Part 11

1834 Words
Kebanyakan siswa membenci hari Senin dan berandai-andai hari Minggu lebih lama dari biasanya. Berbeda dengan Gemintang yang mengawali pagi dengan senyum merekah, langkah yang ringan dan tentu saja menyapa setiap orang yang ditemuinya. Sontak saja mendapat tatapan aneh dari teman-temannya. Sikap Gemintang yang biasanya pendiam dan tidak terlalu banyak bicara, terasa aneh dengan sikapnya pagi ini yang lebih ramah. “Duarr…” Gemintang mengagetkan Erika dan Aisyahrani yang berjalan bersama. “Astaga sialan lo” umpat Erika sedangkan Aisyahrani hanya mengelus-elus dadanya yang kaget dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Gemintang hanya tertawa cekikikan melihat reaksi kedua sahabatnya. “Idih ceria banget lo, habis jalan bareng Ronald” sindir Erika. “Hahaha…gitu ya? Masa sih? Emang keliatan?” tanya Gemintang menatap keduanya. “Iya bener, aduh bahagia banget sih. Ceritain dong,” pinta Aisyahrani. “Ehm…ada deh. Rahasia” disertai tawa Gemintang kemudian berjalan mendahului kedua sahabatnya, untuk menghindari pertanyaan kedua sahabatnya. Gemintang merasa belum waktunya menjelaskan bahwa kebahagiaannya hari itu, bukan karena Ronald tapi karena Banyu. Pertemuan kemarin membuatnya merasa hubungan mereka selangkah lebih maju dibandingkan dahulu. Tetapi Gemintang paham, bahawa situasi saat ini agak kurang menguntungkan baginya. Statusnya yang diketahui sebagai pacar Ronald membuatnya serba salah dan mungkin saja harus merahasiakan kedekatannya, sementara waktu. “Gem, aku minta maaf yah soal kemarin” sapa Ronald yang baru saja datang. Dia menghampiri meja Gemintang seperti tahanan yang berdiri di depan meja hakim. Ada perasaan bersalah di hatinya membuat Gemintang pulang sendiri kemarin. Bagaimana jika terjadi apa-apa dengannya. “Ehm, kamu ngerasa salah gak?” tanya Gemintang menatap Ronald dengan tatapan sinis. Sedangkan kedua sahabatnya Erika dan Aisyahrani saling memberi kode dengan tatapan mata. Seolah-seolah bertanya apa maksud dari pembicaraan mereka berdua. Setahu mereka pagi ini Gemintang terlihat bahagia, tetapi kedatangan Ronald membuat raut wajah Gemintang berubah menjadi jutek. “Iya aku salah, aku minta maaf yah” balas Ronald sembari mengelus tengkuknya ringkih. Salah tingkah dan membuatnya risih ditatap oleh beberapa temannya. “Ehm iya. Aku maafin. Tapi itu terakhir kali kamu giniin aku,” Gemintang merasa perlu memberi kesempatan kedua dengan Ronald. Lagian juga dia bisa pulang dengan selamat dan orang tuanya juga tidak memarahinya. Ini belum termasuk kesalahan fatal. “Iya aku janji.” Ucap Ronald dengan senyumannya yang kembali lagi kemudian duduk di samping bangku Gemintang. Terlintas di pikiran Gemintang akan tanggapan teman-temannya jika dia mengakhiri hubungannya dengan Ronald yang baru berjalan lima bulan, dia tidak ingin dicap jelek. “Baik sekian untuk hari ini, sampai ketemu besok. Kerjakan halaman 25. Ingat sebentar lagi mid semester. Tugas kalian penambah nilai ujian” Ucap wali kelas mengakhiri pelajarannya. Efek perkataan wali kelas ini membuat murid dalam kelas mengeluarkan napas panjang tanpa aba-aba. “Beb, ke kantin atau mau aku beliin aja” tawar Ronald kepada Gemintang. mungkin saja sebagai salah satu bentuk permintaan maafnya. “Ke kantin aja” Gemintang menjawab singkat. “Erika, Rani ke kantin yuk” ajak Gemintang. Ronald pun berbalik ke arah Erika dan Rani dan mengangguk untuk mengikuti perkataan Gemintang. Sesampainya di kantin, mereka mengambil tempat duduk di tengah kantin. Gemintang duduk bersebelahan dengan Ronald, sedangkan Erika bersama Rani di seberang. “Kamu makan apa beb?” ucap Ronald yang menatap Gemintang lekat dengan tangan satunya menahan dagu. Erika dan Aisyahrani hanya bisa melotot tidak percaya melihat kemesraan pasangan ini. Sikap Ronald yang selalu menunjukkan rasa pedulinya. “Aaaa…aku bakso aja deh.” jawab Gemintang gugup. “Erika, Rani kalian makan apa?” Gemintang mengalihkan pertanyaannya kepada kedua sahabatnya. Ronald dengan sigap memesankan makanan setelah mereka menyebutkan pesanannya. Di seberang meja Gemintang, Banyu baru saja datang kemudian duduk, menunggu pesanan. Dia tersenyum sekilas ke arah Gemintang sembari menaikkan alisnya sekejap membuat Gemintang membalas dengan senyum simpul dan malu-malu. “Lo liatin siapa sih?” tanya Erika sambil menoleh ke belakang melihat arah pandangan mata Gemintang seolah mencari tahu dengan siapa Gemintang bertatapan. “Oh hahaha….gue ingat film kartun yang adek aku nonton. Lucu banget ceritanya” ucap Gemintang mengalihkan kecurigaan Erika. “Seru banget yah. Kalau ada waktu bawain filmnya. Kita nonton bareng di rumah gue,” saran Asiyahrani polos kemudian dibalas anggukan meyakinkan Gemintang. Selama makan tak henti-hentinya Ronald memperhatikan Gemintang, melihat ada makanan di sudut bibirnya, dengan cekatan mengelapnya dengan tisu. Mengangkatkan gelas es teh untuk Gemintang. Aisyahrani hanya menyikut lengan Erika seolah-olah memberikan kode sedangkan Erika hanya memutar bola matanya seolah lelah meilhat adegan di depan matanya. Gemintang yang bisa melihat reaksi kedua sahabatnya hanya menghela napas panjang. “Udah, aku bisa sendiri kok. Kamu jangan malu-maluin gitu. Gak enak diliat orang” ucap Gemintang risih. “Kamu gak suka? Bukannya dimana-mana cewek suka namanya perhatian?” tanya Ronald tidak mengerti. “Iya bener, perhatian. Tapi perhatiannya gak kayak gini juga, seakan-akan kamu kayak ngasuh aku aja” balas Gemintang dengan tangan bersedekap menatap tajam ke arah Ronald. “Hahahaa….” Erika dan Aisyahrani tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Gemintang itu, dan Ronald hanya mengelus belakang lehernya malu, salah lagi perasaan, umpatnya dalam hati. “Beb balik dari sekolah aku pamit nonton basket yah? Aku gak ngajak kamu takut kemaleman” “Iya gak papa kok.” Gemintang maklum dengan sikap Ronald mungkin saja dia tidak ingin melakukan kesalahan kedua kalinya. Ronald mempercepat langkahnya saat bel pelajaran sekolah setelah berpamitan sesaat dengan Gemintang. “Rani, Erika gimana kalau kita ngumpul di rumah Rani hari ini” ajak Gemintang. “Sori gue harus balik cepat soalnya mau temenin mama ke rumah tante,” ucap Erika. “Gue sih setuju aja, tapi gak masalah kalau Erika gak ada?” ucap Aisyahrani bimbang. “Ah gak seru, soalnya gak ada yang gila” keluh Gemintang menatap kecewa. “Sialan lo!” Erika mendorong tubuh Gemintang tidak terima. “Iya kita ngumpulnya kalau kita bertiga udah ada waktu aja” ucap Aisyahrani yang selalu menjadi penengah keduanya. Sepeninggal Erika dan Aisyahrani, Gemintang masih berdiri di pekarangan sekolah. Sejak tiga puluh menit bel pulang, supirnya belum juga menjemputnya. Dia merasa bimbang apakah harus pulang ke rumah sendirian ataukah tetap menunggu supirnya datang. “Gemintang. Kamu kok masih disini?” ucap Banyu seraya membuka kaca helmnya menatap heran. Gemintang menatap keheranan Banyu datang dari arah berlawanan. “Kak Banyu? iya supir aku belum jemput. Macet kali” “Yah udah, kamu balik bareng aku aja. Gimana?" Gemintang berpikir sejenak kemudian mengangguk setuju. “Terus kak Banyu kok datangnya dari arah pulang sih.” “Iya, tadi udah balik sih. Pas ditengah jalan aku ingat ada barangku ketinggalan.” “Oh gitu” “Iya kamu tunggu disini yah. Aku masuk bentar ke kelas. Tunggu aku” ucap Banyu meyakinkan Gemintang. “Iya kak” Banyu setengah berlari masuk ke kelas setelah memarkirkan motornya. Tidak berselang lama dia kembali dengan napas terengah-engah. “Kakak lari yah?” “Dikit. Takut kamu nunggunya lama. Hehehe….Udah yuk naik ke motor” Gemintang. “Kamu laper gak? Singgah makan mie ayam yuk” “Udah gak usah kak. Lagian ini juga balik ke rumah kan” “Udah, ayuk. Aku laper banget nih” bujuk Banyu. Gemintang menimbang beberapa saat. Apalagi dia yakin Papinya belum balik dari kantor.  Semoga maminya juga tidak berada di rumah “Ehm...boleh deh” Banyu memacu kendaraannya hingga tiba di warung mie ayam langganannya. Untung saja lokasinya searah dengan rumah Gemintang. “Mang, mie ayam dua. Es teh manis dua” pesan Banyu kepada penjual mie ayam. "Maaf yah aku gak nanya kamu dulu pesan apa. Soalnya menunya ini aja. Gak bisa milih,” ucap Banyu kemudian dibalas anggukan mengerti Gemintang. “Kak Banyu sering kesini?” Gemintang menatap warung kecil di depannya, terlihat kecil, hanya beberapa meja dan kursi. Tetapi hampir setiap tempat duduk terisi oleh orang yang menikmati mie ayam. “Yah lumayan, biasanya sih singgah kesini. Abis main ke rumah teman klub renang aku.” “Oh gitu.” “Ini, Cobain deh.” Ucap Banyu menyodorkan mangkok mie ayam. Setelah mengaduk-aduk beberapa saat, akhirnya Gemintang mencoba mencicipi mie ayam di hadapannya. Layaknya peserta lomba masak, Banyu seakan-akan menunggu penilaian jujur dari Gemintang. “Enak…Enak banget” Gemintang mengucapkan dengan mata berbinar seolah-olah mendapatkan harta karun yang telah lama terpendam. Padahal penjual mie ayam ini selalu dilalui Gemintang tiap hari. Tetapi tidak pernah terbersit untuk mencoba makanan ini. “Iya, makan yang banyak yah. Nambah juga boleh. Aku masih sanggup kok, mentraktir kamu.” Ucap Banyu sungguh-sungguh. “Gak, aku mana sanggup” tolak Gemintang. Mereka pun menikmati makanan kemudian berbincang banyak hal. Banyu ternyata punya sisi humoris, membuat Gemintang merasa nyaman di dekatnya. Setelah menghabiskan makanannya, Gemintang terlebih dahulu keluar dari warung, sedangkan Banyu membayar makanan di kasir. Eh bukannya itu Ronald, ucap Gemintang dalam hati saat melihat mobil Ronald melintas apalagi mobil itu sempat digunakan Ronald menjemputnya. “Kenapa? Kamu kenal?” tanya Banyu yang menghampiri Gemintang. “Ahhh…gak. Mungkin aku salah liat” Setelah mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalanan yang riuh kendaraan hilir mudik. “Kak udah. Aku turun disini aja” ucap Gemintang setelah motor Banyu sudah berada di ujung jalan rumahnya. “Gak depan rumah?” tanya Banyu memastikan. “Ehm gak usah deh. Mami aku serem.” tolak Gemintang. “Mami…? Beneran? Biasanya takut sama Ayah eh kamu kok takutnya sama Mama sih,” alasan Gemintang ini membuat Banyu sedikit keheranan. “Iya mami aku galak. Tapi gak gigit sih,” ucap Gemintang serius tetapi dianggap Banyu sebagai bercandaan Gemintang saja. “Makasih yah kak. Selalu jadi penolong aku” “Iya, gak masalah. Kapan aja kamu butuh tumpangan aku siap kok. Tempat dudukku ini selalu kosong,” ucap Banyu seraya menepuk jok motornya. "Ehm…sabtu ini ada acara gak. Sore. Atau kamu udah ada agenda lain mungkin?" "Sabtu... ini"? Gemintang menimbang-nimbang, "Gak sih kak, Minggu palingan. Udah janjian kumpul bareng Erika dan Rani di rumah Rani. Itu aja" "Kalau kamu aku ajak keluar boleh?" "Ehm boleh. Kemana?" "Ada deh, tempat spesial." "Iya nanti kabarin lagi yah kak" "Pasti" "Iya kalau gitu, kakak hati-hati di jalan.” “Iya. Makasih” ucap Banyu kemudian melajukan motornya. Gemintang yang memastikan Banyu sudah jauh, kemudian melangkahkan kakinya menuju rumah. Terbesit khawatir semoga saja orangtuanya tidak ada di rumah. Mewawancarainya mengapa tidak pulang bersama Pak Asep. “Non Gemintang, balik sama siapa? Bapak nyariin. Tapi kata Satpam sekolah non udah balik naik motor” tanya Pal Asep supirnya setelah melihat Gemintang membuka pagar rumahnya. “Iya balik bareng temen pak,” pandangan Gemintang teralihkan pada parkiran mobil, untung saja mobil maminya belum ada, ada sedikit rasa lega di hatinya. “Aduh maaf non, mobilnya tadi bannya gembos. Jadi agak lama nyari bengkelnya. Mana kena macet lagi.” “Iya gak apa-apa kok pak. Mami ada di rumah?” tanya Gemintang sekedar memastikan. “Gak, keluar non dari tadi siang. Non Rembulan aja yang di rumah,” selalu saja seperti itu. Kesibukan kedua orang tuanya membuat Gemintang tak habis pikir. “Oh gitu…udah aku masuk dulu yah pak” “Baik Non.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD