Syana menatap Rakha yang duduk di sampingnya. "Maaf, Om. Yang saya ingat, Muti sering meminta saya untuk jadi ibunya." "Nah itu. Tidak mungkin kamu mau jadi ibu Muti. Lupakan saja, Muti itu aneh-aneh saja pikirannya." "Maaf, Non. Rumahnya yang pagar putih di depan?" Tunjuk Dudung. "Iya, Pak. Saya turun di depan gerbang saja," kata Syana. "Eh, tidak bisa begitu. Saya harus mengantar kamu ke hadapan orang tuamu." "Tidak perlu, Om." Kepala Syana menggeleng. "Saya juga orang tua, Sya. Saya akan marah kalau ada seorang pria yang mengantar putri saya, tanpa bertemu dengan saya." Debat Rakha. "Orang tua saya, tahunya saya diantar Muti, Om. Bukan Om yang mengantar saya." Syana tetap menolak. Mobil sudah berhenti di depan pintu gerbang. "Tetap tidak bisa. Saya harus mengantar kamu ke hada