Episode 7

2007 Words
Aku kembali terbangun. Rupa-rupanya, itu memang hanyalah sebuah mimpi belaka. Alarm di ponselku berbunyi membuatku sadar kalau aku sedang terlelap di dalam mimpi yang entah memiliki ujung ataupun tidak di dalamnya. Aku takut, jika nantinya aku akan tersesat di dalam dimensi yang tak jelas dan malah membuatku nyaman tak bisa pulang untuk sekarang. Bedanya sekarang, aku masih bisa mengingat jelas apa yang kualami dan siapa pria yang kutemui di sana. Pandangan sekaligus memori itu tak ingin untuk kuhilangkan, bukan karena alasan aku menikmatinya. Namun karena alasan aku harus mencari tahu siapa pria itu sebenarnya. Apakah dia memang hanyalah sebuah bunga tidur belaka alias imajinasi atau memang ada sesuatu di dalamnya? Karena sudah dua kali aku bertemu dengannya. Dan juga tidak ada yang namanya keberuntungan untuk kedua kalinya. Aku pun beranjak dari kasurku sekarang, buru-buru menuju laptop dan mencari orang itu di dunia maya. Satu-satunya cara yang paling murah, terjangkau, dan tidak memakan banyak waktu untuk ku bisa menemukannya. Aku benar-benar terbantu dengan alat ini sekarang. Aku teringat malam kemarin, kalau aku sedang berkencan dengan Arya. Walaupun dia tidak mengatakan kalau itu adalah sebuah kencan, namun aku menganggap apa yang kami berdua lakukan adalah sebuah kencan. Arya meninggalkan sebuah kecupan manis di dahiku. Kecupan yang mungkin tidak akan kuhilangkan sekarang karena penuh dengan memori indah. Arya tidak mengatakan kemana dia akan pergi, dia bilang kalau dia pulang dengan situasi yang mendesak dan mendadak meskipun dia bahkan tidak mengangkat ponsel yang berdering saat kami berdua meminum kopi. Bukannya aku ingin mengetahui apa pun yang dimiliki atau dialaminya, namun rasanya benar-benar mencurigakan, bahkan untuk Arya meninggalkanku di tempat itu tanpa alasan yang jelas. Aku yang berangkat menuju ke kafe itu menebeng masuk ke mobilnya, pulang harus antara jalan kaki ataupun mencari kendaraan umum. Arya bahkan tidak mengatakan apa-apa tentang bagaimana cara aku pulang, atau setidaknya untuk mengantarku untuk ke rumah terlebih dahulu sebelum dia melakukan kegiatan apa pun yang hendak ia kerjakan nantinya. Benar-benar lelaki yang tak bertanggung jawab. Tiada pilihan lain, aku pun harus pulang menggunakan kendaraan umum, pulang sendirian di sana hanya ditemani bapak-bapak dengan bau ketek tanda dia telah menarik seharian menggunakan mobil miliknya itu. Aku mengira jika aku memesan sebuah mobil, aku akan mendapatkan pelayanan terbaik. Ternyata penilaianku salah. Seapes-apesnya diriku pasti akan mendapatkan seorang supir yang super bau terasa seperti belum mandi untuk berabad-abad. Bapak-bapak itu pun selalu mengajakku mengobrol kepadaku di dalam perjalanan itu, dan aku tidak ingin untuk membalasnya, agar dia bisa merasakan dan peka kalau aku merasa sangat bau dengna badan miliknya itu. Dan sepertinya para penumpangnya tidak ada yang protes ataupun seperti aku sekarang ini. Setelah aku mengendarai kendaraan umum itu, aku masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diriku agar terasa segar sekaligus wangi. Aku sendiri -sebenarnya memiliki mobil sendiri. Namun awalnya Wulan memang mengajakku untuk berangkat ke kantor bersamanya. Aku tentu saja mau pergi dengannya. Sekaligus hemat bensin, aku juga bisa bercengkerama dengan Wulan di sepanjang jalan kami berangkat. Dan sekarang, mungkin besok-besok membawa mobil adalah pilihan yang paling baik. Seusai mandi, aku langsung saja loncat ke kasurku. Memejamkan kepalaku sejenak. Dan kemudian mendapatkan mimpi untuk bertemu dengan pria itu lagi di dalam sana. Aku belum mengatakan apa-apa kepada Wulan saat aku terbangun sekarang. Karena dia pasti sedang tidur juga. Aku tidak ingin mengganggu istirahatnya untuk melaporkan sebuah kegiatan yang benar-benar tidak penting baginya. Aku membuka mbah google, karena di sana tentu saja adalah tempat pertama bagi kebanyakan orang untuk mencari seseorang, sesuatu atau bahkan hal-hal yang tak mereka ketahui sebelumnya. Sepertinya, penjelasan tentang google itu tidak perlu jelaskan lagi dengan panjang lebar karena memang aku yakin bahkan anak SD saja pasti mengetahui apa itu sebenarnya. Tapi aku terdiam di hadapan laptopku sekarang, membeku dan juga tidak melakukan apa-apa dalam berapa menit. Otakku berpikir keras, aku harus mencari apa soal pria ini? Aku bahkan tidak tahu namanya, pekerjaannya, atau apa pun tentang dirinya selain pakaian yang ia kenakan. Dan pakaian, tidak akan menjelaskan apa pun soal orang-orang yang mengenakannya. Kemudian aku teringat, ini dimulai dari sebuah pencarian kecil. Aku mulai mengetikkan nama kota New York, tempat yang kemungkinan menjadi setting dari mimpiku itu di sana. Aku tidak tahu kenapa aku berada di kota seperti itu, karena memang aku belum pernah mengunjunginya atau bahkan melihatnya secara langsung. Hanya dari kumpulan film, majalah, komik, atau yang lain-lainnya. Aku mencari-cari tempat mana yang paling cocok dengan deskripsi dan juga tempat di alam mimpiku itu sekarang. Dan aku menemukan bahwa tempat yang memiliki tingkat kemiripan tertinggi justru bukan di New York. Melainkan di San Fransisco. Aku pertama kali mengenalnya saat aku melihat jembatan berwarna merah di sana. Jembatan merah itu benar-benar mirip seperti yang kulihat di dalam mimpi. Aku melihat orang-orang yang berlalu lalang, dan aku bisa melihat kalau pakaian yang mereka kenakan benar-benar tidak mirip dengan pakaian yang dikenakan pria itu saat di dalam mimpi. Aku mengingat-ingat, memang pakaian yang digunakan pria itu tak lazim saat digunakan di zaman sekarang. Cenderung kuno dan memang suka digunakan oleh orang-orang zaman dahulu. Lebih tepatnya, adalah pakaian yang cocok digunakan saat musim dingin. Aku pun mencoba mengingat-ingat. Apa saat aku berada di dalam mimpi itu aku berada di sebuah musim dingin yang menusuk ke dalam tulang-tulang? Sepertinya iya. Siapa yang bisa mengingat hawa apa yang dirasakan seseorang saat berada di dalam mimpi? Aku bahkan yakin ahli cenayang saja tidak akan tahu apa yang dirasakannya di sana. Kecurigaan demi kecurigaan terus menggunung di dalam benak pikiranku. Menyuruhku untuk terus melanjutkan investigasi ini walaupun memang aku tahu jam yang berdetak menunjukkan bahwa semakin lama aku melakukannya maka semakin lama pula aku akan masuk untuk bekerja masuk ke kantor. Tapi aku merasa, aku akan menemukan sebuah kepingan petunjuk yang ada di sini. Aku sering melihat baju Trench Coat yang sedang dikenakan oleh pria itu di dalam film-film hollywood zaman dahulu mulai dari tahun 50-70 an. Baju-baju itu populer dikenakan oleh orang-orang yang berperan sebagai seorang detektif atau orang-orang yang bekerja di dalam bidang investigasi seperti itu. Walaupun aku hanya mencoba untuk mencocok-cocokkannya. Tapi deskripsi itu lebih cocok dengan pria itu. Dia memiliki sebuah Vibes yang mengatakan kalau dirinya adalah orang tersohor, orang yang makmur, orang yang kaya. Apakah vibesnya itu berusaha ia gambarkan padaku dengan menggunakan pakaian dan juga ucapannya padaku? Aku sudah memiliki 3 petunjuk sekarang. San fransisco, detektif, dan juga 50-70an. Jika aku menggabung-gabungkannya, mungkin aku akan dapat petunjuk yang aku inginkan. Aku mencari, profil seorang detektif berambut pirang yang bekerja di San Fransisco antara tahun-tahun tersebut. Jika aku mencarinya, mungkin aku bisa menemukan pria itu dengan mudah sekarang. Dan aku takut, jika karakter yang aku temukan hanyalah sebuah karakter fiksi yang ada di film-film. Namun aku tak tahu harus merasa senang, atau kecewa saat mengetahui fakta seperti itu di sana. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, aku tidak menemukan apa pun. Data tentang seorang detektif di tahun seperti itu benar-benar tertutup dan juga bahkan dihapus oleh pihak kepolisian. Sebagian besar dari mereka bahkan sudah meninggal dan tidak relevan lagi untuk disimpan. Aku merasa kalau apa yang kucari di sana benar-benar sia-sia. Namun aku juga memiliki hipotesa lain, kalau memang pria itu berusaha mengecohku saat itu. Walaupun memang setting dari tempat aku mimpi berada di San Fransisco, tapi aku benar-benar ingat kalau wajah yang dimilikinya adalah wajah-wajah yang dimiliki orang Indonesia. Seseorang dengan wajah seperti itu tidak akan mungkin bekerja di San Fransisco, apalagi dengan pekerjaan yang begitu mentereng seperti seorang detektif. Pekerjaan yang sulit diraih bahkan oleh polisi dengan masa jabatan bertahun-tahun lama. Aku memiliki dua hipotesa, antara dia memang seorang detektif Indonesia di masa lalu, atau dia memang detektif San Fransisco yang berketurunan orang Indonesia. Aku tidak yakin dengan hipotesa ataupun alasan yang kedua karena memang tidak mungkin hal tersebut terjadi. Konflik dan isu rasialisme di tahun segitu bagi amerika serikat sangatlah besar sekaligus masif. Mereka pasti tidak akan setuju jika memiliki detektif berasal dari bangsa kulit putih. Berbeda dengan sekarang yang menghargai keberagaman dan perbedaan. Pencarianku hanya tertuju ke satu titik sekarang, seorang detektif berambut pirang di Indonesia yang pernah bekerja di masa lalu. Aku yakin, dengan pencarian yang sangat spesifik itu aku akan sangat mudah menemukannya, atau dengan sangat nihil mustahil bagiku untuk mencarinya. Dan benar saja, ciri-ciri yang kusebutkan tadi tidak benar-benar aku bisa temukan atau bahkan rinci. Untuk apa orang Indonesia yang memiliki rambut pirang mencoba untuk menjadi polisi? Citra seorang detektif di Indonesia tidaklah sebaik citra detektif di luar negeri. Detektif Indonesia akan malu untuk menggunakan lencana mereka dan cenderung bergerak sebagai sembunyi-sembunyi. Sedangkan pria itu seperti ingin sekali menunjukkan pekerjaan-pekerjaan yang telah dia lakukan. Apa aku selama ini kembali terkecoh dengannya? Alih-alih dia memakai trench Coat untuk memberitahukan kepadaku bahwa dia adalah seorang detektif melainkan kebalikannya? Dia ingin untuk menjadi detektif? Dengan kata lain, dia memang sengaja ingin agar seseorang, seperti diriku untuk mencarinya dan menemukannya dengan mudah sekarang? Teori dan juga hipotesis itu benar-benar mungkin ada dan kemungkinan untuk kebenarannya sangat besar. Aku sering mendengar, atau bahkan mungkin Wulan benar-benar sering mendengarnya bahwa hantu arwah penasaran jiwanya akan terbang kesana kemari, menakuti orang-orang agar jiwa mereka bisa kembali untuk tenang di surga. Namun karena dia tidak ingin menakutiku, dia berusaha membuatku terkesan kepadanya. Tapi anehnya, jika dia memang ingin aku untuk mencarinya, kenapa dia bahkan tak meminta tolong, memberikan instruksi, atau apa pun itu agar jiwa dan juga pecahan hidupnya bisa kutemukan? Jika dia memang sebuah arwah penasaran, bukannya dia harusnya menyuruhku untuk melakukan sesuatu untuk membuatnya menjadi tenang di alam sana? Namun bukannya memberikanku begitu banyak petunjuk, Pria itu malah memberikanku sebuah teka-teki seperti menyuruhku untuk mengupasnya sendiri. Dia ingin untuk aku masuk ke dalam permainan yang sedang dia kembangkan untuknya sendiri sekarang. Permainan dimana aku menjadi pemain tunggal atas semua kejanggalan seperti ini. Tapi meskipun begitu, aku tidak mempunyai pilihan lain. Aku harus mencari nama-nama korban yang meninggal karena sebuah kecelakaan, atau juga kejadian sadis dengan menyebutkan ciri-ciri tubuhnya. Hanya itu yang bisa kulakukan sekarang untuk mungkin mengetahui dimana lokasi dirinya. Rambut pirang natural, dan kemungkinan memiliki darah bule di dalam dirinya. Nihil, benar-benar nihil dan tidak berguna. Aku bahkan tidak bisa menemukan apa pun di sana. Sangat jarang orang Indonesia memiliki rambut pirang, dan jika pun mereka ada, pasti akan menjadi headline utama dari setiap laman berita yang sedang ku cari sekarang ini. Pencarianku berakhir sia-sia. Aku menggebrak mejaku sendiri sekarang. Bingung dan menutup mataku sejenak tak tahu lagi harus kucari kemana. Setiap petunjuk yang kumiliki, selalu berakhir buntu ataupun nihil sekarang. Seperti bermain permainan tebak-tebakan. Di setiap tebakan yang seharusnya makin mengerucut, tapi hal ini malah membuatku menjadi kesusahan untuk mencarinya. Berakhir tak bisa melakukan apa-apa. Mungkin, aku juga telah salah langkah. Mungkin saja, orang yang kutemui di dalam mimpi itu adalah orang yang masih hidup. Orang yang melangkah dengan kedua kakinya sekarang. Tertawa-tawa dengan riang gembira karena dia berhasil mempermainkanku entah dimana dia berada sekarang. Kemungkinan itu akan selalu ada, dan aku menjadi korban dari permainan pembodohan ini sekarang. Ponselku berdering, beberapa kali sampai aku tidak menyadarinya karena saking sibuknya menelusuri orang ini di sana. Aku menengok ponselku tersebut, dan sadar kalau Wulan telah mengirimiku beberapa pesan menyuruhku untuk lekas berangkat bekerja. Aku melihat diriku sendiri sekarang, masih memakai celana dalam sekaligus bh, tak memakai apa-apa untuk bersiap-siap. Aku membalas pesan itu terhadap Wulan, mengatakan kalau dia telah bertindak berlebihan. Karena aku pasti akan masuk ke dalam kantor. Hari ini adalah hari yang cukup penting, aku tidak mungkin bolos, apalagi dengan alasan yang tidak jelas seperti ini. Mungkin, aku harus melupakan soal ini untuk selamanya. Aku membuka gordenku, mencoba untuk menerangi ruangan ini dengan cahaya alami. Namun betapa kagetnya aku, saat matahari ternyata sudah sangat siang. Aku mencoba untuk melihat jam di ponselku lagi, dan ternyata memang benar kalau sekarang sudah mulai siang. Aku tak mengira aku menghabiskan begitu banyak waktu hanya untuk menelusuri hal bodoh berujung buntu itu di sana. Berlari ke kamar mandi, aku menekan setiap keran shower, sampai semuanya mengalir dengan deras. Aku hampir ingin menangis, berkaca kepada diriku sendiri yang sungguh bodoh sampai membuang-buang waktu selama itu. Tapi memang, kecupan dua pria dengan kurun waktu yang tak berbeda jauh belakangan ini membuat hatiku terasa berbeda. Lebih bahagia daripada sebelumnya...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD