Di Buang

1080 Words
Rintik-rintik hujan memaksa Daffa membuka mata. Kebingungan melanda karena ditengah kegelapan ia melihat begitu banyak pohon besar yang berdiri. Dimana dia sekarang? Daffa benar-benar tidak menemukan jawaban. Beberapa bagian tubuhnya terasa sakit. Bahkan untuk bergerak saja, Daffa sedikit meringis. Apa dia sedang bermimpi? Daffa memejamkan matanya kembali. Mungkin karena banyak hal yang terjadi, dia menjadi tenggelam didalam mimpinya sendiri. Tapi kenapa mimpinya tidak membuat perasaannya membaik tapi malah sebaliknya. Daffa diliputi rasa kebingungan yang luar biasa. Untuk memastikan, dia mencubit kedua sisi pipinya dan rasanya sakit. Matanya melotot, jika sakit maka ia sedang tidak bermimpi. Ia memaksa diri untuk duduk. Pakaiannya sudah basah karena rintikan hujan. Tubuhnya masih belum stabil sehingga Daffa mencari sandaran. Kegelapan membuat dirinya mendadak takut. Dia manusia biasa, apalagi mendengar segala macam suara rintikan hujan. Meskipun Daffa tidak ingin percaya, tapi dia bisa menebak dimana ia sedang berada sekarang. Hutan, ya dia sedang berada di hutan. Tapi kenapa bisa Daffa berada di hutan seperti sekarang? Daffa mencari ponsel. Dia meraba-raba kantong baju dan celana, bahkan dia juga meraba tanah disekitarnya. Ponselnya tidak ditemukan sama sekali. Bahkan tas yang ia bawa juga tidak ada. Kemana pergi semua barang-barang miliknya? Kepanikan semakin menjadi-jadi. "Tenang Daffa, lo harus tenang." Daffa bermonolog sendiri. Kalau pikirannya tambah kacau, maka dia tidak akan bisa berpikir dengan baik. Daffa menarik nafas dalam-dalam, kemudian dihembuskan secara perlahan-lahan. Keadaannya sedikit baik. Setelah itu, Daffa berusaha mengingat kronologi dari dia turun dari pesawat. Daffa menaiki jasa mobile online yang dipesan melalui aplikasi yang cukup terkenal. Setelah masuk ke mobil, Daffa hanya berbincang sebentar. Semua tampak normal, dia masih ingat sampai disitu. Daffa berusaha kembali mengingat, dia sempat mengantuk dan setelah itu dia tidak ingat apapun lagi. Sebelum mengantuk, apa yang terjadi? Daffa memukul kepalanya agar bisa mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Ya, Daffa membeli minuman di mobil tersebut. Dia sempat haus dan membeli minuman yang disediakan oleh sang driver. "Tidak mungkin," ujar Daffa menggeleng. Dia mana mungkin terjebak dalam tipu muslihat kasus penculikan. Apalagi Daffa bukan anak kecil lagi. Tapi semakin dipikirkan, dia memang baru saja seperti mengalami tindak penculikan. Ponsel dan tasnya tidak ada, sedangkan dia terkapar di tempat yang tidak diketahui. Asumsi Daffa, setelah dia tidak sadarkan diri. Bukan mengantuk biasa karena jika dia dibuang disini pasti akan terbangun. Tapi nyatanya saat matahari sudah tidak terlihat lagi, dia baru terbangun. Semua barang-barang miliknya diambil, setelah itu Daffa dibuang disini. Rasanya Daffa ingin tertawa. Apa yang terjadi pada dirinya sedikit tidak masuk akal. Mama yang membesarkan dirinya selama ini bukan ibu kandung, kemudian dia dibuang di hutan setelah barang-barangnya diambil. Selanjutnya apa lagi? Apa akan ada binatang buas yang siap memangsa dirinya? Daffa bergidik ngeri sendiri. Daffa tidak bisa tetap menunggu di bawah rintikan hujan. Apalagi ia sedang berada ditempat yang sama sekali tidak ia tahu. Ponsel tidak ada, hari gelap dan dia mulai kedinginan. Daripada menunggu tidak jelas atau bahkan dimakan oleh binatang buas, lebih baik Daffa sedikit berusaha untuk berjalan mencari jalan raya ataupun rumah seseorang. Jujur saja, dengan penerangan minim Daffa mulai melangkah dan arahnya juga tidak jelas. Yang terpenting, dia tidak berjalan ke tempat dimana banyak semak-semak Semakin lama, dia merasa semakin masuk ke dalam hutan. Tidak lucu kalau dia mati disini. Seharusnya Daffa tidak usah pakai acara menenangkan diri ke tempat yang asing. Akibat berbohong kepada kedua orang tuanya, Daffa sampai mengalami hal mengerikan seperti sekarang. "Mama," rengek Daffa. Dia takut kalau benar-benar mati disini dan tidak bisa bertemu dengan Mamanya lagi. Daffa ingin melihat wajah Mamanya. Dia juga ingin memeluk Mamanya. Daffa bukan laki-laki cengeng, tapi jujur dia memang takut mati disini sehingga air mata mengalir begitu saja. "Mama aku mau pulang," lirih Daffa lagi. Tapi berapa banyak pun Daffa berkata atau berteriak, Mama tidak akan mendengarnya. Daffa memang berada sendiri disini. Daffa tetap melangkah meskipun ia tidak tahu apa yang sudah menunggu di depan sana. Daffa harap walaupun ia mati, jasadnya bisa ditemukan oleh kedua orang tuanya. Semakin lama melangkah, Daffa semakin ingin menangis sejadi-jadinya. Bahkan Daffa sampai berdoa dan berjanji jika dia selamat maka dia akan berbuat baik kepada orang lain. Bahkan dia akan menyelamatkan hidup seseorang yang sedang berada di jurang, siapapun itu jika dia bisa membantunya. Padahal selama ini Daffa menjadi laki-laki yang sangat nakal dan tidak mau menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim. Kalau berada di rumah dia akan shalat jika Mamanya sudah cerewet. Kalau Mamanya tidak ada, ya Daffa tidak akan shalat. Dia memang sudah terlalu jauh kehilangan arah. "Ya Allah, tolong." Daffa memohon dengan bibir bergetar. Hal ini membuat dia tidak punya siapapun untuk diminta tolong kecuali hanya kepada pemilik alam semesta. Entah sudah berapa lama Daffa melangkah, tapi matanya melihat ada sebuah cahaya. Daffa mengucek matanya berulang-ulang kali untuk lebih memastikan. Memang benar cahaya, dia bukan hanya melihat sebuah ilusi semata. Daffa buru-buru mendekat kesana. Semakin dekat dia semakin jelas melihat bahwa ada sebuah pondok yang berdindingkan kayu atau papan. "Terima kasih ya Allah," ucapnya dengan penuh kelegaan. Setidaknya Daffa bisa berteduh disana sampai pagi datang. Tapi darimana asal cahaya tersebut? Daffa hanya bisa melihat dari cela-cela dinding. Apa dipondok tersebut ada orang? Kalau memang ada, Daffa sangat-sangat bersyukur. Setidaknya dia bisa bertanya apa nama daerah ini. Kemudian dia bisa mendapat informasi dimana jalan besar atau perumahan orang-orang. "Apa ada orang?" tanya Daffa sambil mengetuk pintu. Dia sudah berusaha membuka tapi tidak bisa. "Halo," ujar Daffa lagi. Tidak ada jawaban sama sekali. Bulu kuduk Daffa sedikit merinding, bagaimana kalau hantu? Tadi dia tidak ada berpikir tentang hantu dan hanya binatang buas saja. Tapi sekarang ia malah berpikir akan bertemu dengan hantu. Tentu saja Daffa sedikit takut. Apa hantu benar-benar ada? Dia tidak bisa menjawabnya. Apalagi dia tidak pernah melihat sebelumnya. Meskipun takut, Daffa tetap bersuara dan bertanya apa memang ada orang di dalam pondok. Daffa yakin cahaya berasal dari api setelah dia berhasil mengintip dicela-cela yang ada. Mana mungkin hantu iseng membuat api, bukankah hantu lebih suka gelap? Pikiran Daffa sedikit random. "Halo Pak, Bu. Saya bukan orang jahat." "Tolong saya." Lama kelamaan tubuh Daffa tidak bisa bertahan lagi karena kedinginan. "Saya tersesat," lanjutnya lagi. Masih tidak ada suara. Pintu juga tidak terbuka. Daffa bisa apa kalau begini, dia hanya duduk sambil bersandar di luar pintu. Setidaknya dia tidak kehujanan meskipun tubuhnya kedinginan. Tubuh Daffa menggigil. Apa dia akan bertahan sampai pagi? Entahlah, Daffa benar-benar ingin bertemu dengan keluarganya. Jika tahu akan begini, lebih baik Daffa tidak kemana-mana. Mulutnya hanya bisa mengatakan maaf walaupun Mama dan Papanya tidak akan bisa mendengar atau tahu. Tapi Daffa benar-benar menyesal karena sudah bertindak sejauh ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD