Kamu Cemburu AKu Tidak Perduli

1116 Words
Hira masih di lapangan balap kuda, menyaksikan bagaimana kuda itu menyerang Maya. Apa yang dia lihat sekarang sama halnya dengan dirinya enam tahun yang lalu. Hanya saja hari itu Hira tidak memberi suntikan pada kuda hitam. Maya terluka kuda itu bahkan meremukkan tulang betisnya. “Hira, ayo kita pergi dari sini, sebenarnya aku ingin lebih dari ini. Aku tadinya berharap kuda itu menyerangnya sama seperti yang dilakukan dulu padamu,” ujar Mona. Hira, membuang jarum suntik di tangannya, "ternyata aku tidak bisa jahat sama seperti dia. " Kenapa tidak melakukan saja Hira, kalau kamu takut biar aku saja tadi yang melakukannya,” cerca Mona. Mengingat kejahatan yang dilakukan Maya di masa lalu Mona ingin rasanya melakukan hal yang sama. Namun, Hira berpikir lagi kalau saja ia melakukan itu juga apa bedanya dia dengan Maya. "Aku tidak ingin seperti dia. " Hira melepaskan helm Ia menatap ke samping ternyata Adnan menatapnya dengan tatapan yang menyelidiki, ia juga mengingat kejadian naas yang dialami Hira di masa lalu. "Apa kamu ingin balas dendam pada Maya? " Tatapan Adnan masih menuduh. Tetapi Hira bersikap bodo amat, mengalihkan wajahnya dari Adnan lalu berjalan ke arah taman. “Apa yang terjadi Hira ? Kalau kamu tidak jadi melakukan, Kenapa kuda itu marah dan menyerang Maya. Padahal aku yang bersamanya tadi dia tidak marah,” tutur Mona. “Mungkin dia tau kalau kamu orang yang baik dan Maya iblis jahat.” "Adnan melihat kamu terus dari tadi, apa kamu tidak ingin bicara dengannya? " "Mari kita lupakan pria sombong itu, aku tidak ingin berurusan dengannya, bahkan di rumah aku selalu menghindar darinya,” tutur Hira. Mona mendekatkan wajahnya, " apa benar kamu tidak ada perasaan sedikitpun padanya lagi? " "Tidak lagi Mon, Sean, mengajak untuk makan malam, Bunda sama ayah mendukungku. " "Iya, lupakan saja Adnan dan semua orang di masa lalu. Kamu berhak bahagia, sayang. " Mona mengusap-usap punggung tangan Hira. Mona dan Hira berganti pakaian dan duduk di salah satu meja sembari menikmati makanan kecil. Mona tidak membahas kejadian itu lagi, atlet panah itu lebih banyak bercerita tentang pertunangannya yang berlangsung satu minggu yang lalu. Ia cerita berapa beruntung dirinya bisa bertunangan dengan idolanya sendiri. “Sepertinya aku juga harus mencari allet untuk jadi suami, biar bisa diajak traveling kemana-kemana sama sepertimu,” timbal Hira. “Iya, aku akan menjodohkanmu. Tapi... Tidak usah deh,Sean juga ganteng dia kelihatan baik juga. " Saat semua orang masih heboh dengan nasib buruk yang dialami Maya , keduanya memilih duduk tenang. Bukannya tidak merasa simpati. Namun rasa sakit yang dirasakan keduanya masih membekas. Dulu kedua sahabat itu selalu langganan perundungan oleh Maya dan gengnya. Saat sedang duduk santai ponsel Mona berdering, ia menjauh sembari menerima panggilan telepon. Tiba-tiba Adnan datang. “Oh, ternyata kamu di sini Hira.” Adnan duduk di depannya. “Iya,” sahut Hira acuh, Dokter cantik itu menunjukkan ekspresi tidak senang saat Adnan tiba-tiba muncul di depannya. “Jadi benar … kalau kamu menghindar dariku?” Adnan menatap wajah Hira begitu dalam, mencoba alasan wanita cantik itu menghindarinya. “Tidak menghindar hanya saja malas bertemu kamu.” “Oh, jadi kamu tidak ingin bertemu denganku?” Adnan tersenyum kecil. “Iya.” Hira melihat kanan kiri mencari alasan menjauh dari Adnan. Kebetulan Leo sanga Kakak datang. “Hira, mau pulang sama Abang, apa sama Bunda?” “Oh, sama Abang saja.” Ia berdiri. Adnan juga berdiri. “Boleh saya ikut Bro, Gue gak bawa mobil.” Rumah mereka satu arah, bukan hanya searah bahkan rumah mereka samping-sampingan. Tidak ada alasan untuk Leo menolak, walau sebenarnya ia tidak suka sang adik didekati sama Adnan lagi. Saat berjalan ingin pulang Mona datang. “Hira, sudah mau pulang?” Tidak ingin satu mobil dengan Adnan Hira menjadikan Mona jadi alasan, “oh, Bang Leo pulang duluan saja, aku dan Mona masih ada urusan.” Hira merangkul lengan, sembari menyenggol memberi kode. “Oh, benar kami mau ketemu teman lama.” Adnan menatap Hira dari atas sampai ke bawah tatapan itu terlihat sinis dan punya banyak makna tidak bisa diartikan Hira. Mereka berdua meninggalkan Adnan dan Leo. Saat tiba di parkiran Adnan pura-pura menerima telepon meminta Leo pulang duluan dia masih punya urusan dengan temannya. Leo mengangguk sambil menarik napas panjang ia tidak ingin Hira berurusan lagi dengan pria yang pernah menyakitinya di masa lalu. Lelalaki yang berprofesi sebagai pengacara itu ingin adiknya mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari Adnan. * “Kamu yakin, Hira?” tanya Mona , belum yakin dengan rencana sang sahabat. “Yakin,” sahut gadis cantik itu sembari merapikan dress mini yang ia kenakan. “Bagaimana kalau Bang Leo dan Bang Damar datang?” “Mereka tidak akan datang, kedua abangku akan pergi bertugas di luar kota makanya cepat pulang tadi.” “Wow … Hira yang sekarang sudah berubah, dia bukan gadis culun lagi,” puji Mona menatap gaun mini dress milik Hira. Kalau dulu Hira tidak pernah berani tampil di depan banyak orang apalagi datang ke pesta maupun diskotik, tetapi kali ini ia datang ke tempat itu demi seseorang laki-laki dari masa lalunya. Mona dengan senang hati membantu Hira. Ia juga mengenakan gaun malam terbuka sama seperti yang dikenakan Hira. Di jamin mata lelaki yang akan melihatnya akan terhipnotis dengan tubuh seksi keduanya. Di tempat lain. Adnan si raja pesta pasti akan hadir dalam party tersebut, saat Adnan dan teman-temannya duduk menikmati minuman, Hira dan Mona datang, kehadiran keduanya mengundang perhatian mereka semua. “Itu Hira …?” kedua teman Adnan sama-sama berdiri, menatap kedua gadis cantik itu Hira menghindari Adnan dan tema- temannya, tujuan utamanya bukan Adnan . Melainkan Dikto, anak lelaki terpopuler saat mereka sekolah dulu. “ Buaya darat kalau dipancing dengan daging segar, dapatnya pasti cepat,” ucap Mona tersenyum. “Hai cantik, aku kira kamu akan melupakanku. Kamu sangat berbeda saat kita sekolah dulu.” Dikto mulai mengeluarkan rayuan mautnya. Adnan terdiam, ia tidak pernah menduga kalau Hira akan mendekati lelaki yang jadi musuh besarnya di sekolah dulu. Bahkan Dikto beberapa kali terlibat perkelahian sengit dengan Dikto. “Hira dengan Dikto? Apa mereka sudah sedekat itu sekarang?” rupanya ucapan Devan membuat kuping Adnan panas. Adnan tidak mau kalah ia mengajak seorang gadis cantik turun ke lantai dance. Lalu mereka menari mesra di sana bahkan di samping Hira, tetapi Hira tidak perduli ia fokus pada tujuannya yakni mendapatkan perhatian Dikto. “Apa kita boleh bicara di luar?” ucap Hira ke kuping Dikto aksi saling bisik itu membuat Adnan salah paham ia berpikir kalau Hira mencium Dikto. Tidak lama kemudian Hira dan Dikto keluar dari club. Hira benar-benar membalas orang yang pernah menyakitinya dulu, setelah memberi Dikto pelajaran Hira pulang. Maya dan Dikto mendapat balasan dari kejahatan mereka di masa lalu. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD