Happy reading
***
Baru saja Zulfa ingin melanjutkan pekerjaannya ketika bel dari pintu depan berbunyi. Zulfa segera menuju pintu depan, ia terperangah saat melihat siapa yang datang.
"Bu Maura?"
"Pak Zul ada, Zulfa?" Tanya Maura.
"Ada Bu, silahkan masuk, silahkan duduk, Bu. Saya panggilkan Bapak dulu," Zulfa mengangguk sopan pada Maura.
"Terimakasih, Zulfa."
Maura duduk di sofa, Zulfa masuk ke dalam.
"Ada siapa, Fa?" Tanya Zul.
"Bu Maura, Pak. Sudah saya persilahkan masuk dan duduk."
"Maura, ada apa?"
"Mana saya tahu, Pak. Tidak sopan kalau saya tanya apa urusannya ke sinikan. Sayakan bukan istri Bapak," sahut Zulfa.
Tanpa bicara lagi, Zul segera menuju ruang tamu diikuti oleh Zulfa.
"Maura?"
"Mas Zul."
"Ada apa?"
"Hanya ingin mampir saja."
"Bu Maura ingin minum apa?"
"Teh hangat saja," jawab Maura.
"Baik, Bu. Permisi saya ke belakang dulu," Zulfa masuk ke dalam, untuk membuatkan minum bagi Maura.
"Fa"
Zulfa terjengkit kaget, ternyata Zul sudah berdiri di belakangnya.
"Ya, Pak"
"Pakai gula ya, jangan pakai garam."
"Baik, Pak" Zulfa tersenyum dan menganggukan kepalanya.
"Kamu jangan ke mana-mana ya, kamu duduk di ruang tengah saja," ujar Zul dengan suara pelan, nyaris berbisik.
"Kenapa, Pak?" Zulfa yang sudah selesai membuat teh untuk Maura mendongakan wajahnya, untuk bisa menatap wajah Zul.
"Tidak enak kalau saya cuma berdua saja dengan Maura."
"Bukannya Bapak sudah sering ya berduaan saja dengan Bu Maura kalau di kantor?"
"Di kantor itu banyak orang, Fa. Saya juga tidak pernah menutup pintukan kalau di kantor."
"Bapak takut sama Bu Maura ya? memangnya Bu Maura bisa menggigit ya? Bapak takut ya, leher Bapak digigit Bu Maura?" Tanya Zulfa beruntun, tanpa berusaha menyembunyikan rasa penasarannya.
Zul menarik napas dalam mendengar pertanyaan beruntun dari Zulfa.
"Laki-laki dan wanita kalau berduaan takutnya..."
"Ooh, Bapak takut ada setan yang menggoda ya, sama-sama jomblo sih Pak ya," Zulfa terkekeh sendiri.
"Hmmm" Zul hanya tersenyum tipis.
"Tapi kita sudah tiga bulan berduaan di rumah ini, kok tidak ada setan yang ngiler menggoda kita ya Pak?" Zulfa masih menatap wajah Zul, ingin tahu reaksi Zul atas pertanyaan konyolnya. Tapi wajah itu terlihat datar saja.
"Zulfa, ingat ya, duduk di ruang tengah," ucap Zul sebelum berlalu dari dapur, tanpa menjawab pertanyaan konyol Zulfa. Zulfa menghempaskan napasnya, karena reaksi Zul yang tetap saja datar tanpa terpengaruh pertanyaannya.
--
Zulfa menuruti permintaan Zul, ia duduk di ruang tengah sambil menikmati acara televisi. Sesekali ia iseng mengintip ke ruang tamu. Hanya ingin tahu, apakah posisi duduk kedua jomblo tua itu berubah atau masih seperti tadi. Ternyata posisi mereka masih saja sama.
'Arggghhhh si boss tua, aku dijadikan obat nyamuk, apa semua jomblo tua gaya pacarannya begitu ya. Cuma ngobrol saja, tidak ada aktifitas yang mengikuti. Kalah dong sama gaya pacarannya anak muda yang baru jatuh cinta.'
"Fa" tiba-tiba terdengar suara Zul memanggil Zulfa.
"Ya Pak" Zulfa ke luar dari ruang tengah, ditemuinya Zul dan Maura di ruang tamu.
"Ada apa, Pak?"
"Kamu ganti pakaianmu, kita ke luar bersama Maura."
"Haah!?" Zulfa menatap Zul dan Maura bergantian.
"Saya ikut Bapak sama Bu Maura?"
"Iya, kita makan di luar."
"Tidak mau Pak, saya di rumah saja," Zulfa menggelengkan kepalanya. Cukuplah jadi obat nyamuk di rumah saja, ia tidak ingin jadi obat nyamuk juga di luar sana.
"Kenapa tidak mau ikut?" Zul menatapnya dengan kening berkerut.
"Nanti saya mengganggu, Pak."
"Kalau kamu diajak, itu artinya kamu tidak mengganggu," sahut Zul. Zulfa dan Zul saling tatap, Zul menarik napas dalam.
"Ya sudah, tidak apa-apa kalau kamu tidak mau pergi. Maura, kita batalkan saja rencana makan ke luarnya," Zul pindah menatap ke arah Maura, jelas rasa kecewa terpancar dari mata dan wajah wanita usia empat puluh lima tahun itu.
"Eeh kenapa begitu, Pak. Bapak bisa pergi berdua saja dengan Bu Maura!" seru Zulfa cepat. Ia jadi merasa tidak enak, kalau rencana Zul dan Maura untuk makan di luar menjadi batal hanya karena dirinya.
"Tidak Zulfa, kalau kamu tidak bersedia ikut, saya tidak akan pergi. Sekarang masuklah kembali ke dalam, Zulfa. Aku harap kamu bisa memahami keputusan ini, Maura." Zul kembali menatap Maura, setelah sesaat tadi menatap Zulfa.
"Ya sudah, saya ikut." Akhirnya Zulfa mau juga memenuhi permintaan Zul, karena ia merasa tidak enak dengan Maura. Maura tersenyum mendengar kesediaan Zulfa pergi dengan mereka.
"Gantilah pakaianmu, Zulfa." Zulfa masuk ke dalam untuk mengganti pakaiannya, tanpa bicara sepatah katapun lagi.
"Maura aku ganti pakaian sebentar," pamit Zul pada Maura.
"Iya, Mas" Maura menganggukan kepalanya.
Maura menatap punggung Zul yang meninggalkannya. Sebenarnya ada rasa kecewa di dalam hatinya, karena Zul mengajak Zulfa pergi bersama mereka. Tapi ia tidak berani menentang keinginan Zul, karena ia tahu, meruntuhkan hati Zul tidaklah mudah. Maura yakin, trauma pada pernikahan sebelumnya, pasti masih membayangi Zul. Maura yakin, kepercayaan Zul pada wanita belum kembali seutuhnya, pasti ada kecemasan kalau yang terjadi pada pernikahan dulu akan kembali terulang lagi.
Tapi, Maura ingin berjuang meraih hati Zul, mantan terindah di dalam hidupnya.
BERSAMBUNG