Mitha langsung duduk di tempat tidur. Kaget membacanya. Ini laki-laki misterius. Bagaimana bisa tahu namanya, dan bahkan sekarang tahu nomor ponselnya? Melihat penampilannya, tidak seperti stalker yang tidak punya manner. Bahkan orangnya terlihat sopan.
Apakah harus ia balas? Sungguh ruwet rasanya… Mitha meletakkan ponselnya dan kembali tidur, tidak mau banyak berpikir dulu.
***
Danu menunggu dan menunggu, tidak ada balasan dari pesan yang ia kirimkan.
Oh, Mitha how come you’re not answering? Please, please, please..
“Bapak Danu, sudah ditunggu rapat,” Seorang stafnya memanggil. “Baik,” Danu berdiri, menyimpan ponsel pribadinya itu di laci meja dan menguncinya. Lalu memasukkan ponsel kerjanya ke saku kemeja… I’ll wait..
***
Mitha terbangun siang hari.. Matahari sudah berada di puncak terpanasnya. Rasa-rasanya ac di ruangan itu tidak mampu mengalahkan terik penerang bumi ini.
Kakinya bergerak menuju dapur, membuka lemari es dan meminum oolong dingin kesukaannya. Mitha duduk, perutnya kelaparan, belum sarapan dari pagi. Pesan delivery saja…
Mitha mengambil ponselnya. Ada misscall dari Indra, Anya, nomor kantor dan nomor tak dikenal. Ratusan pesan w******p di berbagai grup bermunculan. Tapi ada satu pesan lagi dari nomor tak dikenal itu.
Mitha, are you alright? - Danu
Lelaki itu kembali mengirimnya pesan. Akhirnya Mitha putuskan untuk membalasnya.
I’m ok… Terima kasih sudah bertanya.
Tidak ada balasan. Mitha melihat pesan pertama terkirim 6 jam lalu. Pesan kedua terkirim 1 jam lalu. Hmm…
Danu… Namanya bagus, pikir Mitha.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Oh tidak, lelaki itu. Ehm.. Mitha berdehem menenangkan dirinya.
Mita, “Halo..”
Danu, “God, you’re making me worry all day.”
Mita, “Aku tidak apa-apa.”
Danu, “Ok, berarti kamu memang tidak mau membalas pesanku tadi pagi ya? Oh Mitha, please save my number, will you?”
Mitha tertawa.. Lucu rasanya mendengar Danu seperti memohon.
Danu, “Why?”
Mitha, “Kamu lucu…”
Danu, “Oh ok, nice progress. It is better than you think i’m rude.”
Mitha kembali tertawa.. “Nice progress dalam hal apa maksudnya?”
Danu ikut tertawa, “Hubungan kita.”
Mitha terdiam, “Hubungan apa?”
Danu tersenyum, “More than friend, i think. Kissing buddy?”
Mitha tertawa, “No..”
Danu kembali tertawa, “Let’s start a relationship as friends who can kissed each other.. How about that?”
Mitha terus tertawa, “Itu tidak ada dalam kamus hidupku..”
Danu, “Just kidding.. Sorry. Aku tahu kamu memiliki seseorang, tapi aku cukup percaya diri untuk bilang aku lebih baik darinya. Satu hal, you deserve better.”
Mitha, “Darimana kamu tahu, kamu lebih baik darinya?”
Danu, “Mitha, with me, you got the whole package.”
Mitha tertawa, “Paket apa, kamu bukan barang.”
Danu kembali tertawa, “Apa yang paling kamu harapkan dari seorang laki-laki?”
Mitha terdiam dan berpikir, “Mmm.. Ketulusan dan kesetiaan.”
Danu, “Itu aku. I’m sincere and loyal, trust me!”
Mitha tertawa.. Bisa saja pikirnya.
Danu, “Senang mendengarmu tertawa. Tapi, aku harus menutup dulu teleponnya. Please save my number ok? Malam ini aku telepon lagi.”
Mitha mengangguk, sejujurnya tidak ingin menutup teleponnya. Tapi..
Danu, “Apa aku bisa berpikir kalau nomorku akan kamu simpan?”
Mitha, “Iya.”
Danu, “Ingat namaku bukan?”
Mitha tertawa lagi, “Danu.”
Danu, “Apa?”
Mitha, “Danu..”
Danu, “Hmm.. You’re making me nervous. Ok bye, call you again.”
Telepon itu berakhir, menyisakan debaran yang begitu kencang. Mitha merasa tidak sabar menunggu malam tiba. Please call me again..
Mitha menyimpan namanya, DANU. Ada getar aneh saat menyimpan dan membaca namanya.
***
Danu tersenyum sendiri saat menutup telepon itu. Oh my heart! I think it is going to explode.
“Kenapa kamu senyum sendiri Danu?” Om Aji menatapnya heran. “Ada yang mengingat dan menyebut namaku,” Danu berdiri dan memeluk Om Aji. “Siapa?” Om Aji hanya tersenyum dan membalas pelukannya sambil menepuk-nepuk punggungnya. “Nanti ada waktunya saya cerita om,” Danu tersenyum ceria dan menatap matanya yang kebingungan. “Sekarang, ada projek penting yang mau saya diskusikan.”
“Saya mau membentuk tim untuk projek masa depan. Isinya orang-orang kreatif semua, langsung di bawah saya. Kita bicara pengembangan bisnis tapi out of the box. Ada waktunya semua lini media kita mengalami disrupsi. Kita harus bersiap sebelum terjadi. Tiap divisi bisa ada yang terlibat. Ini di luar dari pekerjaan rutin mereka,” Danu menjabarkan rencananya. Om Aji tersenyum lebar, “Om dukung, kita bisa bicara dengan VP tiap divisi untuk diskusi anggota tim.”
“Tidak om, saya pikir kita harus fair, langsung saja kita buat kompetisi ide. Tidak ada birokrasi dan struktural di sini. Bebas berpikir kreatif, out of the box. Saya ingin dari level paling bawah sampai level paling atas bisa memberikan idenya. Kita adopsi dan berikan reward untuk yang bisa menangkap konsep sesuai dengan yang saya harapkan. Tidak tertutup kemungkinan bicara kenaikan jabatan dan gaji,” Danu kembali memaparkan pemikirannya.
Om Aji mengangguk-ngangguk… “Ide bagus. Nanti kita ajak tim desain untuk menyusun konsep kompetisinya.” Danu tersenyum, “Terima kasih om. AB Group Moving Forward and Beyond.”
Danu melihat jam tangannya, “Ini sudah lewat pukul 5 sore, saya mau break sebentar. Saya ke rooftop dulu, perlu udara segar.” Om Aji mengangguk, “Jangan lupa bawa ponselmu Danu.” Tangannya meraih ponsel di mejanya, lalu beranjak ke atas rooftop.
Memandang langit sore menginspirasinya. Danu selalu menyukai warna orange di langit, baginya itu semua syahdu. Membuatnya tidak lupa diri dan selalu mengingat untuk menginjakkan kaki ke bumi.
Matanya menangkap satu pemandangan mengusiknya di satu pojok rooftop yang sedikit tersembunyi. Laki-laki terlihat berciuman dengan seorang perempuan dengan panas. Bahkan, saling menyentuh bagian-bagian sensitifnya. Oh no! Kenapa lagi-lagi dia harus menyaksikannya?
Danu langsung berbalik, ahh.. Ini merusak pemandangan. Laki-laki itu bekerja di perusahaan ini?