Megan menatap dengan iri melihat Nicholas yang menghujani wajah mungil Kiano dengan kecupan yang membuat bocah kecil itu terbahak karena geli. Merasa hidup begitu tak adil. Orang lain bahkan bisa bebas mencium putranya dan menjadi akrab. Tetapi dirinya, sebagai seorang ibu. Megan hanya diberi satu pilihan ketika dihadapkan oleh putranya. Dan ia harus berpuas diri hanya dengan melihat putranya. Sungguh, ia ingin memeluk putranya dan mencium pipi gembul Kiano. Mendengar suara tawanya yang terbahak dengan lepas karena dirinya. Dan lagi-lagi kecemburuan melingkupi dadanya, Nicholas mendapatkan semua yang diinginkannya dari Kiano.
Untuk pertama kalinya, apa yang dimiliki oleh Nicholas membuatnya begitu iri dan cemburu. Pun dengan kebencian dan kemuakan yang ia miliki untuk Nicholas.
Sejujurnya, Nicholas bukanlah pria yang jahat dan berengsek padanya. Pria itu selalu memperlakukannya dengan baik dan menghujaninya dengan perhatian. Satu-satunya hal yang ia benci dari Nicholas hanyalah perasaan pria itu yang begitu keras kepala terhadap dirinya. Yang sudah berubah menjadi obsesi gila. Membuat Megan jengah dan muak.
Nicholas selalu terang-terangan memuja dirinya. Tak pernah melewatkan kesempatan sekecil apa pun demi membuat publik salah paham dengan hubungan mereka. Membuat semua orang mengira bahwa mereka berdua memiliki affair. Bahkan tidak sedikit yang mengira bahwa mereka tengah backstreet.
Melihat kelembutan dan kedekatan Nicholas dengan putranya, seolah sedikit merubah pandangan dan perasaannya terhadap Nicholas.
“Jadi, jagoan mungil ini datang dengan siapa?” Pertanyaan Nicholas membuyarkan lamunan Megan.
Megan mengedipkan matanya dan sekarang melihat Kiano yang berada dalam gendongan Nicholas dengan kedua lengan mungil yang melingkari leher pria itu. Megan bahkan dibuat terkejut dengan senyum semringah yang begitu tulus yang memenuhi seluruh permukaan wajah Nicholas untuk Kiano. Tatapan pria itu dipenuhi binar kasih sayang yang begitu dalam untuk putranya.
“Kiano akan makan siang di ruangan papa,” jawab Kiano. “Kapan Om Nicky datang?”
Tatapan Megan bertemu dengan Nicholas, yang seketika melenyapkan tatapan takjub wanita itu dan berubah menjadi dingin hanya dalam sepersekian detik. Megan tak akan pernah membuat Nicholas mengetahui apa pun yang saat ini tengah ia rasakan terhadap pria itu.
Nicholas tersenyum, dan seringai tipis terselip di antara senyum tersebut. Sebelum kemudian sudut mata pria itu beralih dan kembali kepada keponakannya. “Beberapa hari yang lalu. Dan om punya beberapa hadiah untukmu.”
Senyum cerah segera memenuhi wajah Kiano dan bocah mungil tersebut seketika memekik bahagia. Akan tetapi, pekik bahagia tersebut hanya bertahan beberapa saat saja, ketika suara peringatan menyela di antara keduanya.
“Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak memanjakan anakku, Nicky,” peringat Mikail yang tiba-tiba sudah berada di belakang Nicholas.
Nicholas seolah tak peduli dengan peringatan tersebut dan hanya memutar kedua bola matanya dengan jengah. “Bukankah beberapa hari lagi adalah ulang tahunnya. Kenapa aku tidak bisa memberikan hadiah untuknya?” decaknya kemudian.
Pandangan Mikail dan Megan seketika bertemu. Dan Megan tentu saja terkejut dengan penuturan Nicholas. Ya, dua hari lagi, usia Kiano tepat tujuh tahun. Bagaimana mungkin ia melupakan hal yang tak pernah ia lupakan selama bertahun-tahun ini?
Wajah Mikail mengeras dan melangkah mendekat untuk mengambil Kiano dari gendongan Nicholas. Mikail melemparkan tatapan mengancamnya kepada Nicholas.
Nicholas hanya menyeringai, yakin bahwa dirinya tidak akan menjadi salah satu tamu undangan di acara ulang tahun Kiano. Sebelum Mikail melakukan rencana tersebut, Nicholas tak membuang kesempatan untuk merusak rencana tersebut. “Apakah Om diundang, Kiano?”
Pertanyaan Nicholas tentu saja membuat tatapan mengancam Mikail semakin tajam. Dan Nicholas seolah tak peduli, pria itu langsung bertanya pada Kiano. Mikail tak mungkin menolak keinginan putranya tersebut. Mungkin tahun-tahun sebelumnya, Mikail berhasil mencegahnya datang di pesta pernikahan Kiano. Tetapi tahun ini, Nicholas tak akan membiarkan rencana itu berhasil. Dan semua ini demi Megan.
Kiano pun segera mengangguk dengan mantap. “Tentu saja, Om.”
Senyum kemenangan segera melengkung lebar di kedua ujung bibir Nicholas, berbanding terbalik dengan bibir Mikail yang menipis tajam. Sedangkan Megan, wanita itu hanya terdiam membeku di antara Mikail dan Nicholas. Dengan hati yang terendam dalam kepedihan melihat Kiano.
Ia bisa membayangkan semua orang-orang yang hadir dalam perayaan ulang tahun Kiano dan dipenuhi kebahagiaan. Dan kepedihan yang mendalam menusuk tepat di dadanya menyadari bahwa dirinya bukan bagian dari kebahagiaan tersebut. Megan menelan ludahnya, tetapi tak cukup mampu melenyapkan gumpalan besar yang tertahan di tenggorokannya.
Nicholas yang pertama kali menangkap kepedihan tersebut, menyusul Mikail. Pandangan Megan membalas tatapan dingin Mikail, dan ketika permohonan mulai menyelimuti ekspresi di wajah Megan. Dengan tanpa hati Mikail berbalik dan menolak apa pun yang diinginkan Megan dari dirinya dan Kiano. Meninggalkan Megan dan Nicholas.
Air mata merebak di kedua matanya, melihat wajah Kiano yang menatap ke arahnya dengan kedua matanya yang polos dan bersinar.
Nicholas mengambil sapu tangan dari dalam saku celananya dan mengulurkannya ke arah Megan.
Pandangan Megan turun dan setetes air mata jatuh ke pipinya ketika menatap sapu tangan yang diberikan oleh Nicholas. Kemudian pria itu mengangkat wajahnya dan menatap ketulusan di wajah Nicholas. Yang tak pernah ia lihat di wajah pria itu. Tetapi menyadari betapa menyedihkan dirinya di hadapan pria itu saat ini, membuat Megan menepis hatinya yang berhasil tersentuh oleh ketulusan Nicholas.
"Aku tak membutuhkannya," desis Megan. Sembari menampar tangan Nicholas dan membalikkan badan. Kemudian berjalan ke arah lift.
Nicholas hanya mendesah pendek. Kemudian menatap sapu tangannya yang jatuh di lantai dan berjalan menyusul Megan masuk ke dalam lift, tepat sebelum pintu tertutup dan Megan sengaja meninggalkannya.
"Apa yang kau lalukan, Nicholas?" desis Megan dingin dengan tatapan tajamnya yang masih basah.
Nicholas tak menjawab, menjadikan tubuhnya sebagai penghalang bagi Megan ketika wanita itu hendak melangkah keluar dari lift.
Megan mendelik marah ketika Nicholas tak lagi menghalanginya, tetapi pintu lift sudah tertutup dan lift mulai bergerak turun. "Kau benar-benar berengsek, Nicholas," makinya.
Nicholas hanya mendengus tipis. Menyandarkan tubuhnya di dinding dan menyilangkan kedua tangan di depan d**a. "Kau menangis?"
Wajah Megan merah padam. Malu sekaligus marah oleh pertanyaan mengejek Nicholas. Tak mengatakan apa pun, Megan hanya membuang wajahnya dari tatapan intens Nicholas.
"Kenapa kau menangis? Menyesal telah meninggalkan anakmu pada Mikail?"
"Bukan urusanmu, Nicholas," balas Megan dengan tatapan tajamnya. "Jadi jangan ikut campur urusanku."
"Kau tahu aku tak pernah bisa mengabaikan keberadaanmu di hidupku, Megan."
Megan hanya mendesah pendek dan jengah akan bualan Nicholas. Hening sejenak.
"Aku ingin menawarkan sebuah kesepakatan untukmu, Megan." Nicholas kembali memulai perbincangan. "Aku yakin kesepakatan ini akan menguntungkanmu. Sangat."
Wajah Megan membeku. Menatap keseriusan dan kesungguhan di wajah Nicholas.