Hans menekan gas mobil dan kembali membelah jalanan, bersama suara rintik hujan yang terdengar mencekam. Ini seperti suara suporter yang tengah marah besar. Pada saat yang bersamaan, bulir-bulir air matanya kembali runtuh. Apalagi ketika membayangkan betapa kejamnya diri dan bagaimana ekspresi wajah Aurora. Ini pasti akan menjadi amarah yang menggelora. Hans terus menghapus air matanya, tetapi air bening itu kian jatuh dan semakin banyak. Satu-satunya yang ia takuti saat ini adalah gadisnya membenci, lalu meninggalkan dirinya yang sudah cinta mati. Setibanya di depan pagar besar dan tinggi, Hans terdiam sejenak. Lalu, ia berjalan lambat ke arah teras. Saat ini, Hans berdiri seperti bocah bodoh penuh ketakutan yang baru saja pulang dari bermain bola bersama teman-teman dalam keadaan koto