Bab 7. Pertengkaran Dengan Mertua

1119 Words
Bab 7. Pertengkaran Dengan Mertua ======== Gontai Alisya berjalan, menjingjing barang barangnya. Otaknya sibuk berpikir tentang watak putrinya. Kenapa Rena cenderung ngelawan. Bahkan dia berani membantah perintah Alisya. Sang bunda tidak tahu, kalau kesakitan dan kekasaran yang diperbuat anggota keluarganya selama ini pada putrinya, telah merubah watak lemah lembut menjadi kasar dan pendendam. Rena mulai mendendam pada Deva. “Eh, tumben udah pulang? Kamu enggak lembur?” Mama mertua menyambut di depan pintu. “Tidak, Ma.” Alisya menjawab singkat dan langsung berjalan menuju kamar utama. “Itu barang-barang kerja pabrik kamu, kok, di bawa pulang semua?” Sang Mertua mengekori. “Ya, saya gak kerja lagi.” Alisya sengaja berbohong. Tujuannya agar keluarga benalu ini tak lagi mengharapkannya menyediakan seluruh biaya rumah ini, pun biaya kuliah Intan. Apalagi biaya tagihan mobil. “Lho lho lho! Gak kerja lagi, maksudnya apa?” “Ya, enggak kerja lagi. Saya berhenti.” “Kamu dipecat?” “Bisa dibilang begitu juga.” “Astagaaaaaa! Lalu kita makan apa kalau kau enggak kerja! Makan batu!” Mertuanya menjerit. Alisya tak peduli. “Ada apa, Ma?” tanya Fajar melirik sekilas. Dia yang tengah tenggelam dengan permainan game onlinenya merasa sangat terganggu. Pria pemalas itu setengah berbaring di atas kasur. Kepalanya bersender di bagian kepala ranjang. Kembali dia fokus dengan permainannya. “Liat istri kamu! Fajar! Liat istri kamu!” Sang ibu mengguncang lengan anaknya. “Ah, Mama! Kan, udah kalah! Haduuuuh! Asem! Gara-gara Mama, nih!” kesal pria itulalu menghentak napas kasar. “Liat istrimu! Dia bilang berhenti kerja!” Fajar tersadar. Meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu dia menghampiri Alisya yang tengah sibuk mengeluarkan semua barang-barangnya dari dalam tas kresek besar. “Sya? Apa benar yang dibilang Mama? Oh, iya, ini masih jam berapa? Kok kamu sudah pulang? Kamu enggak lembur?” tanya Fajar belum sadar sepenuhnya apa yang terjadi. “Istri kamu bilang dia sudah berhenti bekerja, kenapa kamu masih nanya dia lembur atau enggak! Gimana, sih!” bentak ibunya tak habis pikir. “Ha! Sya, kamu berhenti kerja? Kenapa? Kamu sadar enggak, sih, apa yang kamu lakukan ini?” tanyanya langsung menegakkan tubuh dan mendelik tajam pada istrinya. Sedikitpun tak menduga hal ini akan terjadi. Tak mungkin Alisya berhenti bekerja. Keluarga ini pasti akan hancur bila sumber pemasukan ikut menganggur. “Aku dipecat, Mas!” jawab Alisya datar. “Kok, bisa! Tidak! Ini gak benar! Pokoknya kamu harus bekerja lagi! Minta maaf pada Bosmu! Bujuk dia supaya kamu bisa bekerja lagi! Pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus tetap bekerja, titik!” tegas Fajar. “Aneh, ya, Mas. Saat kamu berhenti kerja, Mama sedih tapi lebih seperti menghibur kamu, gitu. Saat aku berhenti kerja, kenapa Mama histeris gitu, kamu juga? Aneh! Harusnya kalian itu meghibur aku juga, karena dipecat kerja! Aku kehilangan pekerjaan aku.” “Alisya! Ini gak benar, kan! Kamu itu buruh yang paling kompeten! Kamu bahkan hampir tak pernah bolos kerja! Kamu bertanggung jawab! Gak mungkin kamu dipecat! Kamu hanya sedang bercanda, kan! Jangan bercanda, Sya! Ini maksudnya apa, ha?” Fajar mendelik. “Aku tidak sedang bercanda! Aku dipecat, Mas. Aku gak kerja lagi!” “Kenapa bisa, Sya!” Fajar meremas kepala dengan kasar. “Aku juga bingung. Katanya aku kerja gak boleh bawa anak.” “Itu! Kamu, sih, sok-sokan bawa anak kerja! Liat apa dampaknya! Kamu dipecat! Ke depannya kita mau makan apa, coba?” sambar mertuanya menunjuk wajah Alisya. “Jangankan ke depannya! Makan hari ini aja, aku udah gak punya uang.” “Apa?” “Ya, aku gak punya uang.” “Alisya, kau jangan main-main! Tadi pagi kamu enggak ninggali uang belanja, gak ninggali uang minyak dan jajan kuliah Intan, juga uang beli rokok Fajar. Mama sengaja utang di warung, janji, nanti sore kamu yang bayar. Tapi tak ada yang mau ngasi utangan. Terpaksa Mama pakai uang simpanan Mama. Kamu harus ganti! Ganti semuanya! Mama sudah tak punya uang sepeser pun!” “Sama, dong. Aku juga gak punya uang lagi sepeserpun!” Alisya berdusta. “Tak mungkin! Ke mana gaji kamu! Mana bonus lembur kamu? Ini masih pertengahan bulan. Tak mungkin sudah habis!” “Aku bayar utang. Karena aku dipecat, maka semua utang aku pada teman-teman dan juga di warung seberang pabrik harus aku bayar.” “Tidak bisa! Tidak bisa! Kau pasti bohong! Perempuan lugu dan tidak banyak tingkah seperti kamu, tak mungkin dipecat.” “Nyatanya aku dipecat.” “Itu gara-gara kau bawa anak! Kenapa kamu bawa Rena kerja!” “Karena aku tak mau berpisah dengan putriku sedetikpun mulai sekarang.” “Apa maksud kamu, Alisya!” “Aku tak mau lagi berpisah dengan putriku! Tidak sedetikpun!” “Lalu siapa yang akan bekerja mencari uang! Kita butuh biaya hidup! Intan butuh biaya kuliah! Mobil harus dicicil!” Listrik, air, semuanya, pakai apa bayarnya, Alisya!” “Mammma!” Rena yang mendengar suara teriakan menyebut nama ibunya, merasa terusik. Dia sudah terbiasa mendengar suara teriakan di rumah ini, tetapi tidak pernah menyebut nama ibunya. Baru kali ini. Kenapa ibunya juga diteriaki oleh penghuni rumah ini seperti dirinya?” “Jadi, Mama mengharapkan aku yang bekerja terus menerus, begitu? Sementara Mas Fajar bermalas-malasan di rumah, sudah terlena dengan status penganggurannya? Begitu?” “Kamu! Sejak kapan kamu jadi pembantah seperti ini! Sejak kapan kamu bernai melawan perintahku!” Mertuanya terkejut melihat Alisya sudah berani melawan. “Aku gak berubah, dari dulu juga begini.” Alisya semakin melawan. “Mammma!” Rena memeluk ibunya. Wajahnya terlihat begitu khawatir. Ya, bocah kecil itu mengira, ibunya tengah ketakutan seperti dirinya yang dulu selalu ketakutan saat dibentak -bentak seperti itu. Sekarang, Rena sudah mati rasa. Bentakan seperti apapun, bocah itu sudah tak mempan bila pelakunya adalah orang di rumah ini. Namun, bila orang yang baru dikenalnya seperti Deva yang melakukan, maka akan langsung tumbuh dendam, dia pilih menghindar. “Oh, aku tahu. Ini, kan yang membuat kau berubah? Sini, kamu!” Ibu mertua menarik paksa tubuh Rena. Alisya dan Rena sama-sama terkejut. “Apa maksud Mama! Lepaskan Rena, Ma!” “Besok kau harus mencari kerjaan baru. Tak akan mama lepaskan sebelum kau mendapat kerjaan baru!” ancam wanita itu menyeret Rena menuju kamarnya. “Tidak! Lepasin anakku!” Spontan Alisya mencengkram pergelangan tangan kanan mertuanya. Renapun menggigit tangan kiri sang Nenek. “Awwww! Fajar! Tolongin Mama!” Wanita itu menjerit. Rena lepas dari cengkramannya. Fajar hanya bisa melongo. “Aku akan pergi dari sini! Berhenti mengharapkan aku menjadi sapi perah kalian!” Alisya memeluk putrinya sambil berjongkok. Meniup dan mengusap bekas cengkaraman sang nenek yang membiru di tangan mungil sang putri. “Mas Fajar! Sayang! Lho, kok, ada Alisya? Dia gak kerja?” Desy berdiri kaku di ambang pintu. Semua melongo, suasana semakin tegang. ***** Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD