhan lain?” tanya Arsen sopan tapi matanya mulai melirik kepada Ratu Zara.
“Iya seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Sudah aku katakan jika aku hanya butuh istirahat jadi kamu tidak perlu berlebihan,” balas Ratu Zara cepat tapi sebenarnya ada rasa aneh dalam dirinya dengan pertanyaan Arsen.
Arsen tak ingin berprasangka tapi dia merasakan jika Ratu Zara tak nyaman bersamanya. Namun, Arsen sendiri tak bisa bohong sejak pertemuannya pertama dengan Ratu Zara beberapa hari lalu membuatnya ingin kembali ke istana karena khawatir dengan kondisi kesehatannya.
“Maafkan jika saya lancang Yang Mulia tapi nampaknya Anda tidak nyaman dengan kehadiran saya di sini. Jika memang Yang Mulia tak menyukainya saya akan meminta asisten saya untuk kembali memeriksa Yang Mulia,” jelas Arsen to the point.
Ratu Zara terhenyak dengan ucapan Arsen, sampai Hera ikut menatap interaksi keduanya tapi dia hanya bisa diam saja tak berkomentar.
“Ke-kenapa kamu berpikir begitu?” tanya Ratu Zara terbata dan berdehem untuk meredakan perasaan anehnya ini.
“Cara Yang Mulia memandang saya, intonasi bicara yang terus terang, gerak gerik Yang Mulia yang paling kentara sehingga saya bisa merasakan jika kehadiran saya tidak diharapkan dalam hal ini,” urai Arsen.
Ratu Zara terdiam dengan ucapan dokter muda itu.
“Berapa usiamu?” tanya Ratu Zara tiba-tiba setelah suasana hening menyelimuti keduanya.
Arsen mendongak dan menatap Ratu Zara yang sekarang nampak tenang dan berani menantang tatapannya.
“Saya berusia 36 tahun ini Yang Mulia,” jawab Arsen dengan tatapan yang tak lepas dari Ratu Zara.
Manik mata yang mengikatnya untuk menyelami semakin dalam tapi dia tahu ada banyak perasaan yang tersembunyi di dalamnya dan menyiksa wanita itu selama bertahun-tahun.
‘Apa dia akan merasakan hal seperti ini jika kamu masih hidup Kailash,’ batin Arsen tanpa dia sadari.
“Lakukan tugasmu jika memang itu perlu dan segera pergi dari sini,” sentak Ratu Zara membuat Arsen tersadar dari lamunannya dan mengangguk paham.
Dia mendekati Ratu Zara dan mengeluarkan stetoskop untuk memeriksa kondisi Ratu Zara. Saat stetoskop itu sampai di depan tubuh Ratu Zara, Arsen mengerutkan dahinya dan melirik sekilas kepada wanita itu.
Dia menarik tangan kanan Ratu Zara dan memeriksa denyut nadinya melalui pergelangan tangannya dan menghitungnya dengan jam tangan yang melingkar di tangan Arsen.
“Saya meyakini apa yang Anda alami semua itu berada dalam pikiran dan hati Yang Mulia,” ucap Arsen cepat sambil memundurkan tubuhnya.
Hera menatap Arsen tak suka tapi lelaki itu tak peduli. Ratu Zara diam tak bereaks tapi Arsen melihat ada cengkraman di lengan kursi yang diduduki oleh wanita nomor satu di Palaciada ini.
“Banyak orang menderita penyakit berat dan datang secara tiba-tiba meskipun dia mengikuti gaya hidup sehat dan banyak melakukan hal yang menyenangkan bagi orang lain,” ucap Arsen pelan.
Tatapan lelaki itu mulai tajam kepada Ratu Zara membuat wanita itu sedikit tak nyaman.
“Tapi ada satu hal yang dilupakan dan masih mtidak disadari banyak orang sampai sekarang, yaitu beban pikiran dan perasaan dalam hati mereka,” ucap Arsen sambil menunjuk kepala dan turun ke d4danya.
“Olahraga, makan yang sehat dan bergizi pasti mudah dilakukan oleh semua orang yang memnag ingin sehat. Tapi mereka lupa penyakit juga datangnya dari pikiran dan hati mereka yang selalu dipenuhi dengan keburukan, ketakutan dan kecemasan yang tak menentu,” jelas Arsen.
Hera mendengarkan omongan Arsen dengan seksama dan dia mulai memahami kenapa Ratu Zara sering merasa tidak sehat selama dia ada di istana.
“Dan hal itu juga berlaku untuk Anda Yang Mulia Ratu, jika Yang Mulia tidak bisa mengontrol kecemasan dan ketakutan dalam diri Yang Mulia, bukan tidak mungkin Yang Mulia akan mendapatkan serangan jantung mendadak,” kata Arsen santai.
Tapi semua orang yang mendengar hal itu terkejut termasuk juga Ratu Zara. Dia membulatkan matanya menatap Arsen dan menunjukkan reaksi yang kesal.
“Seingat saya Palaciada memiliki dua istana, kenapa Yang Mulia tak mencoba berlibur di istana yang lain mungkin dengan begitu Yang Mulia akan merasa lebih baik sehingga bisa menemani Pangeran dan Raja lebih lama,” sindir Arsen.
Ratu Zara berdiri dengan cepat membuat asistennya langsung mundur seolah memberi jalan. Arsen masih diam di tempat.
“Beraninya kamu mengajariku soal mengontrol perasaan dan hatiku sendiri. Apa hakmu mengatakan hal itu?” sentak Ratu Zara yang nampak murka.
Arsen bukannya tapi dia tersenyum simpul.
“Saya akan mengajukan permohonan ini kepada Raja Adrien jika Yang Mulia setuju, sebagai dokter saya harus membantu Yang Mulia Ratu memulihkan kesehatan demi rakyat Palaciada,” Arsen masih santai tak merasa bersalah.
Ratu Zara semakin kesal dan meremas tangannya, dia tidak mungkin meluapkan kemarahannya meskipun dia ingin.
“Dokter tidak tahu sopan santun,” gumam Ratu Zara dengan menahan rasa kesalnya.
Arsen melangkah pelan membuat jarak mereka dekat. Dia menatap Rastu Zara tanpa takut membuat Zara makin kesal.
“Karena saya peduli dengan kesehatan Yang Mulia, demi ketenangan batin Anda melihat Raja Adrien hancur dan Palaciada kembali seperti kepemimpinan Kailash,” ucap Arsen pelan.
Deg.
Lelaki itu memundurkan tubuhnya cepat dan dia melihat reaksi Ratu Zara yang kaget dan pucat. Ratu Palaciada itu menatapnya tak percaya.
Arsen tersenyum dengan sorot mata tak bisa dimengerti oleh Ratu Zara. Dia menunduk hormat dan pamit dari sana.
Zara hanya bisa melihat kepergian Arsen dengan tatapan penuh tanya dan cemas. ‘Siapa dia sebenarnya?’ batin Ratu Zara bertanya.
Arsen meninggal istana Ratu dengan santai tapi ada kepuasan tersendiri sudah menyampaikan tanda kepada Ratu Zara. Dia ingat dengan misinya untuk mencari tahu soal kondisi istana sebenarnya.
Dia berjalan menyusuri koridor istana dan pergi ke dapur istana tempat para pelayan banyak menghabiskan waktu mereka. Tapi belum sempat dia melakukannya ponselnya berdering membuat kegiatannya terhenti dan dia berhenti di jalan penghubung istana dalam dengan dapur istana.
“Ada apa Co,” tanya Arsen.
“Kita menemukan alamat itu dan rumahnya, tapi sepertinya dia merubah sedikit nomor rumah itu, jadi kita sempta terkecoh,” ucap Recco.
Arsen terhenyak mendengarnya. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar memastikan tidak ada yang mendengarnya.
“Kita ketemu di rumah lima belas menit lagi,” balas Arsen dan dia menutup panggilannya.
Arsen meninggalkan istana dan melajukan mobilnya cepat untuk sampai ke rumah. Setibanya di rumah dua asistennya sudah siap di ruang tamu dan Arsen mengajak mereka pergi setelah keduanya siap dengan peralatan mereka.
Ketiganya berada dalam satu mobil yang sama dan Arsen mulai bertanya soal hasil penyelidikan mereka selama dalam perjalanan.
“Apa kalian menemukan hal yang mencurigakan di sekitarnya?” tanya Arsen dan Recco menggeleng.
“Mereka benar-benar hidup seperti layaknya rakyat biasa,” jawab Recco.
“Tungg, kamu bilang mereka itu artinnya ada orang lebih dari satu?” selidik Arsen dan Gaston mengangguk.
“Kita melihat ada dua orang yang tinggal di sana, sesekali kita bertanya kepada penduduk sekitar soal mereka tapi yang lain hanya menjawab lelaki itu memang tinggal berdua bersama anaknya,” kata Gaston.
Arsen berpikir soal segala kemungkinan seorang asisten Raja memiliki anak dalam usi yang sudah tak produktif lagi. Mungkinkah jika Dana menikah setelah dia berhenti menjadi asisten Raja.
“Rumah dengan pagar kayu itu Sen, tempat tinggal mereka,” ucap Recco membuyarkan lamunan Arsen.
Arsen melihat bangunan mereka jauh dari kata layak dibanding sekitarnya. Kebanyakan rumah di sini masih menggunakan bangunan semi permanen dan jarak antar rumah berjauhan beda dengan suasana di kota.
Jika dicek kembali memang tempat ini masih masuk dalam kerajaan Palaciada tapi mereka sepertinya tidak mendapat kemakmuran seperti penduduk yang lain. Dan tempat ini memang sangat terpencil dan bahkan bisa saja dilupakan keberadaannya.
Arsen turun dari mobil dan keduanya mengikuti. “Kita bawa hidden cam aja, semuanya letakkan di sini,” perintah Arsen dan keduanya mempersiapkan sesaat.
Sambil menunggu Arsen mengedarkan keadaan sekitar, dia merasakan ada aura yang berbeda dalam wilayah ini tapi dia tak tahu apa.
Arsen memimpin di depan setelah semua siap. Lelaki itu mengetuk pintu tiga kali dan tak lama muncul pria muda yang dia taksir umurnya tak beda jauh dengan dirinya.
Tapi saat pria itu membuka pintu dan melihat wajah Arsen sontak dia langsung menutup pintu kembali membuat Arsen dan yang lainnya curiga. Arsen menghalangi pintu yang hampir saja tertutup itu dan dengan bantuan Gaston pintu berhasil terbuka dan pria itu jatuh tersungkur.
Gaston sigap menangkap pria itu dan Recco menutup pintu untuk menghindari kecurigaan warga. Mendengar suara ribut di depan seorang pria dengan kursi roda datang.
“Reynold, Rey, katakan ada apa,” teriak pria itu memanggil nama seorang pria yang membuat semua orang menoleh. Dari semua orang itu yang paling terkejut adalah Arsen bahkan tubuhnya menegang seketika melihat sosok di hadapannya.
“Impossible.”
******