Bab 6. Mabuk

1068 Words
"Saya gak ngapa-ngapain Anda, Nyonya. Sumpah!" jawab Ryan seketika berdiri tegak. "Bohong, kamu pasti bohong, 'kan?" teriak Bella seraya melemparkan bantal tepat mengenai wajah sang bodyguard. "Kalau kamu gak ngapa-ngapain aku, kenapa aku gak pake baju, hah?" "Anda masih pake baju, Nyonya." "Ini bukan baju, Ryan. Ini sih sama aja aku telanjang!" bentak Bella seraya membalut tubuhnya menggunakan selimut. "Anda tenang dulu, Nyonya. Coba Anda ingat-ingat lagi kejadian semalam, Anda sendiri yang membuka baju Anda." Bella seketika terdiam seraya memutar bola matanya ke kiri dan kanan. Otak kecilnya berusaha untuk menyusun kepingan ingatan tentang kejadian semalam, wanita itu pun kembali memijit pelipis wajahnya yang terasa pusing seraya mengerutkan kening. "Sial, kenapa aku bisa bersikap seperti itu? Membuka baju di depan cowok bahkan menangis dan teriak-teriak gak jelas," batin Bella, akhirnya kepingan ingatan itu tersusun rapi di otaknya. "Gimana, Anda udah ingat, Nyonya?" tanya Ryan menatap lekat wajah Isabella dan hanya dijawab dengan anggukan oleh wanita itu. "Syukurlah kalau begitu." "Tapi, kamu beneran gak ngapa-ngapain aku, 'kan?" Bella kembali bertanya penuh selidik. "Aku pingsan lho, aku gak ingat apa aja yang terjadi saat aku pingsan." "Ya jelas Anda gak bakalan ingat, Nyonya Isabella. Mana ada orang pingsan bisa mengingat sesuatu?" Bella menatap sinis wajah Ryan lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. "Anda tak perlu khawatir, Nyonya. Apa Anda lupa kalau saya ini berbeda dari pria pada umumnya?" "Akh bener juga," decak Bella seketika tersenyum hambar seraya mengusap wajahnya kasar. "Kamu itu gak doyan cewek, aku gak perlu khawatir kamu bakalan ngapa-ngapain aku." "Nah, betul sekali," sahut Ryan seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. Sepertinya, ia harus tetap berpura-pura tidak normal agar Bella tidak mengkhawatirkan apapun. Meskipun sebenarnya, ia pria perkasa bahkan darahnya sempat berdesir saat melihat tubuh indah Isabella. Bukan hanya itu saja, ia sempat kesulitan mengendalikan diri dan hampir saja terbuai dengan pesona artis berparas cantik ini. "Belikan aku dres bagus, aku gak mungkin keluar dengan pakaian bau alkohol kayak gini," pinta Bella seketika bangkit lalu turun dari atas ranjang. Ryan sontak memutar badan, lagi-lagi tubuh indah Bella terpampang nyata di depan mata. "Ba-baik, Nyonya." Bella meraih tas bermerk Hermes miliknya lalu mengambil sesuatu dari dalam sana. "Ini, pakai kartu kredit aku. Pokoknya, beliin aku dress mahal yang bagus, oke?" ujarnya seraya menyerahkan kartu kredit kepada sang bodyguard. "Baik, Nyonya," jawab Ryan menerima benda tersebut dengan ekspresi wajah seperti biasa. "Untungnya hari ini aku gak ada jadwal syuting," gumam Bella kembali berjalan arah ranjang lalu berbaring terlentang. Ryan membungkukkan tubuhnya memberi hormat sebelum akhirnya berbalik dan hendak melangkah. "Terima kasih karena kamu udah jagain aku semalam," ujar Bella membuat Ryan sontak menghentikan langkahnya. "Ini pertama kalinya aku menjadi diriku sendiri, rasanya lega sekali setelah memuntahkan semua kesedihan yang aku rasakan." "Saya harap, Anda tidak keseringan minum kayak semalam. Minum alkohol tak baik buat kesehatan Anda, Nyonya," ujar Ryan memperingatkan. "Ya, aku tau," jawab Bella singkat seraya menatap langit-langit kamar hotel melayangkan tatapan kosong. "Baiklah, saya permisi sekarang, Nyonya," jawab Ryan lalu berbalik dan hendak melangkah. "Beli juga beberapa jas bagus buat kamu, Ryan. Aku pengen bodyguardku berpakaian rapi kayak di film-film," pinta Bella dan hanya dijawab dengan anggukan oleh sang bodyguard. *** Tepat pukul 12.00, Bella tengah dalam perjalanan menuju kediamannya bersama sang bodyguard. Wanita itu duduk di jok belakang di dalam mobil BMW berwarna hitam miliknya. Sementara Ryan nampak mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan sedang, pria itu sesekali menatap wajah Bella dari pantulan kaca spion yang berada di dalam mobil. Sang majikan tengah melayangkan tatapan kosong menatap ke arah luar di mana pemandangan hiruk-pikuk kota terlihat di luar sana. "Boleh saya tanya sesuatu sama Anda, Nyonya?" tanya Ryan kembali menatap lurus ke depan. "Kamu mau tanya apa?" Bella balik bertanya. "Setelah Anda mengetahui perselingkuhan suami Anda, apa Anda akan segera menceraikan dia? Maaf kalau saya tak sopan menanyakan hal seperti ini." Ryan kembali menatap wajah Bella dari pantulan spion yang sama. "Cerai?" sahut Bella seraya tersenyum menyeringai. "Nggak, aku gak bakalan menceraikan dia." Ryan seketika mengerutkan kening. "Apa Anda rela berbagi suami dengan wanita lain?" "Tidak!" Ryan bergeming, telapak tangannya terlihat memutar stir mobil dengan perasaan bingung. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran sang majikan. Bagaimana bisa wanita ini masih bertahan setelah dikhianati oleh suaminya sendiri? "Bagiku, ini sama aja dengan pertarungan, Ryan," imbuh Bella tatapan matanya kembali menatap kosong ke arah arah samping. "Kalau aku menceraikan suamiku sekarang, sama aja dengan aku menyerah sama si pelakor sialan itu." "Maaf, Nyonya. Saya sama sekali tak ngerti maksud Anda." "Kalau aku menceraikan suamiku sekarang, itu artinya aku kalah dan wanita itu yang menang. Dia memiliki suamiku dan seluruh hartanya, sementara aku hanya akan hidup merana," jawab Bella. "Aku akan merebut semua hartanya si Antoni. Dia itu kaya raya, aku akan membuat seluruh hartanya jatuh ke tanganku setelah itu baru aku ceraikan dia. Bukankah itu sepadan dengan rasa sakit yang aku rasakan?" Ryan tersenyum lega setelah mendengar penuturan Isabella. Ternyata, wanita ini tidak sebodoh yang ia kira. Memang sudah seharusnya dia mendapatkan kompensasi untuk rasa sakit akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. "Saya akan mendukung apapun keputusan Anda, Nyonya. Saya juga akan melindungi Anda," ujar Ryan bersungguh-sungguh dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Bella tersenyum lega seraya menatap wajah Ryan dari pantulan spion yang sama. Tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi sekarang. Ia memiliki seseorang yang akan melindunginya dan memberinya upah yang terbilang cukup besar. Mobil yang dikendarai oleh Ryan akhirnya mulai melipir dan memasuki gerbang salah satu perumahan elit yang berada di pusat kota Jakarta. Tidak sembarang orang bisa tinggal di perumahan tersebut mengingat bahwa harga dari satu unit yang tersedia di sana tidak terjangkau oleh orang biasa. Jejeran rumah-rumah mewah nampak menghiasai sisi kiri dan kanan, sampai akhirnya mobil tersebut berhenti tepat di depan pintu gerbang sebelum akhirnya memasukinya sesaat setelah gerbang itu terbuka lebar. Bella bergegas keluar dari dalam mobil setelah mobil itu berhenti tepat di depan teras. "Kamu akan tinggal di sini juga, Ryan," ujar Bella. "Tapi, kayaknya kita akan lebih sering menginap di luar deh. Aku malas berada di rumah ini dan harus ngeliat mukanya si Antoni." Ryan hanya mengangguk patuh dengan ekspresi wajah datar seperti biasa. Sementara Bella segera berjalan ke arah pintu lalu membukanya dan masuk ke dalam sana. Langkah wanita itu seketika terhenti saat melihat seorang wanita tengah duduk manis di ruang tamu bersama seorang anak berusia lima tahun. Bella mengepalkan kedua tangannya seraya menatap wanita itu tajam. "Siapa kamu? Sedang apa kamu di sini?" Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD