Bella membuka mata. Bella merasa seseorang mengangkat tubuhnya untuk mengeluarkannya dari dalam bathtub. Tapi ia merasa sangat lelah dan mengantuk, matanya terpejam lagi.
Bella bermimpi Edward memakaikan baju tidur tanpa memakaikan bra dan celana dalamnya lebih dulu, Edward juga menyelimuti tubuhnya.
Tapi sebelum itu Edward mengisap ujung buah dadanya, memberikan kecupan berantai dari bawah telinga terus sampai melewati gundukan buah dadanya dan berhenti tepat di perut bagian bawahnya. Bella merasa tubuhnya terbakar karena kecupan bibir Edward, bibirnya tak berhenti mendesah, tubuhnya bergerak gelisah.
Bella terbangun dipagi hari dengan kepala yang sedikit pusing.
Dilihat matahari pagi sudah mulai meninggi.
Bella mengumpulkan ingatannya. Bella ingat ia tertidur saat berendam, kemudian ia bermimpi Edward mengangkat dan menurunkannya di atas tempat tidur. Lalu Edward menciuminya membuat kiss mark disepanjang leher sampai kebagian bawah perutnya. Kemudian ....
Bella segera bangun dan langsung berdiri di depan cermin.
Baju tidurnya yang tak berlengan, menampilkan jalur kecupan berwarna merah dari bawah telinga sampai ....
Bella mengangkat baju tidurnya. Bekas kecupan itu berhenti tepat dibagian bawah perutnya.
Bella menutup mulut dengan kedua telapak tangan.
"Ini bukan mimpi, dia ... dia ...." Bella berlari ke luar kamar lewat teras dan langsung masuk ke kamar Edward yang pintunya terbuka lebar.
Edward baru keluar dari kamar mandi, dengan hanya menggunakan handuk di pinggangnya.
Titik-titik air dari rambut membasahi bahunya.
Tatapan mata mereka bertemu.
Bella yang berdiri diambang pintu tidak menyadari, kalau sinar matahari dari belakang tubuhnya membuat ketelanjangannya dibalik baju tidur tipisnya terlihat jelas.
Jakun Edward bergerak, ia menelan ludahnya, kakinya melangkah lebar mendekati Bella.
Handuk yang melilit pinggangnya dilepaskan, membuat miliknya yang sudah tegang sempurna seakan menunjuk ke arah Bella.
Bella terpaku di tempatnya berdiri. Mata Bella tak bisa lepas dari junior Edward yang seakan menudingnya.
Edward memagut bibir Bella dengan ganas.
"Ed," desis Bella diantara kecupan panas Edward.
Mereka berputar-putar tanpa melepaskan pagutan bibir mereka.
Tubuh mereka jatuh ke atas ranjang, baju tidur Bella sudah terenggut secara paksa.
Junior Edward sudah pada posisi siap menembus milik Bella, Bella sudah memejamkan matanya pasrah.
"Kak Ed, sarapan, Kak. Apa Kak Bella tidur disini ya, aku panggil tidak ada jawaban dari dalam kamarnya." Suara Rania dari luar pintu mengejutkan keduanya.
Bella mendorong Edward kuat, lalu segera bangun dan lari ke luar kamar Edward menuju kamarnya.
Tak peduli dengan baju tidurnya yang sobek dan tertinggal didekat pintu kamar Edward.
'Huh! Benar-benar tindakan bodoh.
Dua kali berbuat bodoh dalam jangka waktu hanya beberapa jam.
Dasar bodoh!' Bella merutuki dirinya sendiri.
Bella segera mandi dan mencari-cari baju berleher tinggi untuk menutupi karya bibir Edward di lehernya, tapi sialnya ia tak punya baju seperti itu.
Untungnya ada syal yang bisa dililitkan dilehernya.
Suara ketukan di pintu terdengar.
"Ya sebentar!" sahut Bella. Bella mengira yang mengetuk pintu adalah Rania atau Nania.
Bella membuka pintu kamar, dan bukan Rania, atau Nania yang ada di depan pintu kamarnya, tapi Edward. Edward tampak santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana jeansnya.
Penampilan casual Edward dengan T-shirt dan celana jeans membuat Edward terlihat lebih muda, lebih tampan dalam pandangan Bella.
'Ya Tuhan, kenapa aku malah memujinya,' batin Bella.
"Kita sudah ditunggu di meja makan." Edward membuang pandangan saat tatapan mata mereka bertemu. Sedang Bella memilih untuk menundukan kepala.
Mereka beriringan menuju ruang makan untuk sarapan. Telapak tangan Edward meraih telapak tangan Bella untuk berjalan bergandengan.
"Bersikaplah sebagaimana seharusnya sepasang kekasih, Bella." Edward mengingatkan.
Bella hanya diam dan membiarkan Edward menggenggam tangannya.
"Kak Bella tadi aku panggil-panggil kenapa tidak ada sahutan, Kak?" tanya Rania.
"Maaf, aku tadi masih di kamar mandi," jawab Bella.
Bella tak melihat Malika dan kedua orang tuanya di meja makan.
Namun baru saja mereka selesai sarapan, saat Malika datang.
"Ed, benar kamu pulang hari ini?" tanya Malika. Malika berdiri di belakang Edward. Telapak tangan kanannya berada di atas bahu Edward.
"Ya," jawab Edward singkat membuat Bella menolehkan kepala untuk menatap Edward.
"Maaf, Sayang. Aku belum memberitahumu kalau hari ini aku akan pulang. Kamu harus tetap di sini untuk belajar menyanyi dan menari seperti keinginan nenek. Aku akan kembali setelah urusanku selesai. Kamu tidak keberatan kan kalau aku tinggalkan beberapa hari?" Edward menggenggam jemari Bella.
Bella hanya mengangguk saja.
"Jangan khawatir, Kak Ed, kami akan jadi teman Kak Bella. Kami nanti akan mengajaknya jalan-jalan," kata Nania.
"Terima kasih, Sayang." Edward tersenyum pada adiknya.
"Ed aku bisa ikut di pesawat mu dan menginap di rumahmu kan, Ed? Aku mau menghadiri pesta pernikahan teman kuliahku dulu." Malika mengusap bahu Edward, sikapnya terlihat seperti ingin bermanja.
"Ya, tentu saja bisa, Malika," jawab Edward.
Semua mata memandang ke arah Edward, bahkan Nenek dan Papanya sampai mengerutkan kening mereka.
Ini pertama kalinya Edward bersikap manis pada Malika, setelah tahu Malika mencintainya. Dan sikap manis itu ditunjukkan Edward di depan Bella, calon istrinya. Rasa terkejut nenek jadi senyuman saat sesuatu terlintas di pikirannya. Nenek yakin, Edward ingin membuat Bella cemburu. Itu artinya, Edward butuh cinta Bella. Hal yang selama ini menurut Edward tidak dibutuhkan dalam hidupnya.
*
Sudah dua hari Edward pergi, Bella semakin dekat dengan Rania, Nania, Aina dan Aima.
Mereka ternyata fans berat Bella Rose. Mereka berandai-andai Bella Rose datang untuk memeriahkan acara pensi untuk amal di sekolah mereka, itu mereka ungkapkan di hadapan Bella.
"Kapan acaranya?" tanya Bella.
"Dua hari lagi, Kak. Apa Kak Bella ingin ikut kami ke sekolah nanti?" tanya Rania.
Bella menggelengkan kepalanya.
"Kakak ada janji dengan teman kuliah Kakak dulu. Dia berasal dari negeri ini," jawab Bella.
"Kakak sudah bilang sama Nenek kalau mau pergi?" tanya Nania.
"Belum." Bella menggelengkan kepala.
"Ijin dulu, Kak, nanti Nenek marah kalau Kakak tidak minta ijin sebelum pergi," kata Rania.
"Oh iya, nanti Kakak minta ijin," sahut Bella.
Setelah berada di dalam kamarnya,
Bella menghubungi Sonia, orang dari manajemennya, yang sedang berlibur di rumah orang tuanya di negeri ini. Bella minta dijemput di rumah Nenek. Kepada Nenek Bella mengatakan akan menginap di rumah Sonia dua hari, untungnya Nenek mengijinkan Bella pergi dengan Sonia.
Bella menginap di rumah Sonia, ada dari team make up nya juga yang terbang langsung dari negara asalnya untuk menemuinya di rumah Sonia.
Pagi dimana hari pentas seni diadakan di sekolah adik dan keponakan Edward, Bella sudah dirias sebagai Bella Rose di rumah Sonia. Bella menuju sekolah Rania, Nania, Aina dan Aima.
Sehari sebelumnya, pihak manajemen Bella sudah berkoordinasi dengan pihak sekolah, akan kedatangan Bella yang pastinya akan menjadi sebuah kejutan yang luar biasa.
Nania yang merupakan ketua panitia pensi dipanggil Kepala sekolah ke ruangannya saat pentas seni sedang berjalan.
Nania mengetuk pintu ruangan Kepala sekolah.
"Duduklah, Nania." Kepala sekolah menunjuk kursi di hadapannya.
"Ya Pak." Nania duduk dengan rasa penasaran kenapa ia dipanggil kepala sekolah.
"Kamu tahu kenapa Bapak memanggilmu?" Tanya kepala sekolah.
"Tidak, Pak." Kepala Nania menggeleng.
"Nania, hari ini kita mendapat kehormatan dengan kedatangan seorang artis internasional yang akan ikut memeriahkan pentas seni di sekolah kita hari ini," kata Kepala sekolah.
"Artis internasional? Siapa, Pak?"
Kepala Sekolah tersenyum, dan pintu ruangannya terbuka.
Nania menengok ke arah pintu, ia langsung berdiri, matanya membelalak lebar, mulutnya terbuka tanpa disadarinya.
"Bella Rose," gumam Nania tak percaya. Bella mendekati Nania.
"Halo, Nania," sapa Bella dengan suara dan gaya Bella Rose yang pastinya berbeda dengan gaya dan suara Issabella Aurora.
"Bella Rose, ini bukan mimpikan?" Nania menepuk-nepuk pipinya sendiri.
"Tentu saja ini nyata, Sayang." Bella Rose menjawil hidung Nania seperti yang biasa dilakukan Edward.
"Boleh aku memelukmu, Bella?" tanya Nania. Bella tertawa, lalu lebih dulu membawa Nania ke dalam pelukannya.
Kehadiran Bella Rose benar-benar sebuah kejutan yang luar biasa.
Meski hanya menyanyikan dua lagu dengan iringan petikan dari gitarnya sendiri, Bella benar-benar bisa menghipnotis semuanya.
Yang paling membahagiakan Nania, Bella Rose mengundang ia dan Rania, Aina dan Aima untuk makan malam di hotel tempatnya menginap yang sudah dipersiapkan team manajemen Bella.
Makan malam yang sangat berkesan bagi mereka berempat.
Mereka langsung terlibat obrolan seru saat bertemu.
Tidak salah mereka mengidolakan seorang Bella Rose yang benar-benar sosok yang pantas untuk diidolakan.
*