Suara getar ponsel di nakas membuat tidur pulas Stela terganggu. Stela menggeser tubuhnya dengan tangan kanan terulur, meraba nakas, mencari keberadaan ponselnya. Stela sedikit membuka matanya, menatap jam di dinding kamar. Stela mendengus, kesal saat melihat jam masih menunjukan pukul 5 dini hari.
"Ganggu aja," gerutu Stela sambil menatap layar ponsel dalam genggamannya. Stela menggeser ikon hijau di layar ponselnya, menempelkan benda pipih itu di telinga kanan.
"Iya, Pah," sapa Stela dengan suara serak khas bangun tidur. Stela masih mengantuk, jadi kedua matanya kembali terpejam.
"Kamu baru bangun, Sayang?" Suara Steve yang mengalun merdu membuat rasa kantuk Stela semakin menjadi.
"Iya, Pah. Stela baru bangun, tapi Stela masih ngantuk." Stela menarik selimut untuk menutupi kembali seluruh tubuhnya.
"Ya sudah kalau kamu masih mengantuk, Papah juga sudah di bawah, Papah ke kamar sekarang." Tanpa menungu tanggapan dari Stela, Steve memutuskan sambungan telpon secara sepihak. Steve baru saja pulang dari kantor setelah mengambil dokumen yang harus ia kerjakan. Steve berencana untuk mengerjakan semua pekerjaan kantornya dari rumah.
Stela berniat untuk kembali tertidur, tapi ucapan Steve terus terngiang-ngiang dalam benaknya.
"Papah ke kamar sekarang." Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di otak Stela.
Dalam sekejap, kelopak mata Stela langsung terbuka begitu ia sadar dengan maksud ucapan Steve. Stela bergegas duduk, lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, matanya langsung melotot saat melihat tubuhnya yang polos tanpa busana.
"s**t!" Tanpa sadar Stela mengumpat, semakin terkejut melihat noda darah yang tercetak di sprai putih. Stela seketika tahu apa yang sudah terjadi padanya. Sekarang, hilang sudah harta yang seharusnya ia jaga.
"Mampus gue," rutuk Stela. Stela mengacak rambutnya frustasi, lalu kembali membelit tubuh polosnya dengan selimut. Sialan! Ini semua pasti gara-gara ia semalam mabuk. Ah, kalau tahu akan seperti ini, ia pasti tidak akan meminum, minuman sialan itu.
"Akh!" Stela meringis, merasa perih, sekaligus juga sakit di bagian selangkangannya. Stela juga merasa pegal-pegal di seluruh tubuhnya, terutama bagiah pahanya. "Ya ampun, badan gue sakit semua."
Stela meremas kuat selimut yang menempel di tubuhnya, mencoba untuk berdiri, meskipun kakinya terasa lemas, tak bertenaga. Dengan langkah tertatih-tatih, Stela akhirnya berhasil sampai di depan pintu kamar mandi. Stela melepas selimutnya, membiarkannya tergeletak di lantai begitu saja. Dengan tubuh polos, Stela memasuki kamar mandi. Stela memilih untuk berendam menggunakan air hangat yang sepertinya bisa mengurangi rasa sakit di area intimnya, dan mungkin bisa juga membuat tubuhnya rilexs.
Tak lama kemudian, Steve memasuki kamar. Steve mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar saat tidak melihat sosok Stela di atas tempat tidur. Steve melangkah menuju meja kerjanya, menaruh tas kerjanya di sana.
"Stela!"
Tidak ada tanggapan dari Stela.
Senyum tipis menghiasi wajah Steve saat melihat selimut yang semalam menjadi saksi percintaan panasnya dengan Stela teronggok di depan pintu kamar mandi.
Samar-samar, Steve juga bisa mendengar suara gemercik air dari kamar mandi. Bisa Steve pastikan kalau saat ini, Stela sedang mandi.
Senyum jahil terbit di bibir Steve, ketika sebuah ide cemerlang melintas dalam benaknya.
Steve melangkah menuju sisi kanan tempat tidur, memunguti pakaiannya juga pakaian Stela yang masih tercecer di lantai, lalu menaruh semua pakaian kotor itu ke dalam keranjang cucian, tak lupa selimut yang terkena noda darah Stela.
Steve mengunci pintu kamar, setelah itu bergegas melepas satu-persatu pakaian yang menutupi tubuh kekarnya, menaruhnya ke dalam keranjang, kemudian memasuki kamar mandi dengan langkah sepelan mungkin.
"Jadi semalam itu nyata," gumam Stela yang saat ini sedang bercermin, memperhatikan tubuhnya sendiri. Jemari lentik Stela mulai meraba bercak keunguan di leher, dan juga di dadanya. Jumlahnya sangat banyak, membuat Stela jadi berpikir, betapa bersemangatnya Steve ketika melakukan itu semua. Stela masih tidak percaya kalau apa yang ia pikir mimpi itu ternyata adalah hal yang benar-benar nyata.
