Bab 5

1392 Words
Pagi ini entah ada angin apa, Adrian dengan nada frustasi ketika menghubunginya, menyuruh Noah untuk datang ke kantornya. Noah sudah menebak, Adrian pasti sedang ada masalah dengan tunangannya. Akhirnya, Noah tidak jadi berangkat ke kantornya dan membelokkan mobilnya menuju kantor milik sahabatnya itu. Di lobi, Noah tidak jadi melangkahkan kakinya masuk. Tiba-tiba saja matanya tak ingin bergerak dan terus menghunus kearah sepasang manusia yang sedang bercengkrama. Noah tidak tahu mengapa, dia tiba-tiba saja tertarik dengan dua hubungan manusia di sana. Bukannya kenapa, tapi Noah hanya bingung, kenapa manusia seperti Caramel bisa diperlakukan semanis itu oleh laki-laki yang lumayan tampan? Apa laki-laki itu tidak bisa melihat makhluk seperti apa Caramel sebenarnya? Cih. Bukan hanya tubuhnya yang minus, kelakuan wanita itu juga sama. Buktinya, dia merayu Noah dan mengajaknya bergumul di ranjang. Gak menutup kemungkinan kan, Caramel juga akan melakukan hal yang sama dengan laki-laki lain? Apalagi setelah diperlaukan dengan samanis itu. "Pak Noah!" Pikiran negatif Noah tetang wanita itu buyar saat namanya diteraiki. Bahkan Noah tidak tahu harus melakukan apa dan hanya bisa terkaku di tepatnya melihat wanita besar itu tersenyum manis dan berlari kearahnya setalah mengatakan sesuatu pada laki-laki itu. "Pak Noah?" Caramel kembali menegurnya. "Apa?" Noah menjawab galak dan sedikit membentak. Bukan karena apa, hanya saja Noah belum bisa mengembalikan kesadaran dirinya kembali normal. "Maaf, saya hanya mau mengembalikan dompet bapak." Caramel terlihat merogoh sesuatu di dalam tasnya, lalu memberika dompet yang diambilnya tadi kepada Noah. "Kamarin tertinggal di kantor pak Adrian dan ketika saya menyusul ke Lobi, bapak sudah tidak ada," katanya. Noah menerima dompetnya tanpa menatap pada wajah Caramel yang entah menunjukkan ekspresi apa. Dia membuka dompetnya dan memeriksa isi dompetnya. Untungnya saja tidak ada yang kurang dari isi dompetnya. "Kalau gitu saya permisi, pak." Caramel tersenyum masam ketika melihat Noah memeriksa isi dompetnya. Kemudian wanita itu beranjak meninggalkan Noah disana setelah dilihatnya mobil Aslan yang sudah menghilang dari tempatnya. Caramel mengambil duduk di kursinya. Melihat beberapa catatan di bukunya, setelah itu menyalakan komputernya dan membuka e-mail yang masuk dari para klien Adrian. Di tengah kegiatannya, Noah datang. Menghampiri meja kerjanya dengan sedikit berdehem membuat Caramel memutuskan pandangannya pada komputer dan berdiri lalu menatap Noah yang tengah menatap padanya juga. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" bertanya sopan, Caramel memasang senyum tipis sebagai bentuk kesopanan untuk Noah. "Bos lo di dalam?" Noah bertanya. Hal yang jarang sekali dia lakukan mengingat dia lebih sering menerobos masuk ke dalam ruangan Adrian ketika ingin menemui sahabatnya itu. "Pak Adrian masih dalam perjalanan, Pak." Setidaknya itulah yang Caramel ketahui mengenai keberadaan atasannya itu. "Bikinin gue kopi." Setelah mengatakannya, Noah menerobos masuk ke ruangan. Sialan Adrian. Menyuruhnya datang tapi orangnya malah belum datang. Noah memutuskan untuk duduk di sofa sembari menatap ponselnya dan membuka beberapa e-mail yang masuk. Tidak ada hal yang menarik yang bisa dilakukannya di ruangan Adrian. Namun tiba-tiba, matanya terlihat tertarik menatapi sekretaris Adrian dengan tubuh besarnya masuk ke ruangan setelah mengetuk pintu dan meletakan kopi miliknya di atas meja. "Silahkan, Pak." Caramel berniat pergi. Hanya saja diurungkannya saat Noah melemparkan dompet miliknya ke atas meja dengan kasar. Sedang Caramel hanya bisa mengerenyit bingung. "Jujur! Lo ambil uang gue kan?" tuduh laki-laki itu. Caramel berfikir sebentar. Benar-benar bingung atas tuduhan laki-laki di depannya itu. Merasa tersinggung tentu saja. Walau uang Noah banyak, Caramel tidak sedikitpun memiliki keinginan untuk mencuri uang laki-laki itu. Ketika menemukan dompet milik laki-laki itu di atas meja, Caramel membawanya dan mengejar Noah yang sudah keluar ruangan berniat untuk mengembalikannya. Namun Noah terlanjur meninggalkan kantor dan Caramel memutuskan untuk membawa dompet milik laki-laki itu untuk diserahkan esok harinya. Entah kepada orangnya langsung, atau melalui atasannya. "Maaf Pak. Tapi bahkan saya tidak pernah membuka dompet milik anda." Menyembunyikan kekesalannya, Caramel berbicara dengan tenang. Namun Noah malah menyipitkan pandangannya seakan Caramel baru saja mengatakan suatu kebohongan. "Saya berani bersumpah," tambah wanita itu lagi. "Tapi buktinya uang gue berkurang!" "Tapi saya tidak mengambilnya." "Maling mana ada yang mau ngaku." Caramel geram. Hampir saja menyiram laki-laki di depannya dengan kopi yang disediakannya tadi. Dasar tidak tahu diri! Bukannya bersyukur Caramel mengembalikan dompetnya, malah menuduh sembarangan. "Saya tidak pernah mengambil sesuatu yang bukan milik saya," kata Caramel tegas. "Lo ngambil keperjakaan gue sialan!" Tentu saja kalimat itu hanya mampu Noah ucapkan dalam hati. Kalau diucapkan terang-terangan, bisa habis harga dirinya. "Tapi buktinya uang gue hilang!" Noah tetap ngotot. Sungguh, dia tidak berbohong. Uang 500 rupiah dalam bentuk logam miliknya yang ia selipkan di kantong dompet menghilang. Sebenarnya, Noah tidak mempermasalahkannya. Toh hanya 500 rupiah, itu juga kembalian dari mini market sewaktu Noah membeli minuman kaleng. Hanya saja, dia tidak ikhlas kalau uang 500 rupiah hilang karena si beruang besar itu. "Saya benar-benar tidak mengambil uang milik anda. Tapi agar masalah ini selsai, saya akan bertanggung jawab atas kehilangan uang milik anda. Jadi berapa uang milik Pak Noah yang hilang?" Caramel mengalah. Dia hanya tidak ingin perdebatan mereka memanjang dan berurusan kembali dengan makhluk sialan seperti Noah. Laki-laki yang sudah merebut harga dirinya dan menghempaskannya ke lantai kemudian menginjak-injaknya. "Berarti lo emang nyuri uang gue, kan?!" Ah! Sudah Noah duga. Ini pasti ulah Caramel si beruang besar! "Berapa uang anda yang hilang dari dompet?" tanya Caramel tak peduli. Noah baru saja akan menjawab ketika pintu ruangan Adrian terbuka dan atasan Caramel itu tengah berdiri di sana dengan wajah kusutnya. Sepertinya masalahnya bersama Sidney belum selesai. "Lo udah sampai?" Adrian menyapa basa-basi, mengabaikan raut tidak menyenangkan dari dua orang yang ada di sana. "Cara, tolong buatkan saya kopi." Adrian melirik Caramel, mengutarakan keinginannya. "Baik, Pak." Caramel menunduk hormat kemudian pergi dari sana, meninggalkan Noah yang dilimpahi kekesalan karena Caramel pergi begitu saja setelah mengambil uangnya. *__* Saat jam pulang kantor, Caramel kembali menemukan Aslan dan senyum lebarnya tengah bersandar di mobilnya. Laki-laki itu benar-benar merealisasikan keinginnya menjemput Caramel di kantornya. Dengan langkah canggung, Caramel mendekat pada laki-laki itu. "Mau langsung pulang?" Aslan menyapanya. Caramel tidak langsung menangguk. Kali ini kepalanya mencoba memikirkan alasan untuk menolak Aslan. Caramel tidak mau terjebak oleh cintanya yang semu seperti dulu. "Mell?" Aslan menegurnya, menatapnya dengan senyum manis yang sampai saat ini masih membuat hati Caramel menghangat. "Em, Kak, sebenarnya hari ini aku punya janji." Caramel mencoba beralibi. "Janji? Janji dengan siapa?" tanya Aslan. "Em.. i—itu, sama pa—pacarku." Mungkin setelah ini Caramel harus mengutuk dirinya lebih dalam. "Kamu punya pacar?" Aslan bertanya antusias. "Woah! Aku terkejut kamu sudah punya pacar." Caramel mengangkat kepalanya menatap Aslan dengan tersinggung. Apa Caramel tidak pantas memiliki seorang kekasih? "Aku gak pernah lihat kamu dekat dengan laki-laki. Dulu kamu sangat tertutup dan sangat sulit didekati. Makanya aku terkejut." Aslan menatapnya lembut. "Pacar kamu jemput kesini?" tanyanya lagi. Caramel mengangguk, mencoba menaikkan bibirnya tersenyum. "Aku tunggu sampai pacar kamu datang ya? Aku penasaran laki-laki seperti apa yang berhasil memenangkan hati adik kecilku ini." Senyum Aslan semakin manis berikut tangannya yang terulur membelai lembut rambut Caramel. Seharusnya Caramel menolak dengan tegas gagasan itu. Namun kini bibirnya justru kelu saat mendapati tingkah manis Aslan padanya. Jantungnya justru berdebar tidak karuan merasakan bagaimana Aslan masih semanis dulu memperlakukannya. "Ka—kak.." Caramel membuka suaranya. "Kak Aslan pulang duluan saja, pacarku sedikit pemalu bertemu dengan laki-laki asing." "Begitu?" Aslan tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. "Padahal aku ingin sekali bertemu pacar kamu." Tinnn!! "Caramel!!" Dua orang yang masih bertatapan itu sontak terkejut menoleh pada sosok laki-laki yang membunyikan klakson mobilnya cukup kuat dan memanggil Caramel dengan berteriak. Selain raut wajah Aslan yang bingung, Caramel pun sama. Dirinya tidak mengerti kenapa Noah bisa berada di sana dan memanggil namanya. Tidak mengerti juga mengapa Noah turun dari mobilnya dan mendekat pada mereka dengan raut wajahnya yang tidak sesantai biasanya. "Ikut gue!" Noah menarik tangan Caramel memaksanya mengikuti langkahnya. Namun belum melangkah jauh, Aslan lebih dulu menarik tangan Caramel dari sisi yang lain, menghentikan niat Noah membawanya pergi. "Anda siapa?" tanya Aslan tidak menyembunyikan rasa tidak sukanya pada laki-laki kasar yang membawa adik kecilnya. "Gue? lo tanya gue siapa?" Noah tertawa mengejek. "Gue—" "Pacar aku. Ini pacarku Kak." Caramel memutus ucapan Noah sembari memejamkan matanya. Memasrahkan dirinya dengan apa yang akan terjadi setelah ini. "Kak Aslan maaf, pacarku sedikit pencemburu. Dia tidak suka aku bertemu laki-laki lain. Peremisi Kak." Tanpa menunggu balasan dari Aslan, Caramel meninggalkan laki-laki itu dengan menarik Noah menuju mobilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD