Bab 38

1605 Words
  Colombus, Ohio (US) Hembusan udara dingin terasa hingga ke dalam ruangan tempat Abigail di rawat. Suara televisi yang sengaja tidak dimatikan sejak dua hari lalu membuat suasana terasa semakin ramai. Abigail memaksakan matanya untuk terus terbuka karena dia ingin mendengarkan perkembangan mengenai wilayah  San Fransisco yang baru saja diterjang oleh badai gelombang dingin sejak pagi tadi. Menurut berita yang Abigail dengar, badai di sana berakhir setelah hampir satu jam lamanya menyebabkan kebekuan total di wilayah San Fransisco. Ratusan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang sedang melintas di jalan untuk melakukan evakuasi ke perbatasan kota ditemukan membeku dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Sekalipun masih belum bisa melakukan perekaman langsung dari wilayah kejadian, banyak berita yang mengatakan jika semua orang yang berada di dalam mobil dan bus tersebut telah meninggal karena terserang hipotermia parah. Suhu di San Fransisco diperkirakan lebih rendah dari kasus di Oymyakon, Rusia pada tahun 1933 dimana wilayah tersebut tercatat sebagai wilayah dengan suhu terendah sepanjang masa. Pada tahun tersebut, Oymyakon mengalami musim dingin yang menyebabkan suhu bergerak semakin rendah hingga menyentuh minus 90 derajat celcius. Abigail tidak bisa membayangkan betapa dinginnya San Fransisco saat ini. Dari sekian banyak berita yang Abigail dengar, semuanya memperkirakan jika hampir sebagian warga San Fransisco akan ditemukan meninggal karena terserang hipotermia. Ketika Abigail sedang mendengarkan tayangan berita dengan cukup serius, tiba-tiba saluran televisi berganti dengan sebuah berita lainnya. Nama negara bagian New York menjadi judul utama yang ditulis dengan huruf kapital. “Wilayah New York yang sebelumnya telah diprediksi oleh Profesor Bernadius sebagai pusat badai dingin di wilayah Amerika yang berbatasan dengan samudra Atlantik Utara kini dilaporkan mulai mengalami penurunan suhu yang drastis. Dalam beberapa menit terakhir, wilayah tersebut terserang oleh gelombang udara dingin yang membuat seluruh aktivitas evakuasi warga jadi terhenti. Sama seperti apa yang terjadi di San Fransisco, beberapa jalan di kota Manhattan juga di penuhi oleh mobil pribadi dan angkutan umum yang sedang melakukan evakuasi warga ke perbatasan kota, sayangnya tidak ada pergerakan ataupun tanda-tanda kehidupan dari dalam kendaraan tersebut” Abigail menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di wajahnya, rasa frustasi kembali memenuhi pikirannya. Membuat Abigail semakin sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri. “Pemerintah terpaksa menghentikan evakuasi karena hampir seluruh wilayah perbatasan Manhattan juga diterpa oleh badai gelombang dingin. Beberapa ilmuan dan ahli meteorologi mengecam keputusan pemerintah yang dianggap gegabah. Sampai saat ini kami masih menunggu klarifikasi resmi dari pemerintah” Abigail meraih ponselnya, dia mencoba untuk menghubungi hotel tempat Aurora menginap. Dengan tangan yang bergetar, Abigail terus mencoba. Entah berapa kali dia mendengar sambungan yang terputus karena terlalu lama menunggu. Abigail tidak menyerah, dia tetap mencoba menghubungi Aurora sekalipun tidak ada jawaban apapun. “Suhu udara di wilayah New York, khususnya di Manhattan diperkirakan mencapai minus 60 derajat celcius. Suhu ini dikhawatirkan terus menurun karena hingga saat ini gelombang dingin masih terus  menerpa wilayah tersebut.” Aurora tidak suka pada udara dingin. Putrinya itu akan langsung terserang demam ketika dia terkena air hujan. Aurora sangat sering sakit setelah dia menghabiskan waktu di luar rumah ketika turun salju. Tapi sekarang putrinya sedang berada di Manhattan, Aurora ada di salah satu titik terdingin di wilayah Amerika. Apa yang harus Abigail lakukan untuk menolong putrinya? “Abigail? Apa yang kau lakukan?” Dalton berjalan masuk ke dalam ruangan Abigail. Sebelumnya pria itu berada di luar karena dia mencoba untuk menghubungi rekan kerjanya yang ada di wilayah New York. “Aurora...dia... New York sudah diterpa gelombang dingin!” Kata Abigail dengan suara bergetar. Dalton tampak panik. Pria itu menaikkan volume televisi agar mereka bisa mendengar dengan lebih jelas. “Melihat dari foto satelit udara, tampaknya wilayah New York juga mulai mengalami kebekuan. Tidak ada yang tahu mana perbedaan antara wilayah taman dan jalan raya. Masih belum diketahui berapa jumlah warga Manhattan yang terjebak di dalam badai tersebut. Hampir lima puluh persen warga dalam perjalanan untuk evakuasi saat badai tersebut terjadi..” Abigail menutup matanya. Dia sama sekali tidak bisa menghubungi Aurora, dia juga tidak mendapatkan kabar apapun mengenai keadaan Aurora. Sebagai seorang ibu, Abigail sangat menyesali keputusannya saat membiarkan Aurora pergi sendirian. “Profesor Alfred Bernadius yang sebelum menuai banyak kritik karena prediksinya mengenai badai di wilayah San Fransisco dan Manhattan kini kembali mendapatkan sorotan dari masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya dari mana pria tersebut mengetahui gerakan angin dingin yang bahkan tidak terpikirkan oleh para ilmuan lainnya. Setiap perhitungannya mengenai gerakan angin di wilayah Australia dan Eropa tidak melenceng sedikitpun, begitu juga dengan prediksinya mengenai badai di benua Amerika. Pria yang dikenal sebagai salah satu dosen meteorologi di universitas ternama di Washington, D.C tersebut diketahui tengah melakukan perjalanan menuju ke New York, belum ada informasi lanjutan mengenai apa yang dilakukan oleh pria tersebut hingga dia nekat pergi ke wilayah yang telah ia prediksi sendiri akan mengalami kebekuan total” Alfred? Apakah itu benar-benar Alfred Bernadius? Beberapa kali Abigail mendengar nama Alfred di saluran televisi karena nama pria itu cukup disorot sejak kejadian meledakkan nuklir di wilayah Asia timur. Ada banyak profesor meteorologi di kota itu, tapi.. apakah ada Alfred Bernadius lain yang sedang melakukan perjalanan menuju ke New York? Abigail yakin jika presenter tersebut sedang membicarakan tentang Alfred Bernadius yang dia kenal selama ini. “Abigail, kau mungkin tidak akan menyukai ini, tapi kurasa kita harus menghubungi kantor tempat Alfred bekerja” Kata Dalton. Abigail menarik napasnya dengan pelan. Ada satu hal yang belum ia ceritakan kepada Dalton. “Aku sudah pernah menghubunginya..” Kata Abigail dengan suara pelan. Selama hampir lima tahun menghindari setiap pembicaraan yang melibatkan nama mantan suaminya, ini kali pertama Abigail mau membahas sesuatu yang berhubungan dengan Alfred. Dalton sangat mengerti jika selama ini Abigail tidak pernah mau membicarakan apapun tentang Alfred, wajar jika saat ini pria itu tampak terkejut. “Kau.. menghubunginya?” Tanya Dalton. Abigail menganggukkan kepalanya dengan gerakan pelan. Kemarin pagi Abigail telah menghubungi Alfred untuk memastikan apa yang sedang dilakukan oleh pria itu. Abigail tahu jika Alfred sangat jarang berhubungan dengan Aurora, tapi mengingat jika mereka berdua merencanakan sebuah liburan natal bersama membuat Abigail yakin jika Alfred masih peduli pada putrinya. “Aku menghubunginya.. dia sedang dalam perjalanan untuk mencari Aurora.. tapi aku tahu jika aku tidak bisa mempercayainya..” Kata Abigail. Kali ini air matanya benar-benar menetes. Abigail masih bisa mengingat dengan jelas semua janji yang Alfred ingkari. Pria itu sangat menyedihkan, dia gagal dalam segala hal. Alfred gagal menjadi mahasiswa terbaik, dia tidak lulus tepat waktu seperti yang selama ini dia inginkan, Alfred selalu memikirkan hidupnya sendiri tanpa mau peduli pada orang di sekitarnya. Abigail mengenal Alfred selama belasan tahun, dia seorang pria gagal yang tidak pernah bisa menepati janjinya. Masih teringat jelas hari dimana Abigail memutuskan untuk mengajukan perceraian setelah menahan rasa kesal selama lebih dari 14 tahun. Ya, Abigail harus mengakui jika sebagian hidupnya ia habiskan bersama dengan pria itu. Tapi sayangnya tidak akan hal mengesankan yang bisa Abigail ingat selain rasa kecewanya kepada pria itu. Alfred selalu gagal, dia tidak pernah berhasil.. dan selamanya dia akan tetap sama. “Dia selalu gagal, Dalton. Dia tidak akan pernah berhasil karena dia akan selalu menjadi manusia gagal yang menjijikkan!” Abigail menangis dengan keras. Inilah hal yang paling dia benci setiap kali mengingat masa lalunya bersama dengan Alfred. Abigail menghabiskan hidupnya dengan sia-sia karena dia menikahi seorang pria menjijikkan. Luka di hatinya tidak pernah bisa sembuh karena Abigail telah menyimpan kekecewaaan selama bertahun-tahun. Tapi secara tiba-tiba Abigail kembali teringat pada satu kejadian saat dia sedang terbaring lemah di ruang persalinan.. Hari itu semuanya berubah.. Abigail mendengar suara tangisan seorang bayi perempuan dengan tubuh merah yang masih dipenuhi oleh darah. Abigail hampir melupakan setiap detail kejadian itu, tapi kali ini dia mengingat segalanya dengan sangat jelas. Tangisannya bersatu dengan air mata yang mengalir di wajah seorang pria.. seorang pria yang saat itu sangat dia cintai, tapi juga sangat dia benci. Lalu.. lalu Abigail kembali mendengar suara tangisan bayi perempuannya. Seorang bayi kecil yang tampak seperti malaikat, begitu rapuh dan menakjubkan. Abigail tidak percaya jika selama 9 bulan ini dia hidup bersama dengan bayi kecil itu. Abigail mendekapnya ketika Alfred meletakkan putri mereka tepat di atas dadanya. Abigail mendengar detak jantungnya, bisa melihat gerakan tangannya yang begitu lemah. Rasa bahagia seketika memenuhi hatinya. Tidak ada rasa sakit yang dia rasakan, segalanya telah berganti dengan sukacita yang begitu luarbiasa. Hari itu, dengan yakin Abigail mengucapkan janji di dalam hatinya. Dia berjanji akan selalu mencintai putrinya, akan selalu menjaga dan menemaninya di dalam setiap momen kehidupan putri kecilnya tersebut. Abigail tidak akan menjadi wanita egois, dia akan selalu memikirkan kebahagiaan putrinya di atas kebahagiaannya sendiri. Abigail akan berusaha menjadi seorang ibu yang baik, dia juga akan bertahan di dalam rumah tangganya demi bisa menciptakan keluarga bahagia untuk putrinya. Tidak akan ada kesedihan, putrinya hanya pantas untuk mendapatkan kebahagiaan. Bagaimanapun rumitnya kehidupannya, Abigail akan selalu mencoba untuk menciptakan lingkungan bahagia untuk putrinya. Abigail akan selalu ada dalam setiap momen penting putrinya. Dia akan meninggalkan dunianya dan memilih untuk tinggal bersama dengan putrinya.. “Dia seorang ayah, Abigail. Dia tidak akan gagal..” Abigail menolehkan kepalanya, dia menatap ke sekelilingnya dengan sedikit terkejut. Ya, dia masih berada di rumah sakit, tapi dia tidak berbaring di ruangan persalinan. Tanpa terasa, kejadian itu sudah berlalu sejak 17 tahun lalu. Abigail mengucapkan janji, banyak sekali janji kepada putrinya yang baru saja lahir. Sekarang Abigail sadar jika bukan hanya Alfred saja yang mengingkari janjinya, dia juga melakukan hal yang sama. Abigail melupakan janji yang dia ucapkan saat Aurora pertama kali lahir di dunia. Abigail berubah menjadi seorang ibu yang egois, dia sibuk dengan pekerjaannya dan mengabaikan pertumbuhan Aurora, bahkan Abigail melupakan janjinya saat dia memilih untuk bercerai dari Alfred. Oh Tuhan, terkutuklah dia karena selama ini tidak pernah menyadari kebodohannya.     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD