11. KABUR?

1215 Words
Hari ini, Lily bangun lebih pagi dari biasanya. Ia ingin kembali melakukan morning routine yang selama ini ia lakukan saat tinggal di kos. Biasanya setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan dan mandi, Lily akan melakukan yoga ringan agar ia bisa lebih fokus dalam bekerja. Selain itu agar tubuhnya juga bisa tetap sehat karena Lily bekerja dengan posisi duduk cukup lama. Dengan membawa yoga mat berwarna ungu serta tumblr kesayangan dengan warna senada. Tidak lupa, ia juga sudah menggunakan legging dan sport bra warna hitam lalu dilapisi kaos over size berwarna putih. Lily tidak mungkin hanya menggunakan sport bra di rumah ini karena ada beberapa pria di rumah ini, yang terpenting keberadaan Axel harus gadis itu waspadai. Lily tidak mau membuat pandangan pria itu semakin salah paham kepadanya. Tempat pilihan Lily adalah taman dekat dengan kolam renang. Selain tempatnya yang lapang, udara pagi juga sangat enak jika dinikmati di alam terbuka. Belum lagi suara burung di pagi hari bisa menemani Lily melakukan aktivitas yoga. Sebenarnya di rumah besar itu selain kolam renang ada fasilitas gym serta lapangan basket juga. Bahkan Lily sangat ingin mencoba kolam renang serta bermain basket bersama Jasmine. Sayang, waktunya belum ada mengingat ia baru tinggal di rumah ini dan pekerjaannya yang membuat dirinya pulang malam. Kalau mencoba alat fitness, Lily belum tertarik apalagi ia yakin kalau tempat itu adalah daerah kekuasaan Axel. Sebelum memulai, Lily menoleh ke segala arah. Ingin memastikan apakah ada orang yang sudah bangun dan berpotensi melihat aktivitasnya. “Aman, paling nanti cuma di lihat sama Mbok Nanik.” Di rumah ini ada tiga asisten rumah tangga yaitu Mbok Nanik yang tinggal di rumah, dimana tugasnya adalah masak serta memenuhi kebutuhan di rumah tersebut. Gandis dan Yeyen yang usianya lebih muda dari Mbok Nanik, bertugas membersihkan rumah besar ini dan pulang saat sore hari. Untuk taman biasanya akan dipanggil petugas khusus untuk membersihkan dan merawat tanaman di rumah ini. Setelah melakukan Yoga kurang lebih tiga puluh menit, Lily menghabiskan setengah botol air minum. Kemudian ia segera merapikan yoga mat dan pergi untuk bersiap-siap. Saat ia berbalik badan, tiba-tiba saja matanya membola melihat siapa yang sedang duduk santai di teras yang menghadap ke arah kolam renang. “What!?” seru Lily. “Sejak kapan cowok nyebelin itu ada di situ?” Lily mendekat, lalu mendengkus kesal. “Sejak kapan lo di sini?” Sejak tadi Axel sedang menikmati aktivitas paginya yaitu membaca berita melalui tablet miliknya ditemani dengan secangkir kopi yang aromanya menguar begitu enaknya. Axel menyesap kopi dengan asap yang masih mengepul, meletakkan tablet lalu berdiri menatap Lily dengan tatapan dingin. Sudut bibir pria itu terangkat, pertanda ia sedang mengejek Lily. “Sejak awal lo mulai yoga dan sampai sekarang. Kenapa?” “Lo sengaja ngintipin gue?” Tanya Lily kesal. “Astaga Lily, tuduhan lo kejam banget sih. Apa yang mau gue intip, emang lo lagi telanjang bisa gue intip?” “Axel!” Axel mendesah lemah, “Dengar ya, gue biasa duduk di sini setiap pagi. Kalau lo nggak percaya, tuh bisa cek CCTV. Bukan karena lo yoga, gue jadi sengaja duduk di sini. Lagi pula emang apa untungnya gue liatin lo, kayak nggak ada kerjaan. Gue nggak semesum itu buat ngintipin saudara sendiri.” Cibir Axel. Mata Lily mengedip beberapa kali, mencerna ucapan Axel yang begitu panjang hingga otaknya harus bekerja keras padahal ini masih pagi. “Udah jangan bengong. Padahal habis yoga tapi isi pikirannya negatif terus. Tuduhan lo terlalu kejam buat gue. Nggak ada niat minta maaf gitu? Tadi malam aja lo masih punya hutang permintaan maaf sama gue.” Lily mendorong Axel yang semakin maju ke arahnya, “Ogah! Siapa juga mau minta maaf sama lo.” Lily segera kabur dari hadapan Axel. Ia sadar salah tapi terlalu gengsi untuk minta maaf dengan kakak tirinya itu. Axel hanya bisa menggeleng melihat Lily pergi tanpa punya rasa bersalah karena menuduhnya. “Dasar Lilyput, berani-beraninya nuduh gue tukang intip. Awas saja, tunggu pembalasan gue,” gumamnya sambil menunjukkan seringai mengerikan. Jasmine sedang menikmati sarapan sebelum berangkat sekolah. Dua potong roti dan segelas s**u cokelat cukup untuk mengganjal perutnya. Ia harus buru-buru karena tidak ingin terlambat atau terjebak macet. Axel bergabung di meja makan dengan tatapan bingung. Ia mencari sosok yang tadi pagi membuat hatinya dongkol. “Kakak kamu mana?” tanya Axel sambil mengambil dua lembar roti lalu mengolesnya dengan selai kacang. “Kak Lily sudah berangkat kerja, Mas.” Aktivitas Axel terhenti, bahkan pisau untuk mengoles selai terjatuh di atas piring hingga menimbulkan suara nyaring yang membuat Jasmine terkejut. “Kenapa, Mas?” “Kakak kamu berangkat sama siapa?” Jasmine menggeleng pelan, “Nggak, tapi naik taksi.” “Kakak kamu memang punya sifat bebal ya? Atau memang sengaja cari masalah?” “Maksudnya gimana Mas? Aku nggak ngerti?” Axel mendesah, “Sudah aku bilang pergi jangan naik angkutan umum, berangkat kerja sama aku. Tapi kenapa pagi-pagi udah kabur?” Jasmine hanya bisa tertunduk melihat kemarahan Axel. Ia juga lupa mengingatkan kepada kakaknya akan pesan Axel tempo hari. Tapi ia juga tidak menyalahkan Lily, karena hubungan kakaknya tidak akur dengan Axel entah apa penyebabnya. “Nanti aku kasih tahu Kak Lily ya, Mas. Mungkin dia ada urusan penting makanya buru-buru dan nggak nunggu Mas Axel.” “Sudah biarkan saja dia mau melakukan apa. Aku juga nggak akan rugi sama sikapnya yang susah diatur.” Nadine memperhatikan tampilan Lily dari atas sampai bawah, apalagi melihat gadis itu berjalan dengan sedikit pincang. “Apaan sih lo melototin gue?” tanya Lily. “Kaki lo kenapa, Ly? Terus kenapa pakai sepatu yang kayaknya kegedean?” Lily melihat kakinya, “Kaki gue lecet gara-gara kemarin pulang dari makan sama lo dan Mbak Nika.” “Kok bisa?” “Ceritanya panjang, nantilah gue cerita. Kalau bos tahu kita ngerumpi pagi-pagi bisa kena SP. Belum lagi kalau si mak lampir yang doyan makan cabe lihat, bisa-bisa kena sembur kalau tahu kita ngobrol.” “Ah iya juga sih, ya udah gue tinggal.” Ketika Lily sedang bersiap di meja kerja miliknya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia segera melihat siapa yang meneleponnya sepagi ini. Takut jika yang menelpon adalah Axel karena pagi-pagi ia sudah kabur dari rumah demi menghindari tatapan seram pria itu. “Mama?” gumam Lily dengan hati lega. “Halo, Ma?” “Lily, Mama sudah sampai di rumah. Nanti jangan pulang terlambat ya.” “Iya, Ma. Kalau nggak ada kerjaan mendadak, ya Lily pulang tepat waktu.” “Kata Papa, kamu dijemput sama Axel.” “Ma, aku bisa pulang sendiri,” keluhnya. “Ini perintah Papa, Sayang. Mama nggak bisa menawar. Lagi pula apa salahnya pulang sama Axel, lebih aman kan?” Lily mendesah kasar, “Terserah Mama deh maunya gimana. Lily kerja dulu.” Tanpa menunggu balasan dari Grace, Lily langsung menutup sambungan telepon dari Mamanya. Ia kesal kenapa Grace ikut-ikutan seperti Leo yang begitu posesif terhadapnya. “Menyebalkan,” ucap Lily dengan suara keras hingga membuat rekannya yang lain menoleh. “Siapa yang menyebalkan?” “Eh, bukan kok,” sahut Lily yang menampakkan cengiran lebar. “Hikz, gini amat hidupku setelah kenal keluarga Wardana,” keluh Lily sedih. ~ ~ ~ --to be continue-- *HeyRan* ---------- Sampai jumpa tanggal 1 September 2021, kita akan berjumpa dengan AxelLily setiap hari (semoga tidak ada halangan). Happy reading :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD