Kasih sayang dan cinta yang tulus akan membuat pasangan merasa bahagia dan merasa paling beruntung. Saling support dan mengerti adalah kunci dalam hubungan yang lebih baik. Di dalam kamar yang penuh damai itu, terlihat sepasang suami istri yang masih terlelap dalam tidur nyenyaknya. Keduanya benar-benar merasa tenang dalam lelap. Saling berpelukan seakan tak ingin jauh satu sama lainnya. Manis sekali cara tidur keduanya.
Keduanya benar-benar istirahat seakan lupa makan siang. Memang cinta membuat kenyang kali ya, eh hehe. Adzan ashar berkumandang, mereka terbangun untuk shalat berjamaah lalu, sang suami menarik kembali istrinya untuk merebahkan tubuh kembali di atas ranjang. Tanpa terasa, keduanya kembali terlelap dan terbangun hingga hampir menjelang maghrib.
Matahari mulai berjalan ke ufuk barat, senja perlahan menenggelamkan diri dan siap berganti tugas dengan rembulan malam. Senja dengan langit jingga membuat suasana menjadi tenang dan damai. Langit bergerak sedikit cepat dan senja tenggelam ditelan oleh langit jingga. Kicau burung saling sahut menyahut satu sama lain dan terdengar sangat merdu.
Mereka mulai mengepakkan sayapnya, menghiasi indahnya langit jingga dan mulai kembali dari peraduan dimana mereka mencari makan lalu memutuskan untuk kembali pada sarang tempatnya bersandar dari dinginnya malam yang sebentar lagi akan tiba. Masuk ke dalam sangkar dan menghangat tubuh mereka.
Di atas ranjang itu, sepasang suami istri yang terlelap kembali rupanya masih asik dengan mimpi indah. Mimpi indah yang seakan enggan mereka selesaikan karena takut jika mimpi indah itu akan sirna lalu terganti dengan mimpi buruk kembali. Menurut sebagian orang, mereka lebih baik bermimpi indah daripada harus bangun dan melihat kenyataan pahit.
Angga sudah terbangun lebih dulu, ia menatap lekat wajah sang istri. Bahagia, satu kata namun banyak makna yang tersirat di dalamnya. Detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya dan merasa menginginkan sesuatu yang lebih tapi berusaha ia menahannya. Memeluk erat Ai mungkin bisa membuat rasa itu hilang, begitu pikirnya.
Ai yang masih tertidur pulas merasakan ada gerakan di samping membuat matanya yang masih mengantuk harus dipaksakan terbuka karena ingin memastikan apakah suaminya baik-baik saja atau tidak. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Rasanya, enggan sekali untuk memaksimalkan mata indahnya itu terbuka sempurna namun suaminya ternyata berbuat lebih.
Angga tak sanggup menahan gejolak di dalam dadanya, ia merasa semakin menginginkan lebih saat melihat mata indah Ai mengerjap beberapa kali. Ia menghujani Ai dengan kecupan-kecupan mesra. Serangan kecupan bertubi-tubi itu mau tidak mau membuatnya membuka mata dengan sempurna. Bukan hanya kecupan, tetapi Angga sudah berada di tengkuknya dan menghirup dalam-dalam aroma lavender dari tubuh Ai.
"Engh …."
Angga langsung sadar bahwa perbuatannya sudah membuat sang istri bangun. Tanpa rasa bersalah dan tatapan tak berdosa, lelaki itu justru nyengir dengan menunjukkan deretan gigi putihnya tanpa rasa sungkan.
Lagi, Angga kembali meneruskan aksinya yang konyol itu. Bukannya berhenti, ia justru semakin asik bermain di tengkuk, Ai. Ia semakin menghujani tengkuk Ai dengan kecupan dan ciuman mesra sehingga meninggalkan bekas merah sebagai tanda kepemilikan disana. Beberapa kali meninggalkan bekas merah kepemilikan membuat Ai jengah lalu melengos.
Ai menatap tajam suaminya yang merasa tak berdosa itu. Angga yang ditatap tajam justru membalas dengan tatapan berbinar pada istrinya. Ai menghembuskan nafas kasar namun berusaha tetap tenang, kemudian tangannya terulur untuk membelai surai hutan suaminya itu penuh dengan kasih sayang.
Posisi mereka saat ini masih dalam keadaan berpelukan, Angga seakan enggan melepaskan pelukan mesra itu. Baginya, posisi yang paling ternyaman adalah seperti saat ini. Berpelukan di atas ranjang saling menatap satu sama lain maka akan ada kenyamanan yang menjalar di hatinya.
"Kenapa, Sayang? Kok gelisah seperti itu?" tanya Ai lembut.
"Maaf. Amih terganggu ya boboknya," balasnya tak kalah lembut.
"Hm … ya terganggu sih, tapi gak pa-pa. Apih kenapa? Kok manja sekali? Heum?" tanya Ai lagi. Padahal, ia paham betul sikap suaminya jika seperti ini tapi ia ingin tahu saja sampai mana suaminya akan bertahan.
"Hehe … gak pa-pa, Sayang. Apih hanya merindukanmu saja. Dan … heum … ingin … bermesraan saja, hehe," kekehnya.
"Heum, begitu? Yakin?" goda Ai.
"Heum … yakin gak yakin, Sayang."
"Kenapa sih, Apihnya?"
"Itu … anu … sebenarnya--"
"Sebenarnya apa?"
"Apih, mau … tapi … kasihan sama Adik Bayi."
"Mau? Mau apa?"
"Mau jenguk adik bayi, Mih," ucapnya tersenyum kaku.
"Hah? Jenguk? Memangnya adik bayi sakit apa, Pih?" selorohnya membuat Angga menepuk keningnya pelan lalu terkekeh.
"Amih, ih! Menggoda saja!"
"Hah? Ngadi-ngadi! Padahal, Apih loh yang goda-goda!"
"Masa iya, Mih?"
"Ah sudahlah. Agar aman, lebih baik kita periksa ke dokter kandungan saja terlebih dahulu. Kita cek perkembangannya. Tenang, Apih masih bisa menahan gejolak cinta yang luar biasa ini, kok."
Ai menggelengkan kepalanya, ia menahan tawanya agar tidak melukai hati suaminya. Lucu. Satu kata yang terlintas di pikirannya itu, apalagi saat melihat wajah suaminya yang menahan gejolak cinta. Ai yakin, suaminya benar-benar menahan rasa itu. Beruntungnya Ai saat mendapatkan pengertian dari sang suami. Bahkan, bukan hanya pengertian tapi setiap kali menginginkannya Angga selalu meminta izin terlebih dahulu, semua itu semata-mata ia lakukan agar tak menyakiti hati istri dan menarik kembali pada trauma di masa lalu. Sebab, traumanya diperlakukan tidak baik oleh mantan suami belum sepenuhnya lenyap, bayangan buruk diperlakukan semena-mena layaknya w************n masih terlintas jelas.
Lagi, jika dibandingkan itu sangat terlihat sekali perbedaannya. Dulu, segala sesuatunya dipaksa sesuai dengan keinginannya, dan sekarang selalu ditanya apakah keberatan atau tidak. Ah, masa lalu menyeramkan bersama Mas Vian sungguh masih sangat berat dilupakan.
Heum, jika membicarakan Mas Vian, kemana hilangnya lelaki psikopat itu? Tak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Apa mungkin ia menyerah atau sengaja menghilang bagaikan ditelan bumi karena merasa sakit hati dan kalah dalam menerima kenyataan bahwa Ai sudah bukan lagi miliknya dan tak bisa diganggu lagi olehnya.
Hidupnya kacau hingga berkeping-keping saat tahu Ai menikah. Berita bahagia itu bagaikan hantaman keras bagi Vian. Ai berhasil membuatnya merana dan stress karena keadaan. Apalagi, jika sekarang ia mengetahui bahwa mantan istri yang dulu sangat di sia-siakan olehnya sangat bahagia dan semakin bahagia karena keluarga kecilnya akan semakin lengkap dengan kehadiran calon bayi Ai dan Angga. Dapat dipastikan, lelaki durjana itu pasti akan keki dan semakin menderita karena ulahnya sendiri di masa lalu.
Di dalam relung hatinya yang terdalam, Ai selalu berdoa agar tidak ada lagi manusia yang seperti Vian, tak ada lagi manusia yang tidak memanusiakan manusia seperti lelaki durjana itu dan sangat berharap lelaki durjana itu tak hadi di hadapannya.
Saat ini, Ai sudah merasa sangat tenang dengan tidak melihat wajahnya atau sekedar mendengar kabarnya. Ia benar-benar bahagia mengetahui Vian telah lenyap dari hadapannya. Sebab, Ai sedang berusaha bangkit dari sebuah trauma masa lalu dan tak ingin masa lalu yang suram itu kembali menari-nari di dalam pandangan dan pikirannya saat melihat Vian.
Ai sudah merasa sangat bahagia sekali dengan pernikahannya bersama Angga. Benar-benar merasa menjadi istri sebab Angga memberikan hak sebagai seorang istri yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Baginya, Angga adalah jawaban dari doanya. Angga adalah hidup dan belahan jiwanya. Sekarang, ia milik Angga dan kehidupannya adalah Angga.
Mulai sejak dimana Ai menjadi istri Angga, ia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga kehidupannya itu agar tidak lepas dari genggaman tangannya. Ai tak ingin kehilangan berlian yang selama ini memang diinginkan olehnya. Masa lalunya bersama Vian bagaikan debu yang sekali tiup akan terhempas jauh.
Tertiup oleh angin, terombang-ambing entah kemana perginya hingga tak pernah terlihat lagi arahnya. Harapannya sungguh sederhana, tak akan bertemu kembali dengan Vian di kehidupan selanjutnya. Trauma yang diberikan oleh Vian membuatnya belajar agar lebih pantas dan bisa memantaskan diri sebagai istri. Semuanya menjadi pelajaran yang sangat berharga untuknya.
Dan, harapan kecil lainnya itu selalu berharap agar mantan suaminya itu bisa berubah menjadi lebih baik lagi. Dan, menemukan jodoh yang baik, yang bisa membimbingnya menjadi lelaki yang lebih punya hati dan tanggung jawab. Agar tak ada lagi pikiran liar yang bersemayam di dalam otaknya dan membuat wanita lain merasakan derita seperti yang ia rasakan karena sebuah ambisi yang menjijikan.
Ah, bayangan masa lalu itu sangat amat menyakitkan dan terasa mencekik sekali di tenggorokan. Tak ingin mengingat tapi berhasil membuka kembali bukunya dan membuat Ai merasa sesak karena semuanya mulai menari-nari di kepala cantik, Ai.
Ai selalu berusaha membuang semua rasa yang menyakitkan itu dan juga pikiran yang menjijikan itu. Namun, semuanya justru semakin dalam teringat, sebab rasa sakit dan derita yang dirasakan terlalu menyedihkan. Oleh karena itu, Aina memilih untuk tetap tenang dalam menghapus setiap potongan-potongan puzzle masa lalu. Susah memang, tapi Ai merasa mudah karena Angga sebagai pendukung untuk melupakan semuanya.
Angga tak jadi meminta haknya, ia lebih memikirkan kenyamanan sang istri. Menurut lelaki itu, rasa nyaman sang istri adalah prioritas utamanya. Seperti awal, saat mereka akan memadu kasih tiba-tiba Ai histeris dan itu membuatnya terluka. Mulai saat itu, Angga berjanji bahwa tidak akan pernah memaksakan kehendaknya sendiri dan akan selalu meminta izin pada Ai, diperbolehkan atau tidak meminta haknya pada Ai.
Ai melirik jam di dinding dan ia merasa masih ada waktu untuknya memadu kasih dengan sang suami. Ai tak ingin menjadi istri yang durhaka, tak tega juga melihat wajah suami yang seperti itu. Perlahan, tangannya terulur mengusap surai hitam suaminya, lalu turun ke telinga dan mengusapnya lembut. Mendapatkan serangan yang tiba-tiba dari Ai membuat suaminya itu memejamkan matanya, menikmati setiap belaian dari sang istri.
Tangan Ai semakin berani, tangannya terulur mengusap lembut d**a suaminya dan memainkan jari lentiknya di sana. Perlahan, jari jemari lentiknya mulai naik ke leher dan menari-nari kembali di sana. Naik lagi hingga ke bibir, mengusap lembut dan melakukan gerakan yang semakin membuat Angga tak bisa menahan gejolak itu.
Sekilas Ai mengecup bibir pink yang menggoda itu. Bibir yang selalu menjadi candu baginya. Ia tersenyum manis saat Angga membuka matanya dan menunjukkan sorot berbinar. Tangan Ai belum berhenti, ia kembali naik dan menari-nari di bagian wajah lainnya. Sorot mata Angga semakin memelas dan menginginkan lebih.
"Pih, katanya adik bayi mau dijenguk," bisiknya merdu di telinga Angga dan membuat lelaki itu menggelinjang.
"A-apa, gak pa-pa, Mih?" tanyanya dengan suara serak, pertanda bahwa dirinya memang sudah sangat menginginkan.
"Gak pa-pa, bisa pelan-pelan, Sayang."
"Makasih, Mih."
Angga mengecup mesra bibir tebal istrinya itu, lalu kecupannya beralih pada kedua mata dan kening. Mulai menghirup dalam-dalam aroma surai indah sang istri, aroma yang selalu menjadi candu baginya. Setiap bagian inti tubuh istrinya itu selalu menjadi candu baginya. Ia mulai turun hingga tengkuk dan bermain dengan lembut di sana.
Ai memejamkan matanya, merasakan kelembutan dari belaian sang suami yang selalu membuatnya ketagihan. Angga melirik sekilas pada jam dinding dan bergerak agak sedikit cepat untuk menuntaskan dahaganya. Ia membuka satu persatu kancing daster sang istri dan mulai bermain di atas gundukan daging kembar yang selalu menjadi idolanya.
Mengecup dan menjilat salah satu bagian inti tubuh Ai. Ai menggelinjang dan menggigit bibir bawahnya agar tidak menimbulkan teriakan-teriakan syahdu. Angga semakin turun dan melepaskan semua yang melekat di tubuh Ai. Saat ini, keduanya sama-sama tanpa sehelai benang pun yang melekat di dalam tubuh.
Tak sanggup lagi menahan gejolak cinta dan dahaga yang ingin segera dituntaskan, Angga langsung memposisikan dirinya berada di atas sang istri. Perlahan namun pasti, dengan gerakan perlahan ia masuk ke dalam inti tubuh, Ai. Bermain dengan ritme yang sangat pelan agar tak menyakiti istri dan anaknya.
Permainannya semakin lama semakin cepat, ia tak sanggup lagi menahan gejolak cinta tersebut. Atmosfer di dalam ruangan sudah berubah menjadi panas, erangan syahdu dari bibir Ai semakin terdengar merdu. Keduanya sama-sama tak sanggup menahan lagi, Angga segera mempercepat kegagahannya dan keduanya bersama-sama mengeluarkan lahar panas dari inti tubuh masing-masing.
Pasangan suami istri itu seakan terbang hingga langit ketujuh, lalu terombang-ambing di bawa oleh angin menyejukkan dan dahaganya berhasil diraih. Angga merebahkan tubuhnya tepat di samping sang istri, keduanya sedang menormalkan nafas yang masih belum beraturan. Angga tersenyum puas karena sudah berhasil menuntaskan dahaganya.
Mereka saling memandang satu sama lainnya. Angga memeluk tubuh Ai dan mengecup mesra keningnya. Lalu menghujani wajah Ai dengan kecupan-kecupan mesra. Serangan kecupan akan selalu dirasakan oleh Ai saat mereka selesai memadu kasih.
"Makasih, Sayang."
"Untuk apa?"
"Karena kamu sudah membawaku melayang di udara dan menuntaskan dahagaku ini."
"Semua kulakukan karena aku sangat mencintaimu, Pih. Dan lagi, ini memang sudah tugasku untuk menuntaskan dahagamu."
"Makasih ya, Mih. Apih selalu mencintai Amih setiap waktu hingga maut memisahkan kita berdua."
"Aamiin."
Mereka kembali berpelukan dan beristirahat sebentar lalu bergegas membersihkan diri karena sudah punya janji untuk menemui dokter kandungan yang akan menangani Aina seterusnya.