Episode 17

2015 Words
Di rumah ibu, ada sebuah komputer lama dan lawas, punyaku saat pertama kali memiliki sebuah perangkat secanggih itu. Namun sampai sekarang, perangkat itu masih bisa untuk digunakan. Walaupun memang tidak secanggih laptop yang kumiliki di apartemen sekarang. Itu akan cukup untuk membuatku mencari pengetahuan ataupun informasi di sana sekarang. Ibu menjagaku, melihatku dengan khawatir sambil membawa semangkuk penuh goreng dan camilan. Dia juga ikut merasa penasaran dengan siapa pria itu sebenarnya sekarang. Aku sejujurnya tak ingin menggeret ibu dalam masalah ini, hanya saja memang sudah terlanjur. Aku tidak mungkin mengusir ibu dan membuatnya pergi dari rumahnya sendiri sekarang. Hanya saja, aku yakin beberapa menit lagi dia mungkin akan lelah dan bosan melihat semua hal yang aku lakukan sekarang. Hal pertama-tama yang kucari di komputer ini adalah tentu saja tentang Anjasmoro Group. Sebuah perusahaan besar yang namanya malang melintang di berbagai industri mulai dari properti, energi, finansial, dan FMCG. Mereka juga memiliki cabang yang ada di mana-mana di seluruh Indonesia sampai di berbagai macam negara. Hanya saja, anehnya aku tidak pernah tahu keberadaan mereka hingga saat ini. Hanya saja hal yang menjadi kendalaku sekarang adalah aku tidak mungkin bisa menemukan pria yang ada di dalam poster itu dengan mudah. Dia, pasti bukan seorang talent, model, ataupun sembarang orang. Penampilannya di dalam poster itu saja sangat rapi sampai-sampai aku mengira kalau dia mungkin saja salah satu pemilik ataupun juga pendiri dari perusahaan itu di sana. Langkah selanjutnya yang aku lakukan adalah mencari nama-nama pemilik, staakeholder, sekaligus orang-orang yang berkepentingan di dalam perusahaan ini. Nama-namanya sangat banyak, mungkin, ratusan orang yang harus aku cari dan teliti secara seksama. Itu saja sudah ku sortir melalui jabatan-jabatan yang paling mungkin tampil di barisan paling depan poster. “Sabrina, mungkin kau harus beristirahat, makan dulu, atau tidur dulu. Kau sudah duduk di kursi itu selama 2 jam, dan kau bahkan tidak mengambil atau memakan milik ibu. Apa kau yakin kau akan benar-benar baik-baik saja sekarang?” tanya Ibu kepadaku. Aku pun menoleh, dan memang benar makanan yang ada di piringnya itu masih banyak. Aku pun mengambil satu ote-ote kutaruh di mulutku. Lanjut mengetik sambil mengunyahnya hanya dengan mulutku saja sekarang. “Mangaaff Bfuu!! Sefentfar lafi afan kefahuan Fok!” Balasku padanya dengan kondisi mulut yang masih penuh dengan makanan. Sementara itu, ibu pun akhirnya telah lelah dan bosan juga. Dia menaruh gorengan itu di atas mejaku, membiarkanku untuk mengambilnya kapan pun aku mau jika memang aku merasa lapar. “Ya sudahlah, terserah apa katamu Sabrina. Tapi yang jelas, jika kau memang telah menemukan siapa pria itu sebenarnya, jangan lupa beritahu ibu juga ya? Ibu sudah merasa mengantuk jika sudah jam siang begini. Ibu akan tidur terlebih dahulu daripada dirimu ya. Kau tidak apa-apa kan?” tanya ibu padaku. Aku pun mengangkat tangan kiriku ke atas, berusaha mengatakan padanya kalau aku baik-baik saja. Ibu berjalan keluar dari kamarku, karena memang, melihat layar komputer dengan cahaya yang sangat terang akan membuatnya gampang untuk lelah. Dan aku tidak mungkin memaksa ibu untuk terus melek dan juga menemaniku setiap saat. Mungkin, dia akan kembali lagi ke sini jika memang dia ternyata tidak mengantuk dan terlalu memikirkan diriku ini sampai benar-benar berlebihan Dari 100 nama pejabat dan juga jabatan orang-orang di dalam perusahaan ini. Aku sudah mencari 90 orang di sana. Dan tidak ada dari mereka yang mempunyai muka yang cocok ataupun sama seperti di dalam poster itu atau di dalam mimpiku. Aku pun mencari sisa 10 lagi, harapanku memang sangat tipis untuk menemukannya. Namun aku memang, tak mungkin bisa menemukan apa-apa lagi. Tapi dengan mudahnya, saat aku mencari nama ke 99, tidak ada orang tersebut tercantum di dalam sana. Varian ke 100 mungkin adalah varian terakhir yang bisa kucari sekarang ini. Dan jika memang tidak ada, aku lagi-lagi mengalami kebuntuan. Tak mungkin bisa mendapatkan petunjuk lagi di sana atau mencari petunjuk lain. Tidak ada rute lain atau jalur alternatif tempatku bisa menemukannya. Anehnya, ternyata orang ke 100 itu tidak ada! Benar-benar kosong, seperti telah dihapus keberadaannya! Aku tidak tahu mengapa ini bisa terjadi, namun aku yakin kalau ada sesuatu terjadi di dalam layar perusahaan ini. Seperti mereka berusaha untuk menghapus orang ke 100 itu namun mereka tidak benar-benar menyebutkan nama dan juga jabatannya kepada siapa-siapa. Benar-benar aneh bila kurasa. Aku sendiri memang pernah mengetahui rumor seperti itu, saat sebuah perusahaan, berusaha untuk menghapus salah satu petinggi atau orang yang bertakhta tinggi, mereka akan memanipulasi seakan-akan orang itu masih memegang jabatan itu. Padahal, mungkin jabatannya telah kosong, diganti, atau mungkin telah dihapus dari internal perusahaan. Alasan mereka tidak menghapusnya karena tentu saja citra publik. Namun jika memang begitu, hal selanjutnya membuatku bertanya-tanya. Jika mereka memang berusaha untuk menghapus keberadaan orang itu, kenapa mencantumkan wajahnya di poser dengan ukuran besar-besar? Bukankah itu malah menambah kecurigaan publik terhadap perusahaan itu di sana? Apa yang sebenarnya terjadi dengan perusahaan dan juga orang di dalam poster di balik layar ini sebenarnya? Teka-teki ini membuatku kebingungan, sekaligus lapar di saat yang bersamaan. Aku mencoba untuk berpikir, sembari mengunyah gorengan yang telah dibuat ibuku sekarang. Sampai tak terasa, separuh dari gorengan itu telah habis sekarang. Aku tak menyangka kalau aku selahap itu telah memakannya. Ibu pun datang ke kamarku, menyahuti sekaligus memanggil namaku dengan keras. “Sabrina, apakah kau kelaparan? Kenapa kau tidak memanggil ibu? Ibu akan membuatkanmu lagi jika memang kau selapar itu. Atau kau mungkin lebih baik memakan makanan berat ketimbang camilan?” tanya ibu kepadaku. Piring itu sudah hampir setengah kosong. Dan ternyata memang aku sendiri yang telah menghabiskannya. “Ah tidak bu. Tidak usah. Aku, habis ini akan selesai kok. Mungkin, aku akan pulang setelah ini. Aku tidak ingin membiarkan petunjuk ini terbuka dengan lebar-lebar tanpa aku bisa melakukan apa pun untuk itu.” Balasku kepadanya. Ibu pun duduk di sampingku. Memegang bahuku dengan lembut dan juga penuh ketulusan kasih sayang. “Apakah kau tidak lelah sudah duduk di kursi itu selama 4 jam lamanya?” Aku berteriak dalam hati. Hah! 4 jam! Tidak mungkin aku menghabiskan waktu selama itu di depan komputer ini. Waktu terasa begitu enteng dan juga mengalir begitu cepat. Sampai-sampai aku tak merasa telah menghabiskan waktu selama itu. Dan mungkin, memang sekarang waktunya aku untuk beristirahat. “Baiklah bu, aku akan memakan makanan ibu sekarang. Dan kemudian akan beristirahat sejenak”. “Tapi Sabrina, apakah kau sudah menemukan pria itu dengan melepaskan waktu selama itu?” Tanya ibu kepadaku. Aku sangat benci untuk mengatakannya, namun aku harus mengecewakannya. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku kepada ibu. Mengisyaratkan kalau aku memang gagal untuk menemukan apa yang kucari. “Tidak bu, aku tidak berhasil menemukannya.” “Sudah, tidak apa-apa nak,” Ibu memelukku, mengelus-elus rambutku dengan lembut dan juga halus. Dia pun melepaskannya, lanjut mengucapkan sesuatu kepadaku. “Kau tahu, kadang-kadang, orang yang kau cari itu mungkin sudah tidak hidup di dunia ini lagi. Mungkin, itu hanyalah sebuah dejavu, sebuah ingatan palsu. Kau tahu kan, seperti kau pernah menemui seseorang sebelumnya padahal tidak pernah?” Ucapan ibu barusan seperti menanamkan sebuah ide kepadaku. Ide yang belum pernah kucoba sebelumnya. Aku, pun berbalik mencoba untuk menghadap ke arah komputer lagi. Mencari sesuatu ide yang harus benar-benar aku coba sekarang. Ibu, mungkin terlihat sangat kebingungan dengan apa yang sedang kulakukan sekarang. “Ada apa Sabrina? Apa kau memikirkan sesuatu?” “Terima kasih bu! Aku tidak tahu kalau idemu benar-benar sangat berharga bagiku!” ucapku kepada Ibu. Raut wajahnya meskipun tak kulihat dengan langsung menggambarkan kebingungan yang sangat tinggi. “Jika memang dia atau seseorang itu tidak hidup lagi, apalagi memiliki jabatan tinggi, pasti seseorang itu memiliki sebuah berita tentang kematian mereka bukan? Seperti nama-nama orang chinese yang diumumkan meninggal di dalam kolom suatu koran? Mungkin, aku bisa mencarinya dengan itu.” Memang, analogiku tidak benar-benar bisa menggambarkan apa yang kuinginkan. Namun, ibu pasti mengerti dengan apa yang kumaksud. Di kolom pencarian google, aku mencari nama “Anjasmoro Group” di sana. Dan kata kunci selanjutnya yang kuketik adalah kematian. Aku lupa, jika sesuatu yang terjadi dengan mendadak maka posisi dari jabatan itu pasti belum mendapatkan pengganti jabatan yang cocok. Namun ternyata, hasil yang kulakukan benar-benar nihil. Tak memiliki hasil yang memuaskan dariku. Aku benar-benar lupa, jika memang perusahaan jaman sekarang memiliki sebuah kendala atau masalah di dalam internal mereka. Perusahaan itu tidak mungkin akan menggembar-gemborkan tentang masalah itu. Karena berpotensi pesaing bisnis mereka akan mengambil keuntungan di dalam kesempitan itu. Aku melepaskan tanganku dari keyboard, membuat ibu tidak bisa berkata apa-apa sekarang. Di dalam layarku, hanya ada sebuah berita tentang kebakaran yang tak memiliki korelasi, hubungan, ataupun sangkut paut dari perusahaan Anjasmoro. Mungkin, mesin pencarian google sudah rusak dan muak membantuku mencari sosok yang kemungkinan keberadaan fiktifnya sangat besar itu di sana. “Ada apa Sabrina? Apa kau telah menemukan apa yang kau cari?” tanya ibu padaku. Walaupun dia mungkin sebenarnya tahu, raut wajah yang kuhasilkan sekarang tidak mungkin menjawab kalau aku sedang puas dengan apa yang kucari sekarang ini. “Tidak bu, aku tidak menemukan apa yang kucari. Maaf bu, aku telah membuat idemu itu berakhir sia-sia.” “Ya sudah! Lupakanlah saja soal pria itu untuk sejenak. Ibu mau keluar dulu ya, ibu akan menghangatkan sup yang sudah ibu buat tadi pagi.” Ucap ibu sambil mengelus bahuku sekarang. Dia pun keluar dari pintu itu sembari membawa piring yang habis tempat gorenganku tadi kutemukan. Aku benar-benar merasa sangat frustrasi sekaligus kebingungan sekarang. Aku tak mungkin bisa mendapatkan apa yang kumau. Aku melihat foto pria itu lagi, memegang wajah dan juga bibirnya yang indah. Kemudian, aku meremasnya, menjadikan kertas itu sedikit lecet dan juga kusam sekarang. Aku benar-benar kesal memang, aku tidak mempunyai cara lagi untuk mengetahui siapa dirinya. Seakan-akan, semenjak mimpi itu benar-benar terjadi, dia hanya bisa mengisi kepalaku dengan keberadaannya sekarang. Sampai akhirnya, aku melihat nomor telepon di pamflet itu. Otakku yang sedang lelah, kemudian mencoba mencari cara dan ide trik lain untukku bisa menggunakannya. Bukan untuk menelepon sang Kustomer Servis, karena aku tahu kalau mereka mungkin sama tidak tahunya dengan diriku. Namun, nomor telepon itu membuatku sadar kalau aku ingin menelepon seseorang yang lain. ... “Halo Wulan, ini aku Sabrina.” Tanyaku berbicara dengan sosok di dalam telepon. Aku sedang menelepon Wulan sekarang. Dan saat aku mengucapkan salamku, tidak ada jawaban sama sekali dari saluran di ujung sana. Aku merasa, Wulan sedang ngambek denganku. “Dengar, aku tahu aku adalah wanita yang b******k, jahat, dan juga tidak berperasaan. Aku meminta maaf atas semua apa yang kulakukan mungkin tak mengenakkanmu. Tapi Wulan, aku tidak bisa seperti ini kepadamu. Aku membutuhkan bantuanmu sekarang!” “Bantuan apa?” Jawab Wulan, dengan nada yang pendek, judes, dan terdengar malas untuk menjawab dengan pertanyaan panjang. Aku mungkin harus mengatakan ini kepadanya. “Aku, telah mendapatkan petunjuk tentang pria yang ada di dalam mimpiku itu. Kau sudah tahu kan, dan aku ingin membutuhkan bantuanmu untuk itu. Aku tahu, kalau kau lebih berpengalaman soal seperti ini dibandingkan aku.” “Jadi, kau meminta maaf hanya karena kau menginginkan bantuanku? Huh... sungguh sangat klasik Sabrina. Aku sudah mengenal siapa dirimu. Dan kau pasti hanya meminta maaf bukan karena sungguh-sungguh. Aku tidak bisa menganggap ucapanmu itu dengan tulus,” Balas Wulan, lagi-lagi dengan perkataan yang sinis kepadaku. “Ayolah Wulan, berhenti bersikap seperti seorang gadis kecil. Kau mau aku melakukan apa kepadamu? Bertekuk lutut? Mengangkat tangan? Memberikanmu kado? Katakan apa yang kau inginkan untuk bisa tulus memaafkanmu. Karena, aku sebentar lagi ingin meminta bantuanmu untuk pergi ke dukun. Dukun yang pernah kau perkenalkan kepadaku!” “Hah! Dukun!” Tanya Wulan dengan kebingungan. Dia tidak tahu, kalau aku diam-diam sudah mencari tahu tentang dukun Valesta itu. Dan aku sekarang, mungkin akan mengajaknya untuk bertemu dengan dukun itu untuk membantuku. “Kenapa tiba-tiba kau ingin memintaku untuk bertemu dukun? Apakah akal sehatmu benar-benar hilang seperti apa yang kukatakan kepadamu kemarin? “Terserah apa katamu kepadaku Wulan, tapi aku memang benar-benar membutuhkan bantuan dari seseorang yang memiliki kemampuan sekarang. Aku, mungkin tidak dapat melakukannya sendiri. Oleh karena itu, aku membutuhkan bantuanmu. Untuk mengatur pertemuan bertemu dengan dukun Valesta. Aku ingin, semua masalah ini berakhir dengan cepat!” “Baiklah Sabrina, aku akan membantumu. Dan berjanjilah, setelah kau melakukannya, Lupakanlah tentang semua hal yang tak masuk akal ini dan kembalilah kepada Arya!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD