Bab 15. Tebar Pesona

1121 Words
"Hey! Malah bengong lagi," decak Sisil, wanita berkacamata minus itu menatap sinis wajah Ryan. "Kamu paham apa yang aku katakan? Jangan mentang-mentang kamu punya tampang oke, terus kamu bisa tebar pesona sama Isabella." "Anda tenang aja, Nyonya Isabella tak mungkin tertarik sama saya," jawab Ryan masih dengan ekspresi wajah datar seperti biasa. "Kalau dibandingkan dengan Tuan Antonio, saya tidak ada apa-apanya. Jadi, mana mungkin beliau tertarik sama saya." "Siapa yang tebar pesona sama siapa, Sisil?" tanya Antoni tiba-tiba saja berjalan menghampiri. Rupanya, pria itu segera meluncur ke stasiun televisi setelah ia meninggalkan kediaman Mutia. Baik Sisil maupun Ryan sontak menoleh dan mencari sumber suara. Sisil segera memasang wajah ceria seraya membungkukkan tubuhnya memberi hormat. Sementara Ryan nampak bergeming sembari menatap wajah Antoni tajam. ''Apa mungkin kau adalah orang yang saya cari, Antoni? Pengusaha tambang yang sudah menghancurkan tanah kelahiran saya. Mengeruk kekayaan penduduk pribumi dan menyisakan kerusakan yang tak dapat lagi diperbaiki. Jika benar itu kau, maka saya pastikan kau akan bertanggung jawab atas semua perbuatan kau itu, Antonio,'' batin Ryan. Tatapan mata pria itu membuat Antoni benar-benar merasa tidak nyaman. Ia balas menatap wajah Ryan sinis bahkan ingin rasanya ia mencolok kedua matanya yang terlihat tajam bak burung Elang yang sedang memantau buruannya. "Ada apa sama kamu, Ryan? Kenapa kau menatap saya seperti itu, hah? Mau ta congkel bola mata kau itu, heuh?" bentak Antoni, suaranya hingga terdengar ke dalam kamar mandi di mana Bella baru saja melakukan panggilan alam. "Mas Antoni?" gumam Bella seraya menatap wajahnya sendiri dari pantulan cermin. "Lagi ngapain dia si sini? Akh! Aku pasti salah dengar." "Maafkan saya, Tuan Antonio. Saya tidak bermaksud apa-apa, saya akan menjaga pandangan mata saya," jawab Ryan membuat Bella akhirnya merasa yakin bahwa suaminya benar-benar berada di sana. "Sial, si b******k itu beneran ada di sini," decak Bella seketika merasa kesal. "Dasar laki-laki gak tau diri, buat apa dia datang ke sini?" Isabella seketika berbalik lalu berjalan ke arah pintu dan bergegas membuka pintunya dengan tergesa-gesa. "Mas Antoni!" tegas Bella berjalan menghampiri. "Lagi ngapain kamu di sini, Mas? Emangnya kamu gak sibuk?" "Mas sengaja datang ke sini, Sayang. Kita makan malam, yu. Mas udah pesan meja di restoran kesukaan kamu, malam ini kita dinner berdua," ucap Antoni seraya tersenyum lebar, pria itu pun mengalihkan pandangan matanya kepada Sisil sang manager. "Kamu boleh pulang duluan, Sisil. Istri saya biar pulang sama saya. Kamu juga Ryan, makasih karena udah ngejaga istri saya tercinta. Tugas kamu saya ambil alih sekarang." "Tidak! Ryan gak akan jauh-jauh dari aku, Mas," sahut Bella seraya menatap dingin wajah suaminya. "Apa kamu lupa dia itu bodyguard aku? Yang namanya bodyguard itu gak boleh jauh-jauh dari majikannya, paham?" "Tapi 'kan ada Mas, Sayang. Seorang istri itu akan lebih aman jika dijagain sama suaminya sendiri." "Nggak, pokoknya aku gak mau jauh-jauh dari bodyguard aku ini," tegas Bella penuh penekanan. "Lagian, aku masih ada satu syuting lagi malam ini. Iya 'kan, Sisil?" Bella mengalihkan pandangan matanya kepada sang manager seraya mengedipkan satu matanya sebagai isyarat. Sisil tersenyum cengengesan seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Eu ... i-iya, Pak Antoni. Kita masih ada satu syuting lagi," jawabnya berbohong tentu saja. Antoni menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya di mana jarum jam sudah menunjuk pukul 21.30. "Masa sih, padahal udah malam lho," ujarnya tidak merasa percaya begitu saja. "Padahal, Mas pengen makan malam dulu sama kamu sebelum Mas pergi dinas ke area pertambangan. Kamu tau sendiri, sekalinya Mas ke sana bisa memakan waktu berhari-hari." "Ya udah, hati-hati di jalan dan semoga selamat sampai tujuan, suamiku," sahut Bella sinis. Sedangkan Ryan seketika kembali menatap wajah Antonio seraya berujar di dalam hatinya, ''Saya ingin tau di mana area pertambangan emas milik si Antonio ini. Hmm! Tapi, gimana caranya saya bisa tau hal itu? Rasanya gak enak juga jika saya harus menanyakannya langsung sama Nyonya Bella.'' "Sayang," rengek Antoni manja membuat Ryan seketika menghela napas panjang. Bagaimana mungkin pria itu masih bisa bersikap biasa saja setelah istrinya mengetahui tentang perselingkuhannya dengan wanita bernama Mutia. Ryan benar-benar merasa tidak habis pikir. Namun, tidak ada yang dapat ia lakukan. Ryan Prayoga tidak ingin melewati kapasitasnya sebagai seorang bodyguard. "Apaan si, Mas?" tanya Bella malas. "Sebenarnya masih ada yang ingin aku katakan sama kamu, tapi tidak sekarang. Kamu gak lupa 'kan sama--" Bella menahan ucapannya seraya melirik wajah Sisil. Wanita itu pun seketika mendekatkan wajahnya ditelinga Antoni lalu membisikkan sesuatu. "Apa kamu lupa kalau kamu itu udah mengkhianati aku? Kamu pikir perasaan aku sama kamu akan tetap sama setelah aku tau kamu berselingkuh bahkan punya anak di belakang aku, Mas? Kamu bebas melakukan apapun sama selingkuhan kamu itu, tapi kita tak akan sama seperti dulu lagi, paham?" Antoni seketika diam membisu dengan wajah pucat pasi. *** Pukul 22.30, Bella dengan ditemani oleh Ryan memutuskan untuk kembali ke rumahnya karena Antoni sudah terbang ke area tambang untuk memantau proyek baru di perusahaannya. Bella juga berfikir bahwa inilah waktu yang tepat untuknya masuk ke ruangan kerja suaminya guna mengambil beberapa berkas penting dan dokumen lainnya yang akan ia pindah namakan. "Apa di sini ada CCTV-nya, Nyonya?" tanya Ryan berdiri tepat di depan ruang kerja Antonio. "Nggak ada, pokoknya aman," jawab Bella segera membuka pintu ruangan lalu masuk ke dalam sana dengan diikuti oleh sang bodyguard. Aroma khas seketika tercium saat mereka memasuki ruangan yang didominasi dengan warna abu tersebut. Ruangan yang lumayan luas dengan dilengkapi sofa yang bertengger tepat di tengah-tengah ruangan, meja yang biasa digunakan oleh suaminya untuk bekerja pun nampak berada tepat di depan jendela. "Brankasnya ada di bawa meja," gumam Bella berjalan ke arah meja lalu berjongkok tepat di depan brankas bewarna emas. "Anda tau password-nya, Nyonya?" tanya Ryan melakukan hal yang sama seperti Isabella. "Tentu saja aku tau, Ryan," jawab Bella, menekan beberapa nomor secara acak. Tidak lama kemudian, brangkas berwarna emas itu pun terbuka. Ryan seketika membulatkan bola matanya tatkala melihat beberapa batangan emas berada di dalam sana. Bukan hanya itu saja, beberapa gepok uang tunai pun berada tepat di samping benda kuning yang terlihat berkilau itu. Namun, Bella lebih memilih mengambil dokumen yang berada di bawah barang-barang tersebut. "Anda gak mau ngambil uang atau batangan emas itu, Nyonya?" tanya Ryan seketika mengerutkan kening. "Itu nanti, jangan bergerak seperti maling, Ryan. Kita harus bekerja sehalus mungkin, gimana sih?" Ryan seketika menggaruk kepalanya sendiri yang tiba-tiba saja terasa gatal. Jujur, pria itu sama sekali tidak mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan oleh sang majikan. Gerakan tangan seorang Ryan seketika terhenti saat kedua matanya menangkap secarik Poto yang berada di dalam brankas tersebut. Telapak tangannya pun seketika meraih dan mengambil benda itu lalu menatapnya dengan seksama. "Ini?" gumam Ryan antara percaya dan tidak percaya dengan satu tangan yang mengepal sempurna. ''Ya Tuhan, jadi dugaan saya benar,'' batin Ryan dengan kedua mata membulat. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD