Kota Grandville bukanlah kota besar, sehingga setiap kabar yang berembus akan dengan cepat tersebar ke seluruh penjuru kota. Begitu pun dengan kabar kepindahan keponakan perempuan dari Elizabeth Bryant ke Grandville. Dalam waktu singkat, hampir separuh dari penduduk kota sudah mengetahuinya. Juga tentang gadis itu yang akan bersekolah di Grandville High School.
Grandville High School adalah satu-satunya sekolah menengah di Grandville. Satu-satunya dan yang terbaik dari sekolah menengah di beberapa kota tetangganya. Sehingga banyak juga siswa Grandville High School yang bukan berasal dari Grandville. Maka tak heran kalau Elizabeth Bryant menyekolahkan keponakannya di Grandville High School.
Berbicara tentang Elizabeth Bryant, siapa pun penduduk Grandville pasti mengenal perempuan itu. Elizabeth Bryant adalah orang terkaya di Grandville. Beberapa peternakan besar di Grandville adalah miliknya. Dua buah pabrik yang beroperasi di Grandville juga milik Elizabeth. Katanya perempuan cantik itu juga memiliki sebuah perusahaan di New York, selain milik keluarganya yang termasuk salah satu peusahaan terbesar di Amerika.
Sebagai seorang yang menyandang predikat orang terkaya di kota, Elizabeth bukan orang yang sombong. Perempuan itu sangat baik dan selalu ramah pada siapa pun. Sebagai bos, Elizabeth juga demikian. Kesejahteraan seluruh pekerja di pabriknya selalu dinomorsatukan. Elizabeth juga mendahulukan penduduk Grandville untuk bekerja di pabrik dan peternakannya sebelum ia menerima pekerja dari luar kota Grandville. Dengan segala kebaikannya itu, maka tak heran seluruh penduduk Grandville menghormatinya. Mereka akan pasang badan kalau ada sesuatu atau seseorang yang menyakiti Elizabeth.
Hal seperti itu juga yang mereka harapkan pada keponakan perempuan Elizabeth yang kabarnya akan datang minggu depan itu. Mereka berharap keponakan Elizabeth yang kabarnya bernama Sarah Bryant memiliki sifat sebaik Elizabeth, Bibinya. Mereka, terutama para penghuni Grandville High School, memiliki rencana untuk menyambut Sarah. Para guru dan siswa sepakat mereka akan menyambut Sarah pada hari pertama gadis itu menginjakkan kaki di sekolah mereka seminggu lagi.
Di antara para siswa yang heboh itu, Angelica Brown yang paling heboh. Gadis berambut pirang dan bermata biru yang selalu merasa kalau dirinya paling cantik di antara yang tercantik di kota itu mengatakan kalau ia dan Sarah Bryant bersahabat. Banyak siswa yang percaya, hal itu disebabkan karena Ibu Angelica, Cecilia brown, berteman baik dengan Elizabeth Bryant. Sangat mungkin bagi mereka kalau Angelica dan keponakan Elizabeth juga berteman. Apalagi dilihat-lihat Angelica juga dekat dengan Elizabeth.
Tapi tak sedikit juga siswa yang tidak mempercayai perkataan Angelica. Di antara siswa-siswa yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Angelica adalah Brian Taylor dan Stephanie Grace. Kedua orang itu tidak menelan mentah-mentah semua yang keluar dari mulut Angelica. Mereka sudah tahu siapa gadis itu sebenarnya. Angelica bukanlah gadis yang baik. Gadis itu sangat suka membanggakan kekayaan orang tuanya. Angelica juga memilih dalam berteman. Ia hanya akan berteman dengan gadis-gadis yang menurutnya sederajat dengannya. Kalau tidak, meskipun kau satu kelas dengannya, Angelica tidak akan mau berteman denganmu.
Stephanie termasuk orang-orang yang tidak ditemani Angelica. Karena sering berbeda pendapat, meskipun mereka berasal dari golongan yang sama, Angelica tetap tidak mau menemani Steph. Angelica menilai Steph terlau kampungan dan tidak memiliki selera yang baik dalam berteman. Steph memang tidak memilih dalam berteman. Baginya Steph, yang penting orang itu jujur dan tidak sombong, ia akan menemani orang itu. Tidak peduli mereka kaya, sederhana atau bahkan kalau orang itu miskin sekalipun. Di luar wujudnya yang tomboy, Steph sangat baik dan penyayang. Gadis itu tak segan mengulurkan tangannya untuk membantu teman-temannya yang kesusahan. Oleh karena itu banyak yang menyukai Stephanie.
Hal itu juga yang membuat Angelica tidak menyukai Steph. Menurutnya Steph adalah seorang tukang pencari perhatian. Lebih banyaknya siswa yang mau berteman dengan Steph daripada dengannya juga merupakan salah satu faktor penyebab Angelica tidak menyukai Steph. Angelica yang selalu ingin menjadi pusat perhatian selalu kalah popularitas dengan seorang Stephanie Grace yang Ibunya adalah sekretaris dari Elizabeth Bryant.
Salah satu orang yang lebihemilih berteman dengan Stephanie ketimbang Angelica adalah Brian Taylor. Pemuda incaran hampir seluruh siswa Grandville High School. Brian dijuluki pangeran sekolah. Selain pintar, Brian juga tampan. Rambut pirang dan mata biru berpadu dengan tubuh yang proporsional. Diusianya yang baru tujuh belas tahun, tinggi badan Brian sudah mencapai enam kaki. Tidak terbayang kalau usianya bertambah, pasti Brian akan lebih tinggi lagi. Brian bukan pemuda yang dingin, ia sangat ramah. Itu kalau kau juga ramah padanya. Brian akan bersikap manis kalau kau juga manis padanya. Jangan coba-coba untuk memusuhinya, karena Brian akan sangat dingin kepadamu. Dingin melebihi kutub Utara.
Karena sifat ramahnya itu, Brian lebih senang berteman dengan Stephanie ketimbang Angelica yang menurutnya sangat petakilan. Angelica yang selalu merasa dirinya nomor satu di antara yang nomor satu sangat tidak cocok dengan gaya hidup Brian yang terkesan sederhana. Padahal Ayahnya adalah seorang pengacara ternama. Tetapi Brian selalu menggunakan barang-barang yang terkesan biasa saja.
Siapa yang tidak mengenal Richard Brown. Kehebatan pria itu sebagai seorang pengacara sudah tidak diragukan lagi. Selain itu, reputasi Richard juga sangat baik. Pria berusia lima puluh tahun itu selalu memenangkan setiap kasus yang ditanganinya dengan jujur. Oleh karena itu, Richard menjadi pengacara pribadi Elizabeth Bryant.
"Apa menurutmu Angelica kali ini bicara jujur?" tanya Stephanie berbisik. Ia khawatir Brian tidak mendengar suaranya karena keributan di kelas mereka.
Brian hanya mengangkat bahu, tak peduli dengan semua hal yang keluar dari mulut berbisa Angelica. Karena semua yang dikatakan gadis berambut pirang itu semuanya tidak benar. Mulai dari mereka yang liburan bersama sampai Angelica yang pernah menginap di rumah keluarga Bryant di New York. Ia sangat mengenal Angelica. Gadis itu akan melakukan apa saja asal ia bisa menjadi yang pertama.
"Aku tidak percaya dengan semua yang dikatakannya." Brian menunjuk Angelica menggunakan bibirnya yang dimonyongkan. "Dan kau, apa kau percaya padanya?" Pemuda itu balik bertanya. "Maksudku kalau ia berteman dengan keponakan Nona Elizabeth."
Steph menggeleng. "Aku yakin, seperti biasa Angelica hanya membual. Aku berani bertaruh kalau bagaimana rupa gadis itu saja ia tidak tahu."
Brian tertawa kecil, kemudian mengangguk. Apa yang dikatakan Stephanie benar, ia yakin itu. Angelica hanya mengada-ada. Coba saja di antara gadis-gadis yang mengerubunginya itu ada yang berani meminta bukti, tentulah Angelica tidak akan berani dan kebohongan gadis itu pasti akan terbongkar.
"Aku tidak habis pikir, kenapa gadis itu sangat suka menebar sensasi?" tanya Shane Miller. "Seolah dengan ia membanggakan kekayaan orang tuanya saja masih tidak cukup."
"Angelica kan memang siswi terkaya di sekolah kita," jawab Steph sambil mengulum senyum.
Shane memutar bola mata. Pemuda berusia delapan belas tahun itu tahu kalau Stephanie cuma bercanda. Hanya saja candaan itu sangat tidak lucu, membuatnya mual. Shane membalas lawakan Stephanie dengan berlagak ingin muntah.
Sementara Brian tak berkomentar. Pemuda itu hanya tertawa. Tawa yang membuat perhatian Angelica tertuju padanya. Siapa pun tahu kalau Angelica menyukai Brian. Hanya saja perasaannya itu bertepuk sebelah tangan. Brian sedikit pun tidak pernah tertarik padanya. Padahal mereka sudah berteman sejak kecil. Sama-sama dari golongan berada pula. Brian tetap tidak menanggapinya. Pemuda itu tak pernah memperlakukannya lebih dari seorang teman.
Dengan tersenyum lebar, Angelica menghampiri Brian. Berdiri di depan meja pemuda itu.
"Brian," sapa Angelica manja seperti biasa. "Apa kau sudah pernah bertemu dengan Sarah?"
Brian tahu pertanyaan itu bukan untuknya, melainkan ditujukan Angelica pada Stephanie. Biasa, ia ingin pamer. Ingin mengatakan kalau dirinya selangkah lebih maju lagi dari Stephanie yang sejak tadi terlihat adem ayem saja. Sebenarnya Brian sangat muak. Ini yang membuatnya tidak menyukai Angelica. Gadis itu rela berbohong demi sebuah popularitas.
Brian mengangkat bahu, malas menanggapi Angelica yang nanti pasti akan melanjutkan ocehan tak bermanfaatnya tentang gadis kota itu.
"Tidak," jawab Brian tanpa menatap Angelica. Pemuda itu justru menoleh pada Stephanie yang duduk di samping mejanya. "Bagaimana denganmu, Steph. Apakah kau mengenal gadis kota yang ditanyakan Angelica?"
Mata biru Angelica berbinar. Ini yang diharapkannya. Stephanie Grace pasti tidak akan bisa menjawab apa-apa. Semua siswa akan mengakui kalau Stephanie tidak sepopuler dirinya. Ia memang tidak menyukai Stephanie. Sejak kecil mereka selalu bersaing, terutama dalam hal menarik perhatian Brian. Dan entah apa yang dikatakan si licik itu pada Brian sehingga Brian lebih memilih berteman dengan Stephanie ketimbang dengannya yang jauh lebih cantik. Orang-orang selalu memanggilnya Barbie hidup, yang tentu saja itu artinya secara tidak langsung orang-orang itu mengatakan ia cantik. Sementara Stephanie, tidak ada panggilan khusus apa-apa untuknya dari penduduk Grandville. Itu membuktikan kalau ia lebih populer dari si ular Stephanie.
Angelica mengangguk cepat. "Oh iya, Stephanie. Apakah kau pernah bertemu Sarah? Kalau aku..."
"Tidak!" potong Stephanie cepat. Ia tidak ingin mendengar ocehan Angelica yang hanya akan membuatnya bertambah mual.
"Sudah kuduga."
Angelica sengaja mengeraskan suaranya agar semua teman-teman sekelas mereka terutama yang memuja Stephanie dan mengatakan kalau gadis itu lebih baik darinya adalah salah. Ia yang terbaik. Ia yang paling populer, baik di sekolah maupun di seluruh Grandville! Senyum Angelica makin mengembang.
"Aku bahkan sudah pernah menginap di rumah Sarah di New York," ucap Angelica dengan bangga.
Stephanie memutar bola mata bosan. Kapan Angelica pernah keluar dari Grandville? Seingatnya tidak pernah. Nona Elizabeth Bryant memang berteman akrab dengan Ibu Angelica, tapi Elizabeth tidak pernah mengajak Clarissa Brown untuk ikut ataupun putrinya untuk ikut bersamanya saat Elizabeth ke luar kota apalagi ke luar negeri. Uang keluarga Brown memang banyak, mereka salah satu keluarga terkaya di Grandville, tetapi tak pernah keluarga Brown pergi ke luar Grandville. Tuan Brown selalu melarang keluarganya keluar kota. Ia tidak ingin keluarganya terkontaminasi virus kota besar. Menurut Tuan Brown, kota besar lebih banyak polusinya sehingga tidak baik untuk kesehatan.
Lalu bagaimana Angelica bisa mengatakan kalau ia sudah pernah menginap di kediaman keluarga Bryant di New York? Sementara Angelica tidak pernah pergi ke tempat itu. Barang-barang bermerek yang dimilikinya saja dipesan, bukan dibeli secara langsung. Dasar pembual! Kalau ada penghargaan untuk pembohong terbesar, pastilah Angelica pemenangnya.
"Aku baru tahu kalau ternyata kau tidak mengenalnya," sambung Angelica. Gadis itu semakin bangga saja. Apalagi beberapa teman sekelas sudah mulai mendekati mereka. Sepertinya teman-teman mereka mulai tertarik dengan percakapan ini. "Kutebak, kau juga belum pernah melihat dan bertemu dengannya."
Tak menjawab, Stephanie hanya mengangkat bahu. Sungguh, ia malas dan bosan dengan semua omong kosong Angelica. Kalau untuk rupa Sarah, Stephanie sudah pernah melihatnya difoto keluarga Bryant yang dipajang di ruang tamu rumah Elizabeth Bryant. Stephanie juga pernah beberapa kali ke rumah besar dan mewah milik Elizabeth, keluarganya diundang makan malam oleh Nona Elizabeth sendiri. Diperjamuan itu juga ada keluarga Brown, dan Stephanie yakin kalau Angelica juga melihat foto gadis itu. Difoto saja Sarah terlihat sangat cantik, tak heran kalau Angelica mengakuinya sebagai sahabat.
"Kalau begitu sayang sekali. Iya kan, teman-teman?" Angelica menoleh ke kanan dan ke kirinya, di mana teman-teman sekelas mereka berkumpul. "Stephanie bukan teman dari Sarah Bryant, padahal kan..."
"Sekarang kau dan teman-teman penggosipmu sudah tahu!" potong Shane. Raut wajah pemuda itu menunjukkan kalau ia sudah tidak tahan lagi mendengar kata-kata Angelica. "Bisakah kalian pergi? Karena aku ingin muntah sejak tadi mendengar celotehan tak bermanfaatmu itu, Angelica. Sungguh suara sok manjaku itu membuat telingaku berdenging dan sakit. Pergilah!" usir Shane. Pemuda itu menggerak-gerakkan tangannya meminta gadis-gadis itu menjauh.
Mata biru Angelica membelalak lebar. Ia tidak menyangka kalau ada pemuda semenjengkelkan Shane. Perkataan Shane sungguh sangat tidak sopan. Melukai harga dirinya yang sangat tinggi. Dan lihatlah sekarang, pemuda sok tampan itu mengusirnya? Dia pikir dia siapa bisa mengusir seorang Angelica Brown dengan cara sekasar ini?
"Apa katamu tadi?" tanya Angelica tidak terima dengan perkataan Shane. Kedua tangannya berada di pinggang menantang pemuda itu. "Siapa kau berani sekali mengatakan omonganku tidak bermanfaat? Kalau tidak ada bukti kuat jangan asal menuduh!"
Shane memutar bola mata lagi. Kali ini karena kesal. Shane memang bukan pemuda yang penyabar. Shane juga bukan orang yang suka bertele-tele, ia tipe orang yang akan mengatakan ketidaksukaannya kepada seseorang langsung di depan orang itu.
"Astaga, Angelica! Haruskah aku menunjukkan semua bukti-bukti itu?" tanya Shane frustasi. Ia sudah sangat muak mendengar semua yang dikatakan Angelica dan sekarang gadis itu justru berbicara padanya? Yang benar saja.
"Apakah kau bisa membuktikan perkataanmu?" tanya Angelica dengan dagu terangkat.
Shane tertawa sarkas. "Pertanyaan itu seharusnya kau tanyakan kepada dirimu sendiri, Nona Yang Merasa Dirinya Paling Cantik!"
Angelica mendelik. Sekali lagi ia tidak terima kata-kata yang keluar dari mulut berbisa Shane.
"Buktikan saja kalau kau memang berteman akrab dengan keponakan Nona Elizabeth Bryant, maka aku akan menarik semua kata-kataku tantang dirimu!" tantang Shane.
Angelica memerah. Kedua tangannya yang tadi pinggang perlahan turun ke kedua sisi tubuhnya. Kedua tangan itu terkepal erat. Shane memang sangat kurang ajar. Karena itu sejak awal ia tidak pernah menyukai pemuda itu. Mulut Shane lebih pedas dari cabai yang ditanam di kebun milik keluarga Seth. Sangat tidak sopan. Padahal dirinya sendiri bukan berasal dari golongan mampu sepertinya. Robert Miller, Ayah Shane, hanyalah pengawas di pabrik Nona Elizabeth Bryant. Tetapi tingkah Shane sudah seperti raja saja.
Angelica menggeram marah. Dengan cepat gadis itu berbalik dan meninggalkan Brian dan teman-temannya yang sudah mempermalukannya.