[Siapa saja, seret dia kembali ke lubang neraka!]
[Menjijikkan sekali dia bersanding dengan Wataru! Masa depan Wataru bisa ditutupi awan gelap kalau bersama perempuan neraka macam dia!]
[Betul! Aku setuju! Seseorang harus menyingkirkan dia selamanya!]
[Setuju!]
[Iya! Setuju!]
[Betul betul betul!]
[Siapa lelaki bodoh yang mau melelang perempuan macam itu?]
[Paling para penjilat! Jelas sekali, bukan?]
[Dia lebih pantas dilelang di neraka! Hahaha!]
[Oh! Benar! Dia, kan, ratu neraka kegelapan! Cocok sekali levelnya itu!]'
[Mukanya itu sungguh bikin kesal saja! Aku lebih suka rumor itu jadi kenyataan daripada dia harus bersama perempuan hitam dan busuk itu!]
[Ah! Benar! Aku setuju! Dia lebih cantik berkali-kali lipat daripada wanita angkuh nan sombong itu! Malah lebih sopan dan lembut lagi seperti putri bangsawan!]
[Setuju!]
[Setuju!]
[Setuju!]
[Setuju!]
[Setuju!]
Jawaban "setuju" itu meluncur seperti peluru dari hampir semua anggota grup chatting itu, nyaris mencapai lima puluh lebih ketikan dalam semenit.
Group LIME itu dibuat khusus untuk menjelekkan Misaki, dan terbentuk hanya dalam beberapa detik saat ia melangkahkan kaki ke ruangan malam itu.
Mereka sibuk mencaci-maki, menyumpahi, dan membanding-bandingkan Misaki dengan sosok perempuan yang terlibat rumor dengan sang dewa bisnis.
Si pembawa acara berputar-putar di atas panggung cukup lama, lalu berdiri mantap, jemari tangannya mengarah pada meja hadirin.
"Sudah seratus ribu dollar sejak pembukaan pertama untuk Akabane Merry! Siapa yang berani melelang lebih tinggi? Mana semangat kalian, Gentlemen? Jangan kalah oleh para ladies dalam lelang malam ini!"
"Seratus sepuluh ribu dollar!"
"Seratus dua puluh ribu dollar!"
"Seratus lima puluh ribu dollar!"
"AYO! AYO! LEBIH TINGGI LAGI! SUDAH BERLANGSUNG BEBERAPA MENIT! KENAPA HANYA SEGINI HARGA YANG PARA HADIRIN BERIKAN? AKABANE-SAN CUKUP MENARIK, LOH! WANITA PENUH KHARISMA!"
Suara tawa terdengar di beberapa sudut ballroom.
"Rasanya aku ingin meninju pemilik ide lelang ini!" dalam gelap, Gin mengepalkan tinjunya.
GLEK!
Itu ide Misaki sendiri!
Karma instan karena keisengannya!
Misaki melirik Wataru yang sedari tadi mengabaikannya sejak percakapan terakhir mereka. Apa jadinya jika ia melihat penampilan Misaki yang tak sesuai keinginan?
Duh... Gawat, pikirnya gelisah.
"Loh? Akabane-san? Kamu mengubah gaya rambutmu? Jangan bilang kamu dapat masalah gara-gara diserang oleh fans Wataru diam-diam?" Naoko yang hendak menghibur Misaki karena harga lelang yang rendah, memicingkan matanya dalam kegelapan, matanya menangkap keanehan pada Misaki.
"Kau dibully, Akabane-san?" Gin terdengar prihatin, matanya berusaha menangkap sosok Misaki.
Wataru hanya melirik sejenak, dan matanya kembali pada pembawa acara. Baginya, hal seperti itu sudah biasanya dialami oleh siapa pun pasangan jalannya secara publik. Dan ia tak mau ambil pusing. Dia, kan, memang tameng.
Masalah antar perempuan itu sangat menyusahkan. Toh, mereka semua tahu risiko jika bersamanya, seperti melangkah pada bara api yang menyengat.
"Apa perempuan tak bisa ikut lelang ini? Aku ingin melelang Akabane-san~" pekik Mai yang kini nyaris berontak, tapi ia menahan diri.
"Bisa, sih, tapi, kau mau dapat gosip yang tak enak?" Ryo memperingatkan.
"Ini cuma lelang amal untuk dana korban bencana! Bukan lelang cinta!" koarnya galak, Mai menggertakkan gigi.
"Terserah kau saja!" Ryo ciut.
"Aku akan membantu Akabane-san. Ini tak ada hubungannya denganmu, Wataru. Aku suka cara dia menghadapi Kana Si Anj*ng gila itu," Gin mengangkat tangan, "LIMA RATUS RIBU DOLLAR!"
Sang dewa bisnis masih terdiam. Tak peduli dengan lelang Misaki. Terserah kalau memang ia mau dilelang sungguhan juga tak mengapa.
Ia tak mau menumbuhkan rasa iba pada perempuan itu, tujuannya adalah memanfaatkannya dan menghancurkannya sebagai mainan sementara saja. Apa-apaan perasaannya tadi itu? Palingan hanya harga dirinya yang tersinggung karena tunangannya dipermalukan di depan publik, siapa pun pasangannya saat ini, pasti wajar jika ia merasa tersinggung. Iya. Pasti begitu. Wataru akhirnya meyakini hal ini. Senyum bengis menghiasi wajah tampan nan angkuhnya.
"Akabane-san. Aku akan menjaga harga dirimu. Jangan minder, ya!" Matsuda memberi korsasenya pada Misaki. "SATU JUTA DOLLAR!"
"Ma-matsuda!!" pekik Naoko, matanya melirik cemas pada Wataru.
"Aku juga mau ikut lelang~" gumam Mai lemas, yang kini tampak linglung dengan rasa malunya, masih dengan posisi yang sama di atas meja.
Sang playboy masih terdiam saja.
"LIHAT! LIHAT! HARGA SUDAH NAIK TINGGI! APA TIDAK ADA PENAWAR YANG LEBIH TINGGI LAGI?"
"Sepuluh juta dollar."
Suara lelaki ini cukup keras, tenang dan dalam, rasanya Misaki familiar baru-baru ini, deh.
Ruangan itu hening seketika.
"Siapa pelelang itu?" Gin penasaran.
"Hebat sekali, Akabane-san!" Naoko tersenyum lega.
Sang dewa bisnis melirikkan matanya ke arah sumber suara itu. Waspada entah kenapa.
"SATU JUTA LIMA RATUS RIBU DOLLAR!"
Pelelang sepuluh juta itu sepertinya menjadi bahan bakar awal mula ketegangan lelang dansa
Misaki.
"DUA JUTA DOLLAR!"
"DUA JUTA LIMA RATUS RIBU DOLLAR!"
"Akabane-san. Tampaknya kau cukup populer, ya? Memang Wataru tak salah pilih. Sama-sama populer!" Matsuda menyisip minumannya. "Tak salah aku melelang satu juta padamu."
"Terima kasih," kata Misaki singkat, padahal isi kepalanya kacau bukan main.
Rasanya ia ingin menghilang saja, atau sekalian jadi tembus pandang! Semua suara-suara di sekitarnya seperti dengungan tak berarti.
Lagi pula! Bukan itu yang dipermasalahkan Misaki saat ini!
Bagaimana ini?
Bagaimana jika Toshio melihat dandanannya sekarang?
Satu-satunya yang berputar-putar di kepala Misaki, bukanlah proses lelang itu, melainkan penampilannya yang jika ketahuan olehnya, entah apa reaksi lelaki itu! Kengerian merangkak di sekujur tubuhnya.
Misaki mencoba menarik perhatian Wataru, tangannya gemetar.
"Wata-chan. Ponselmu...," ia menyodorkan ponsel di bawah meja, dan disambut oleh gerakan cuek lelaki itu.
Diambil, sih, ponselnya, tapi ia tak berbalik padanya.
ADUH! Dasar Toshio! Balik, dong! Jeritnya kesal.
"Wata-chan..." kali ini Misaki menyodok bahunya dengan satu jari.
"Ya?" matanya melirik ke arah Misaki.
"Aku mau beritahu sesuatu," katanya setengah berbisik.
"Apa itu?" agak kesal sebenarnya, tapi lelaki itu membalikkan badannya separuh.
Rambut Misaki yang tergerai menyentuh lengannya. Kening sang playboy itu bertaut.
"Rambutmu tidak berantakan, kan?" ia ikut-ikutan berbisik dalam gelap.
"Tidak! Sini! Dekatkan telingamu dulu! Penting!" ia menarik lengannya, tubuh lelaki itu bersandar separuh padanya.
Satu tangan Misaki menutupi ruang antara bibirnya dan telinga tunangan palsunya. "Aku-"
Belum sempat ia mengatakan hal itu, si pembawa acara berteriak riang bukan kepalang.
"LAMPU! MARI KITA LIHAT SEJENAK HARTA BERHARGA LELANG MALAM INI! APAKAH SUDAH ADA DI MEJA TAMU?"
GAWAT! Seru Misaki membatin.
Lampu sorot bergerak cepat ke arah meja Wataru, layar besar pun mempertontonkan tamu di sana, diperbesar dengan posisi Misaki yang tengah berbisik pada lelaki itu.
Misaki membeku.
Bola matanya membesar.
Kamera menangkap jelas sosok asing di meja itu.
Pasangan palsu itu berada dalam satu siraman lampu sorot dengan gaya berbisik yang terlihat seolah begitu romantis dan manja. Aslinya, tidak begitu pastinya.
Wajah Misaki perlahan mengarah pada panggung, tersorot kamera seutuhnya.
Hening menenggelamkan seluruh ballroom.
Mikrofon si pembawa acara terjatuh, mulutnya ternganga hebat.
Suara statis mikrofon membuat suasana kikuk itu tiba-tiba pecah.
Penampilan Misaki yang berubah seratus delapan puluh derajat, membuat hadirin di meja itu tercengang luar biasa.
Beberapa orang dalam gelap terkesiap hampir serentak.
Seperti melihat bidadari di tengah-tengah siraman cahaya surga.
"Si-siapa dia?" Gin membuka suara.
Mata Wataru membesar, jaraknya dengan Misaki begitu dekaaat sekali.
DEG!
Wajah super cantik dan manis itu membuat hatinya bergetar.
Pandangannya tak fokus, mata sang dewa bisnis itu terlihat linglung.
Keduanya pipinya merona.
Mulutnya terbuka sedikit untuk berkata sesuatu, tapi kata-kata itu tertelan oleh keterkejutannya sendiri.
Bibir ombre seksi Misaki yang terlihat sedikit basah, nyaris membuat Wataru kaget terjengkang dari
kursinya. Untung saja lengannya ditahan oleh Sadako mini market itu.
Bau shampoo Misaki menyentuh hidung Wataru.
Wangi sekali!
Baru tercium ketika orang lain mendekat padanya, jadi tak heran ia baru menyadarinya.
Mata mereka terkunci.
Selama beberapa detik, Wataru seperti kehilangan akal. Ia membeku.
"SIAPA SOSOK BARU INI?" teriak sang pembawa acara tanpa mikrofon, ia berlutut di atas panggung dengan kedua tangan di lantai. Bola matanya nyaris melompat keluar.
Kehebohan sang pembawa acara membuat mereka berdua menghentikan adegan klise itu.
Sang playboy mengamati sejenak sosok baru ini. Kemudian, mati-matian menolak daya tarik hipnotik itu dengan mengernyitkan kening.
"Siapa kau?" tanyanya tanpa sadar.
"To-Toshio-san... A-aku Mi-Misaki...!" bisiknya pelan, hanya untuk diperdengarkan pada Wataru semata.
Muka Misaki tampak panik, tapi ia menutupinya dengan senyuman tulus pada hadirin di mejanya. Matanya mengerjap cepat.
"Akabane-san?" Naoko setengah terhenyak.
"HAAAAHH????" tubuh Gin maju ke depan, suaranya melengking hebat. "AKABANE-SAN?"
Sang pembawa acara panik meraih mikrofon, terlihat merah padam, hidungnya kembang kempis menyaksikan metamorfosa Misaki. Jarak panggung dan meja itu tidak begitu jauh, hingga cukup melihat jelas wajah Sadako mini market tersebut.
Pria itu salah tingkah hebat di atas panggung. Ia sesekali mengucek-ngucek sebelah matanya. Kemudian, bicaranya cepat sekali seperti rentetan peluru yang ditembakkan. Kakinya berdiri di tepian panggung. "APA INI?" mata si pria itu bergantian berkali-kali dari layar raksasa ke meja yang disorot lampu, telunjuknya mengarah pada layar. "EH? EEEEEHH? AKABANE? AKABANE-SAN? A-
AKABANE-SAN? YANG ITU? YANG ITUUUU???" matanya terbelalak kaget. "AKABANE-SAN YANG ITU, KAN? WUAH! SULIT DIPERCAYA!!!"
Si pembawa acara itu berputar sekali, lalu sebelah tangannya menutupi mulut. Ia diam berdiri, terpesona luar biasa. Sejurus kemudian ia memandang ke arah meja lagi."SE-SERIUS? INI SERIUS?"
Ballroom itu heboh bukan kepalang, khususnya di antara para lelaki. Para tamu perempuan memiliki ekspresi macam-macam, konflik yang menyerang hati dan akal sehat mereka.
"SEBUAH KEAJAIBAN! PEREMPUAN KEGELAPAN ITU BERTRANSFORMASI MENJADI BIDADARI DALAM SEKEJAB! APA BENAR ITU AKABANE MERRY, TUNANGAN SANG DEWA BISNIS KITA? CANTIK DAN MANIS SEKALI! ANGGUN DAN MEMPESONA! TAK SALAH SEBAGAI TUNANGAN TERPILIH NOMOR SATU!"
"Pria itu!" Naoko melirik kesal ke arah panggung.
Misaki mengenakan gaun jatuh warna champagne pucat elegan sampai ke batas mata kaki. Lengannya sebatas siku dengan renda yang menjuntai. Renda ini menutupi seluruh gaun sebagai lapisan transparannya, hingga terlihat mewah dan berkelas, tapi tetap sederhana. Kerahnya agak lebar hingga menampilkan sedikit tulang selangkanya yang mempesona.
Riasan wajahnya natural dan sangat ringan, hingga wajahnya putih berkilau (riasan ala artis Korea, tapi dipadu dengan riasan ala Jepang), menonjolkan bibir merah ombrenya, sangat memikat dan menggoda. Gaya rambutnya pun dibuat ikal indah memukau, poni ratanya dipermak sedikit hingga ia nyaris terlihat seperti boneka hidup.
Kali ini jadi boneka porselen yang begitu manis, cantik, dan seksi, bukannya boneka porselen bergaya gothic menyeramkan penuh aura kutukan. Mata Misaki agak diperbesar sedikit dan mengenakan lensa kontak abu-abu kebiruan.
Ishikawa menyiapkan semuanya tanpa cacat sedikit pun. Duh, orang kaya, mah bebas! Seperti robot kucing biru ajaib saja! Semua serba tersedia sekejap mata!
Perhiasan di tubuh Misaki tetap menggunakan pilihan Wataru, bukan karena apa, tapi begitu Jane melihatnya, lelaki kemayu itu gelagapan mengetahui itu adalah model terbatas kelas dunia.
Sosok baru Misaki ini membuyarkan semua stigma kegelapan dan horor sebelumnya.
Tiba-tiba saja, ballroom itu serasa mendapat pencerahan dari langit!
Segar, menyejukkan, dan menenangkan! Hati terasa begitu lega dan enteng!
"LIMA BELAS JUTA DOLLAR!" teriak seorang pria yang berdiri tanpa sadar, dua meja dari samping kiri mereka. Matanya sudah berbinar-binar oleh kecantikan Misaki.
"DUA PULUH JUTA DOLLAR!" teriak lelaki di seberang kursi pelelang tadi, tak mau kalah.
Sementara lelang itu mulai berjalan penuh ketegangan dengan mata yang rakus dan leher yang menegang, Wataru masih memandangi Misaki yang kini berdiri kebingungan. Kepalanya bolak-balik ke seluruh penjuru ruangan. Panik dan pucat sebenarnya, tapi riasan hebat Jane mampu menutupinya.
Melihat ini, Wataru menarik lengan Misaki tanpa sadar.
"Apa yang kau lakukan?" ekspresi lelaki itu sulit ditebak. Matanya menyipit tajam pada Misaki.
"A-aku bisa jelaskan!!" bisiknya panik, ia melirik pada hadirin di meja mereka.
"Wataru? Jadi ini alasan kau membiarkan dia berdandan mengerikan seperti tadi? Tidak heran kau khawatir dengan menyembunyikan kecantikan berbahaya ini!" wajah Gin merah padam, asap mungkin bisa saja keluar dari kedua telinganya dengan warna semerah itu. Mungkin jika Gin jadi karakter komik, matanya sudah berbentuk hati yang berdegup di tempatnya.
"Akabane-san...?" Mai yang masih tertelungkup, terpana sampai lupa situasinya sendiri.
"Ah! Rupanya Wataru egois juga," Naoko terkekeh gemas.
"Aku tidak salah, kan? Aku pernah melihatnya di suatu tempat! Tapi aku tak yakin di mana! Mataku tak pernah lupa dengan kecantikan langka sepertinya!" kata Ryo bangga, wajahnya cerah bukan main dengan situasi itu. Plong rasanya!
"Kalian sengaja, ya, membuat kejutan? Sedikit drama ternyata seru juga!" Matsuda tertawa puas dengan kejadian itu. "Para pembenci Akabane-san pasti serasa ditampar sekarang ini!"
"Bukan begitu," kata Misaki kalem, meski tangannya gemetar hebat, "tadi aku mendapat masalah sedikit, terpeleset di toilet. Dan seseorang yang baik hati menolongku." Misaki berusaha kembali ke mode Akabane Merry, meski kali ini lebih lembut dan kikuk gara-gara tatapan Wataru yang tak lepas-lepas darinya.
Lelaki itu bungkam seribu bahasa. Tapi matanya begitu intense dan tajam!
Misaki ingin bergidik dan lari tunggang-langgang, tapi kakinya terkunci di lantai, mirip-mirip saat di jalan nyaris ditabrak mobil pas ingin menyebrang. Ditambah aktingnya yang mesti dijaga membuat Misaki hanya bisa tersenyum meringis.
Luar biasanya, karena make up Jane dipadu oleh skill aktingnya, ia malah terlihat seperti ratu angkuh yang dingin, tapi penuh pesona dan kharisma memikat.
"Wataru. Beruntung sekali kau! Tak keberatan, kan, kalau aku berdansa dengannya malam ini?" lelaki yang awalnya tak berminat buka suara di meja itu, akhirnya tak bisa mengendalikan diri setelah melihat sosok bak bidadari itu. Ia menahan cukup lama kekaguman yang menyerang hati dan pikirannya, hingga nyaris meledak keluar. Tanpa basa-basi lebih lanjut, berdiri dan berteriak lantang.
"TIGA PULUH JUTA DOLLAR!"
Gelombang keterkejutan tak kalah heboh dari sebelumnya menghiasai ruangan itu, seperti api pada sekam.
Suara pelelang sahut-menyahut terdengar bergantian dari berbagai sudut ballroom.
Harga lelang itu meroket fantastis yang mampu bikin leher tercekik seketika!
Para tamu perempuan anti-Akabane Merry kini tampak seperti orang bodoh, malu dan minder sekali. Beberapa ada yang mulai bergosip dengan semakin memakinya, ada pula yang mulai berubah opininya terkait tuduhan tunangan palsu yang beredar di grup LIME.
Dasar mulut berbisa dan hati dengki, ada juga yang berusaha menghina Misaki dengan sebutan pencari sensasi dan w************n tak tahu diri. Semua komentar-komentar jelek itu nyaris tak beralasan dan hanya dipenuhi rasa iri semata.
Mata Wataru masih terpaut pada sosok baru Misaki.
"Indahnya. Dunia serasa milik berdua," komentar Naoko geli seraya bertopang dagu dengan satu tangan.
"Jangan-jangan, Wataru juga baru melihat sisi Akabane-san ini, ya?" tebak Gin. "Ah, tapi itu tak mungkin! Drama kalian seru juga!" dan ia pun tergelak bebas.
"SERATUS JUTA DOLLAR!"
Hening.
Lagi, mikrofon pembawa acara itu terjatuh. Ia melongo hebat.
Wataru melirik cepat ke arah suara itu.
Hati dan pikirannya seperti sirine tanda bahaya yang meraung-raung.
"GILA! SERATUS JUTA DOLLAR! APA LAKI-LAKI ITU WARAS! BULU KUDUKKU SAMPAI MERINDING JADINYA!" Gin berdiri berbalik ke arah si pelelang hingga kursinya jatuh, kemudian bergidik.
"Uesugi-san?" bisik Misaki tanpa sadar pada sosok Ishikawa yang kini berada pada siraman lampu sorot.
Lelaki itu bersandar pada salah satu tiang tak jauh dari panggung, kedua tangannya berada pada saku celana, senyum ramahnya mengarah tepat pada Misaki.
Mata Wataru melirik cepat ke arah tunangan palsunya itu. Keningnya bertaut tak senang, tampak murka bercampur kesal bertubi-tubi. Jantungnya terasa seperti tertusuk sembilu. Aneh sekali rasanya!
"Kau mengenalnya?" nada suaranya terdengar curiga, tegas, dan mengancam.
Misaki menatap kedua mata sang playboy dengan tatapan kalut.
Bibirnya terbuka tertutup dengan kedua tangan mengatup di d a d a, kata-katanya sulit keluar.
Lelaki itu memberikan tatapan benci yang begitu teramat menusuk padanya.
Misaki menelan ludah gugup. Ia mati kutu dalam sekejap!
CELAKA!
***