Stela melamun, jadi tidak sadar kalau saat ini Steve sudah berdiri di belakangnya.
"Apa perlu Papah ulang kejadian semalam, Sayang?" bisik sensual Steve di telinga kanan Stela. Steve mengecupi bahu telanjang Stela, membuat bulu kuduk Stela meremang begitu bibir hangat Steve menyentuh kulitnya. Kedua tangan Steve melingkari pinggang ramping Stela, membawa tubuh Stela semakin merapat padanya.
"Aahh...." Tanpa sadar, Stela mendesah saat lidah hangat Steve mulai mengulum daun telinganya.
Bukan hanya itu, sekarang kedua tangan Steve mulai meremas b****g sintal Stela, yang terasa padat dan juga pas dalam genggamannya.
Steve melepaskan kulumannya lalu menatap Stela dari cermin, di mana Stela juga sedang menatapnya dengan mata yang terlihat sayu.
"Apa, Sayang?" Steve memeluk erat pinggang Stela, membawa tubuh Stela agar semakin merapat padanya. Steve menghirup dalam-dalam aroma tubuh Stela, aroma yang entah sejak kapan sangat ia sukai.
Darah Stela berdesir saat punggungnya bersentuhan dengan bidang d**a Steve yang berbulu sekaligus juga berotot. Stela berbalik menghadap Steve, terkejut saat sadar kalau Steve tidak memakai apapun.
Steve semakin menurunkan ciumannya, mulai mengexplore leher jenjang Stela yang penuh dengan tanda kissmark yang ia buat semalam.
"Pah, stop," pinta Stela memelas.
Steve tidak mengidahkan permintaan Stela. Steve terus menghisap leher jenjang Stela, dengan kedua tangan yang kini mulai bergerilya di bagian depan tubuh Stela. Tangan Steve membelai perut Stela dengan gerakan sensual, membuat Stela semakin terbuai di buatnya.
Desahan Stela lolos saat telapak tangan kokoh Steve meremas-remas lembut kedua payudaranya.
Stela mengalungkan kedua tangannya pada leher Steve saat merasa kakinya tak mampu lagi menahan tubuhnya yang sudah terasa lemas seperti jelly. Stela mulai menikmati setiap sentuhan dan cumbuan Steve di sekujur tubuhnya.
Steve merangkum wajah Stela menggunakan tangan kanannya, keduanya pun berciuman.
Mata Stela terpejam, mencoba mengimbangi ciuman Steve yang semakin lama semakin dalam.
Steve melepaskan ciumannya saat merasa pasokan udara di paru-parunya, dan Stela mulai menipis.
Deru nafas Steve dan Stela yang memburu saling bersahutan.
"Lihat mata Papah, Stela," ucap tegas Steve saat Stela lebih memilih untuk terus memejamkan matanya.
Stela lantas membuka matanya, menatap lekat Steve yang kini tersenyum manis padanya.
"Pah," bisik Stela akhirnya.
"Apa, Sayang?" Steve menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Stela.
Stela mendongak, membuat Steve bisa dengan bebas menjamah leher jenjangnya.
Awalnya Steve tidak mau lagi mengulang kejadian tadi malam, tapi namun ternyata, Steve tidak bisa menahan hasratnya sendiri sampai pada akhirnya Steve kembali menggauli Stela.
Stela merangkum wajah Steve yang di banjiri peluh, membawa wajah Steve agar memandangnya. Stela memajukan wajahnya, mencium bibir Steve dengan lembut. Steve membalas ciuman Stela dengan sama lembutnya.
Ciuman yang awalnya lembut, kini mulai berubah menjadi panas, decapan lidah keduanya mengisi sunyinya kamar mandi.
Stela adalah orang pertama yang melepas tautan bibir mereka. Stela menatap Steve dengan senyum manis mengembang menghiasi wajah cantiknya. Mata Stela mengerling, menatap Steve dengan tatapan nakal. "Sarapan pagi yang sangat nikmat," bisiknya sensual.
Tawa Steve lolos begitu mendengar kalimat yang baru saja Stela ucapkan. Steve memeluk erat Stela, lalu mengecup sudut bibir bengkak Stela, bibir seksi yang selalu mendesah ketika ia memberinya kenikmatan.
"Pah, sekarang jam berapa?"
"Kenapa?" Steve mengangkat tubuh Stela ke dalam gendongannya, lalu berjalan menuju bathtub untuk berendam.
"Stela harus ke kantor, kalau Papah lupa."
"Ya sudah, nanti biar Papah yang antar," ujar Steve tegas.
Steve masih menginginkan Stela, tapi Steve tahu kalau Stela lelah, dan harus pergi ke kantor, jadi kali ini, Steve dan Stela benar-benar hanya mandi.