Semenjak skandal hubunganya dengan anggota DPR dunia keartisan Arum semakin memudar, padahal itu sama sekali tidak benar. Job Arum semakin sepi, bahkan akun sosial media tentang dirinya tidak Arum aktifkan lagi, ia benar-benar ingin keluar dari media yang sudah membesarkan namanya. Apartemen miliknya, sengaja ia jual begitu saja. Sementara Denis managernya dan Caca asisten pribadinya sudah mempunyai job baru. Walaupun Denis dan Caca setiap hari mengunjunginya tetap berteman dengannya.
Arum tidak menyangka bahwa, seseorang sengaja menghancurkan karirnya, membuatnya menderita seperti ini, nama baiknya hancur. Arum tidak tahu dimana letak kesalahannya. Arum lebih memutuskan untuk mengakhirinya saja. Arum menyusun semua pakaiannya didalam koper hitam miliknya.
Arum lebih memilih meninggalkan kota Jakarta. Arum mengepak koper miliknya. Setidaknya ia harus kerja, tapi bukan disini.
Sungguh ia sudah frustasi dengan semuanya, seseorang niat jahat untuk menghancurkan hidupnya. Mereka tidak tahu, bagaimana hidupnya susah seperti ini. Masa kecil Arum, bukanlah seperti anak kebanyakan. Arum hanya dibesarkan panti asuhan. Hanya bermodal cantik, ia bisa masuk dalam dunia entertainment. Ya, menjadi artis di Indonesia memang tidak terlalu sulit, cukup dengan bermodal kecantikan dan sedikit pandai berakting saja sudah bisa masuk FTV.
Ah sudahlah, lupakan saja semua. Arum pastikan ia tidak akan tinggal disini lagi. Toh, ia tidak memiliki apa-apa lagi. Arum mencoba tegar, bukan kali ini saja ia tersakiti. Ia sudah cukup kuat meniti lika liku kehidupan. Dunia entertainment emang kejam, bahkan sangat kejam. Banyak sekali orang diluar sana ingin menghancurkannya. Ketenaran adalah segalannya, bahkan ada yang rela memberikan segalanya, asal ia bisa tenar, dan mendapatkan job dengan cara instan. Arum mengikat rambutnya seperti ekor kuda, celana jins hitam serta jaket kulit menutupi tubuhnya.
Arum memutuskan untuk pergi ke London. London adalah kota tambatan hatinya, Arum sangat bersyukur bahwa Denis telah menyuruhnya kursus bahasa inggris waktu itu. Sebagai publik figure sangat penting mempunyai keahlian berbicara.
Arum menarik kopernya menuju Bandara International Soekarno Hatta. Arum manatap kedua sahabatnya, Caca dan Denis. Denis memeluknya, ini merupakan pilihan tersulitnya.
"Kamu yakin masih mau berangkat?".
"Iya, saya sudah bingung mau kemana lagi. Saya perlu menenangkan hati dan pikiran saya. Setidaknya di luar negri tidak ada yang mengenal saya" ucap Arum.
"Yakin dengan pilihan kamu?" Caca mencoba memastikan.
Arum mengangguk, air matanya jatuh dengan sendirinya. Arum dengan cepat mengusap air matanya dengan jemarinya.
"Terima kasih untuk semua, atas kebaikkan kalian".
Danis memeluk Arum, ia memeluknya sangat erat, seakan tidak ingin dilepas. Inilah satu-satunya artis yang tidak pernah menuntut banyak kepadanya. Denis berjanji akan mencari tahu, siapa pelaku yang mengahancurkan karirnya. Denis tidak akan memaafkannya begitu saja.
"Hubungi saya jika kamu sampai di London, kamu datanglah ke alamat ini. Bibi Sarah akan membantu kamu untuk mencari pekerjaan disana" ucap Denis.
Arum tersenyum, ia mengusap punggung Denis "terima kasih sudah membantu saya, perkerjaan apa yang cocok untuk saya? Saya hanya lulusan sekolah menengah atas".
Denis melonggarkan pelukkanya, di tatapnya wajah cantik Arum. "Kamu mempunyai wajah cantik, saya pastikan kamu mendapatkan kerjaan disana".
"Iya, iya".
Arum kembali tersenyum menatap Caca. "Terima kasih ya atas semuanya, kamu teman yang selalu ada buat saya, mau suka ataupun duka".
"Kamu mau meninggalkan saya, kenapa tidak kerja disini saja. Disana kamu tidak punya siapa-siapa, siapa yang akan mejaga kamu?" Caca menangis dalam pelukkan Arum.
"Disini semua mengenal saya, setidaknya di London gaji pembantu rumah tangga disana, 30 juta sebulan".
"Jadi kamu mau menjadi pembantu rumah tangga" tanya Denis.
"Ya tidak begitu juga, saya hanya mengistilahkan saja. Pembantu rumah tangga saja di gaji 30 juta, apalagi yang lain. Bukankah begitu".
"Kamu ini, masih saja bisa bercanda" Denis memeluknya kembali.
"Yasudah, saya berangkat dulu ya, terima kasih untuk semuanya" Arum menarik koper miliknya dan berjalan mendekati petugas avsec yang sedang berjaga didekat pintu.
Arum melambaikan tangan kepada kedua sahabatnya. Arum kembali tersenyum, sakit memang tapi ia mesti bagaimana lagi.
******
Sudah cukup Denis membantunya mengurus paspor dan membuat permohonan visa Inggris, memakan waktu berhari-hari, biaya pembuatan visa memakan biaya cukup besar, sehingga menguras cukup banyak tabungannya. Akhirnya semua berjalan cukup lancar tanpa halangan hingga hari H. Penerbangan untuk menuju ke London memang memakan waktu berjam-jam. Arum masih harus transit lagi dari Hongkong lalu menuju ke London, dengan pesawat airbus 380.
Akhirnya 13 jam perjalan dari Jakarta ke London, sampai juga. Arum benar-benar mengadu nasib di negri Ratu Elizabeth ini. Ia pernah sekali kesini, waktu liburan dua tahun lalu bersama Denis dan Caca.
Sudah berjam-jam lamanya, akhirnya ia sudah sampai di London Heatrow Internasional airport. Arum melangkahkan kakinya menuju area bandara, ia menatap teriknya matahari, sebenarnya sama saja suhu udaranya dengan suhu di Jakarta, tapi disini agak lebih dingin karena terpaan angin.
Arum menghentikan taxi dihadapannya. Arum membuka alamat bibi Sarah, letaknya di daerah South East London. Bibi Sarah akan membantunya selama hidup di London.
Taxi berhenti disalah satu rumah sederhana, berpagar putih. Arum lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah tersebut. Arum menekan bel, Arum menunggu sang pemilik rumah membukakan pintu untuknya.
Semenit kemudian, pintu itu terbuka. Arum tersenyum manatap wanita separuh baya, rambutnya memutih, terlihat ia masih cantik di usianya yang tidak muda lagi.
"Arum Ileana" ucap Sarah.
"Ya, saya Arum Ileana".
*******