04

1021 Words
Pernikahan mereka berjalan seperti biasa, tidak ada percakapan santai dengan keadaan tenang sembari menghidu teh juga tidak ada percakapan tegang yang biasa mereka lakukan dulu. Semua berjalan sebagaimana mestinya, entah memang karena pekerjaan Lucas yang menumpuk atau memang lelaki itu tidak ingin bertemu dengannya, sebab Lucas hanya datang setiap malam untuk b******a dengannya dan berlalu pergi ketika pagi menjelang. Clara selalu terbangun tanpa Lucas di sampingnya. Entah mengapa Clara merasa dirinya semakin jauh dari Lucas sehabis menikah, mereka hanya dekat di atas ranjang ketika b******a. Menyadari pernikahan mereka hanya sebatas b******a di atas ranjang, Clara mengernyitkan dahinya. Lucas tidak pernah memukulnya, lelaki itu semakin membaik dan selalu saja memakai benda-benda aneh ketika b******a. Terkadang pria itu memakai cambuk tetapi kali ini berbeda, cambuk itu bukan menyakitinya malah menambah gairah di tubuhnya. Jika mereka terlibat dalam pertengkaran, Lucas hanya mengangkat alisnya, mengangguk lalu akhirnya pergi dan mengalah. Memilih menjauh agar tidak saling menyakiti. Pernikahan mereka sudah berlangsung selama tiga bulan dan Clara merasa hatinya masih terasa kosong, meski kini dirinya bebas pergi kemanapun yang tentu saja tetap harus dengan pengawal di sisi kiri dan kanannya, tetapi bukan itu yang diinginkannya. Clara merasa dirinya seakan mati dan kehilangan arah, ya! dia tau bahwa pernikahan mereka salah sejak awal. Seharusnya pernikahan itu didasari cinta bukan kesepakatan. Dan kini semua terasa semakin jelas, Clara menginginkan cinta Lucas bukan hanya perbuatan baiknya. Seorang pelayan masuk mengantarkan sarapannya, Clara tersenyum pelan. Belakangan hari ini dirinya sering dilanda pusing dan mual, jika sehabis b******a perasaan ingin bermanja dan dimanjakan lebih oleh Lucas menguat. Dan juga ia semakin sensitif, semakin menunjukkan minat dirinya pada lelaki itu yang membuat Clara malu pada akhirnya. Meskipun Lucas tidak mementingkan hal itu, lelaki itu berusaha memberikan apa yang diinginkannya, jika tidak bisa menuruti Lucas akan mengecup bibirnya lalu menggumamkan kata maaf. "Tunggu, bisakah kau panggilkan dokter untukku?" Clara berucap lemahsembari memijat pelan dahinya yang semakin pusing, maid itu mengangguk patuh dan berjalan dengan terburu-buru. Hingga tidak perlu menunggu lebih lama lagi sebab beberapa menit kemudian dokter Alesha datang. ***************** "Selamat tuan, Nyonya Clara hamil." Dokter muda itu mengulurkan tangannya untuk menjabat Lucas, mengucapkan selamat dengan wajah berbinar serta mulai berceloteh tentang beberapa hal menyangkut kehamilan tanpa memperdulikan raut wajah Lucas yang menegang. Tatapannya menajam terarah pada perut Clara yang masih rata. Alesha dengan gembira menjelaskan poin-poin yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, mengeluarkan vitamin dari dalam tas besar yang dibawanya. Berbanding terbalik dengan raut wajah Clara yang meskipun tampak lelah dengan senyuman bahagia, Lucas malah tersiksa. Lelaki itu berdiri mematung memperhatikan dua wanita yang membahas soal kehamilan dengan antusias dan bahagia. Hingga beberapa menit yang terasa lama, Lucas menyuruh Sebastian mengantar Alesha sebelum ia memasuki kamar dengan raut dingin dan tatapan tajam. "Aku tidak ingin kau hamil," tungkasnya mematikan senyuman ceria di wajah Clara. Ia mengerutkan dahi dengan mata penuh tanda tanya, "Apa yang kau ucapkan, Lucas?" "Gugurkan anak itu!" Lucas berkata dingin sembari menatap tajam perut Clara yang masih rata. Clara tertawa gugup, dahinya berkerut seolah-olah tidak paham dengan kalimat yang diucapkan Lucas. "Ap-apa maksudmu, Lucas?" "Kau masih belum mengerti juga? aku tidak ingin anak yang saat ini berada dalam perutmu lahir ke dunia, jadi gugurkan anak itu." Kedua bola mata Clara terbelalak dengan amarah yang menghiasi. "Jika kau menginginkan hal itu maka kita cerai. Aku lebih memilih anak ini dari pada dirimu!" Lucas berjalan maju mendekatinya, berdiri tepat di samping ranjang Clara. Sementara Clara bangun hingga kini berhadapan dengan Lucas yang mengeluarkan aura dingin. Satu tangan Lucas merangkul pinggul Clara, membawanya masuk dalam pelukan. Ia menunduk hingga bibir mereka berjarak satu senti, napas Lucas terasa hangat menerpa wajahnya. "Disini hanya aku sendiri yang berhak mengatur dan memberikan titah padamu, tugasmu hanya menurutiku, Clara." "Apa sampai disini saja perubahanmu, Lucas? kupikir setidaknya meskipun sedikit kau menganggapku sebagai seorang istri yang layak dihargai, tetapi nyatanya tidak. Aku salah karena menaruh harapan dalam pernikahan kita, seharusnya aku tau bahwa pernikahan itu dilaksanakan dari kemauan masing-masing bukan dari kesepakatan yang terjalin." "Pernikahan kita tidak ada hubungannya dengan kehamilanmu!" Lucas berteriak tepat di atas bibir Clara. "Kehamilan ini tidak baik untukmu, jadi kau bisa memutuskan ingin mengugurkannya sendiri atau kuseret paksa." "Anak ini tidak bersalah, Lucas!" Clara balas berteriak bersamaan dengan satu isakan yang lolos. "Maka dari itu kita cegah kehadirannya, sebelum nyawanya bersarang aku ingin melihat perutmu kosong tanpa janin." Clara melayangkan tamparannya ke pipi Lucas. "Kau gila! jika kau memaksa aku bersumpah akan pergi darimu, aku akan mengurus perceraian kita." Lucas mengusap pipinya yang terasa perih, tatapannya berubah mengejek. "Lakukan saja jika kau bisa." Clara mendorong tubuh Lucas, dengan sedikit limbung ia berjalan ke lemarinya. Kepalanya berdenyut hingga dirinya harus bersender pada lemarinya, jika tidak ingin tubuhnya terjatuh ke lantai. Dibukanya lemarinya lalu mengeluarkan baju-bajunya. "Aku salah, ternyata hingga akhir kau tetap menjadi Lucas yang kejam, kau menghancurkan mimpi-mimpiku tanpa mau repot-repot memberikan kesempatan. Tidak perduli jika kau tidak mau, aku tetap akan mengurus perceraian." Dengan satu sentakan kuat. Lucas membalikkan tubuhnya, Clara merasa kepalanya semakin pusing hingga kedua tangannya mencengkram jas milik Lucas, tubuhnya bersandar penuh pada pegangan tangan Lucas. "Kau pikir dirimu siapa bisa meninggalkanku, hah!?" Lucas membentak hingga tubuh Clara tersentak karenanya. Lucas marah, amat sangat marah, tetapi dirinya juga bisa marah. "Kau belum tau apa yang akan menimpamu jika tetap nekat mempertahankan kehamilan itu! anak itu bukan cahaya dalam rumah tangga, Clara. Tidak semua anak bisa menjadi cahaya, aku tidak ingin kehamilan ini menyakitimu dan diriku sendiri." "Aku tidak merasa sakit, aku bahagia, Lucas." Clara menyandarkan tubuhnya pada Lucas, memeluk Lucas dengan erat, berharap bisa membujuk lelaki itu. "Aku ingin menjadi seorang ibu, aku ingin memiliki keluarga. Aku ingin melihat sosok lain yang hidup satu darah denganku, kumohon Lucas ...." "Aku tidak bisa menerimanya, Clara. Aku tidak ingin melihatmu mual-mual kesakitan, aku tidak ingin melihatmu mengeluarkannya dengan susah payah. Yang lebih parahnya ... aku tidak ingin melihatmu mati ketika berjuang untuknya. Oh ya Tuhan, tidakkah kau paham bahwa aku adalah orang yang lebih sakit ketika melihatmu kesakitan? ketika kau menggugurkannya sakitnya akan terasa pada saat itu saja tetapi tidak mengambil nyawamu, berbeda halnya ketika kau mengugurkannya." Lucas menggenggam tangannya. "Kumohon ... kau mengerti apa maksudku, kan?" A-APA!? Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD