"Stela."
Stela lantas menoleh ke samping kanan begitu sang sahabat yang bernama Risma memanggil namanya. "Apa?" tanyanya dengan kening berkerut, juga alis bertaut.
"Hari ini, lo pulang sama siapa? Lo pulang sendiri? Atau di jemput sama supir?" Risma memberondong Stela dengan banyak sekali pertanyaan.
Stela mengedikan bahu tanda tak tahu. Stela memang tidak tahu, hari ini ia akan pulang dengan siapa. "Gue enggak tahu, Ris. Mungkin gue pulang sendiri, naik taksi, atau ojek online."
Jika cuacanya cerah, maka Stela akan memilih untuk pulang menggunakan ojek online, karena Stela malas bermacet-macetan. Tapi jika cuacanya mendung, dan pasti akan turun hujan, maka Stela tidak punya pilihan lain selain pulang menggunakan taksi.
Kedua mata Risma berbinar begitu mendengar jawaban Stela. "Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan?" tanyanya antusias.
Kening Stela semakin berkerut, tanda kalau saat ini, wanita tersebut sedang berpikir, apa ia akan menolak tawaran Risma? Atau justru malah menerimanya? Setelah cukup lama berpikir, Stela akhirnya menggangguk, menyetujui ajakan Risma.
Risma bersorak kegirangan begitu melihat anggukan Stela. Akhirnya, setelah 1 minggu lebih mereka tidak pergi jalan-jalan, sekarang mereka bisa kembali menghabiskan waktu bersama.
Biasanya, memang setiap 2 minggu sekali, Risma dan Stela akan pergi jalan-jalan bersama, menghabiskan waktu untuk berbelanja atau sekedar nongkrong di cafe.
Langkah Stela terhenti, membuat langkah Risma juga ikut terhenti.
Risma melirik Stela yang kini menatap lurus ke depan, ia lalu mengikuti arah pandang Stela, dan matanya sukses membola begitu melihat siapa orang yang saat ini sedang Stela pandang.
"Gila! Papah lo makin hari makin ganteng aja sih, Stel." Itulah kalimat yang terlontar dari mulut Risma begitu melihat bagaimana penampilan Steve, pria yang berstatus sebagai orang tua Stela. Steve terlihat sangat tampan dan juga mempesona, membuat siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta.
Stela menoleh, menatap Risma dengan mata melotot yang hanya bisa Risma balas dengan senyuman manisnya.
Stela bergegas menghampiri Steve yang kini sedang bersandar di kap mobil mewahnya dengan setelan jas, dan juga kaca mata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya.
Steve melepas kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya begitu melihat Stela sudah berdiri di hadapannya.
"Papah ngapain ada di sini?" Alih-alih menyapa Steve dengan senyuman manisnya, Stela malah melontarkan pertanyaan sambil memasang raut wajah datar.
Bukannya menjawab pertanyaan Stela, Steve malah merentangkan kedua tangannya. "Pelukannya mana?"
Stela mengerjap dan sedetik kemudian langsung menggeleng, menolak untuk memeluk Steve.
"Papah ngapain ada di sini?" Stela kembali mengulang pertanyaannya, karena Steve tak kunjung menjawabnya.
"Jemput kamu, Stela," sahut Steve singkat.
"Kan Stela bisa pu–" Stela tidak sempat melanjutkan ucapannya karena Risma sudah terlebih dahulu menyela.
"Hai, Om Steve," sapa Risma riang, ceria seperti biasanya.
"Hai juga, Risma." Steve membalas ramah sapaan Risma, tak lupa untuk menampilkan senyum manis menawan miliknya. Senyum yang mampu membuat siapapun yang melihatnya terpesona, termasuk Risma.
"Om mau jemput Stela ya?" Risma hanya berbasa-basi, karena sebenarnya tadi Steve sudah memberitahu, apa tujuannya datang ke tempat di mana Stela bekerja mencari uang.
Steve menggangguk. "Iya, Risma. Hari ini, Om memang sengaja jemput Stela, kasian kalau harus terus-terusan pulang naik taksi."
"Tapi, hari ini kita mau pergi jalan-jalan, Om."
"Kalian berdua mau pergi jalan-jalan? Jalan-jalan ke mana?" tanya Steve penasaran, menatap Stela dan Risma secara bergantian.
"Rencananya si mau pergi ke mall, Om. Kita mau beli underware." Dengan polosnya Risma menjawab pertanyaan Steve, membuat Stela yang berdiri di sampingnya meringis, begitu mendengar jawaban terus terang Risma.
Sedangkan Steve diam, mencoba mencerna jawaban yang Risma berikan. Belum selesai Steve mencerna jawaban Risma, tapi Risma sudah kembali bertanya.
"Om sibuk gak? Kalau Om enggak sibuk, Om mau gak anterin kita berdua jalan-jalan?" Terselip nada penuh harap dalam kalimat tanya yang baru saja Risma ucapkan, dan Risma memang berharap kalau Steve akan mengantarnya dan Stela pergi jalan-jalan. Lumayankan ada tumpangan gratis.
"Eh enggak usah. Papah pasti capek, mending Papah pulang aja, biar Stela sama Risma pergi berdua pakai taksi aja," sahut Stela cepat. Stela tidak mau jalan-jalan bertiga dengan Steve, karena rasanya pasti akan sangat canggung sekali.
Tapi Steve malah menggeleng yang secara tidak langsung menolak usulan yang baru saja Stela berikan. "Enggak apa-apa, Papah sama sekali enggak merasa lelah kok, lagian kita sudah lama tidak jalan-jalan. Jadi sebaiknya hari ini kita pergi jalan-jalan bersama."
Jawaban yang Steve berikan membuat senyum di wajah Risma semakin mengembang, tapi tidak dengan Stela. Dalam hati, Stela mengumpat, mengumpati Risma karena sudah berani-beraninya meminta Steve untuk ikut jalan-jalan bersama mereka.
"Ayo kita jalan sekarang, nanti keburu macet." Steve menarik pergelangan tangan kanan Stela dengan lembut, lalu membuka pintu mobil bagian samping kemudi, secara tidak langsung meminta agar Stela duduk di sampingnya.
Stela pun hanya bisa pasrah, karena ia juga merasa tidak enak kalau harus duduk berdua dengan Risma di kursi belakang. Risma bergegas menyusul Steve dan Stela, lalu duduk tepat di tengah-tengah agar ia bisa mengobrol dengan Steve atau Stela.
Steve melajukan mobilnya keluar dari area perkantoran tempat di mana Stela dan Risma bekerja, lalu pergi menuju salah satu pusat perbelanjaan yang Stela dan Risma biasa kunjungi.
***
Steve, Stela, dan Risma menghabiskan waktu cukup lama untuk jalan-jalan mengelilingi mall. Ketiganya sudah mengunjungi beberapa toko pakaian, sepatu, tas, dan toko-toko lainnya. Mereka bertiga juga sudah menikmati makan malam bersama dengan menu makanan khas Jepang kesukaan Steve.
Saat ini, Steve dan Stela sudah berada di mobil yang sedang melaju, membelah jalan ibu kota yang masih saja ramai oleh hiruk pikuk kendaraan roda dua atau pun roda empat.
Risma sendiri sudah pulang menggunakan taksi online. Padahal Steve dan Stela sudah melarang Risma pulang menggunakan taksi, dan mereka siap untuk mengantar Risma pulang. Tapi Risma malah menolak dengan alasan kalau Risma akan pergi menemui rekannya, dan arahnya berlawanan dengan arah jalan pulang ke rumah Steve.
"Sayang, kamu beli warna apa aja?" Pertanyaan Steve berhasil memecah kesunyian yang sudah terjadi sejak 15 menit lalu.
Stela langsung menoleh, menatap Steve dengan kening berkerut. "Apanya?" tanyanya bingung. Stela tidak paham dengan maksud pertanyaan Steve, belum paham lebih tepatnya.
Steve terkekeh seraya mengusap puncuk kepala Stela dengan tangan kirinya. "Kamu beli underware warna apa aja, Stela?" tanyanya, memperjelas ucapannya.
Wajah Stela merona begitu mendengar pertanyaan Steve. Sebelumnya, Stela tidak menyangka kalau Steve akan bertanya seperti itu padanya. "Warna merah," jawabnya malu-malu.
"Warna merah adalah warna yang sangat menantang," gumam Steve yang masih bisa Stela dengar dengan sangat jelas.
Stela menunduk dengan wajah yang semakin merah padam. Sialan! Kenapa pula ia harus menjawab pertanyaan Steve? Kan ia jadi malu sendiri.
Steve melirik Stela yang saat ini tertunduk dengan wajah merona.
"Sialan!" Umpat Steve dalam hati. Hanya dengan melihat rona merah muda yang menjalar di wajah cantik Stela, miliknya sudah tegang.
Steve berdeham. "Bayaran buat Papah apa, Stela?"
Pertanyaan yang baru saja Steve ucapkan sukses membuat wajah Stela kembali terangkat. Stela kembali menatap Steve, kali ini dengan kedua alis yang saling bertaut. "Maksud Papah apa?" tanyanya memastikan.
Steve melirik Stela sebelum akhirnya kembali menatap fokus pada jalanan. "Kan Papah sudah mengantar kamu dan Risma jalan-jalan, jadi bayaran untuk Papah apa?"
Stela mengangguk, mengerti dengan pertanyaan Steve. Intinya, Steve meminta bayaran karena sudah mengantarnya dan Risam jalan-jalan, membayar belanjaan mereka, sekaligus juga mentraktir mereka makan malam.
"Papah maunya apa?" Stela bingung mau memberi Steve bayaran berupa apa, karena tidak mungkin ia memberi Steve uang, uang Steve saja sudah sangat banyak, saking banyaknya, uang tersebut tidak akan habis sampai 7 turunan.
Kening Steve berkerut, ia sedang berpikir, kira-kira apa yang bisa Stela berikan padanya?
Ciuman di bibir, itulah yang terlintas dalam benak Steve. Sedetik kemudian Steve menggeleng, mencoba membuang jauh-jauh pikiran mesumnya. "Sialan! Ingat Steve! Stela itu anak angkat lo!" Umpatnya dalam hati.
Semua itu tak lepas dari pengamatan Stela, Stela bingung saat melihat Steve menggeleng-gelengkan kepalanya. Stela jadi penasaran, kira-kira apa yang ada dalam pikiran Steve saat ini?
"Jadi, Papah mau minta bayaran apa?" Stela kembali mengulang pertanyaannya karena Steve yang tak kunjung mengatakan apa maunya.
"Cium pipi Papah." Entah setan apa yang merasuki Steve sampai akhirnya kalimat tersebut terucap begitu saja dari bibirnya.
Steve tidak berharap kalau Stela akan menuruti kemauannya, tapi Stela mengangguk, membuat laju jantung Steve semakin berpacu dengan sangat cepat.
"Hanya itu?" tanya Stela memastikan. Stela pikir, Steve akan memintanya untuk melakukan hal yang lain, tapi ternyata Steve hanya memintanya untuk mencium pipinya.
"Iya, hanya itu," jawab Steve sambil mengangguk.
Stela mencondongkan tubuhnya mendekati Steve, dan sudah seperti yang bisa Steve bayangkan, bibir tipis nan lembut Stela mendarat tepat di pipinya, membuat setiap sel darah dalam tubuh Steve bergejolak.
Steve tidak tahu, haruskah ia menyesal karena sudah meminta Stela menciumnya? Karena sekarang, miliknya semakin tegang, lalu gairahnya pun semakin membara. Bukan hanya itu, Steve juga bisa merasakan kalau saat ini, detak jantungnya menjadi lebih cepat dari sebelumnya.
"Terima kasih karena sudah mengantar Stela dan Risma pergi jalan-jalan," ucap Stela sesaat setelah mengecup wajah Steve.
"Sama-sama, Sayang," balas Steve sambil tersenyum lebar.
Ini bukan kali pertama Steve memanggilnya dengan sebutan Sayang, tapi entah kenapa, akhir-akhir ini Stela merasa kalau jantungnya selalu berdebar hebat jika mendengar panggilan tersebut.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa akhir-akhir ini jantung gue berdebar lebih hebat dari biasanya?" Stela membatin, mencoba menebak apa yang saat ini sedang terjadi pada dirinya.
"Sialan!" Umpat Stela dalam hati.