ibu dua anak
pagi baru dimulai, Laras dan seorang art sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan dua orang anaknya. anak tiri kata orang-orang karena bukan lahir dari rahimnya sendiri. tapi bagi Laras Sinta dan Rara adalah anaknya tanpa embel-embel anak tiri dibelakangnya. Rara masih bayi saat Laras menikah dengan Abhi sedangkan Sinta sudah berumur enam tahun kala itu.sampai sekarang bahkan Rara tidak tahu kalau Laras bukanlah ibu kandungnya. yang dia tahu mamanya adalah Laras. berbeda dengan Sinta yang tidak begitu akrab dengan Laras tapi tidak juga bisa dikatakan jauh karena tetap saja semua kebutuhannya Laras yang menyiapkan dan Sinta tidak pernah menolak. sinta hanya terkesan sedikit dingin dengan Laras. Laras memakluminya, bukan hal mudah bagi seorang anak untuk menerima orang lain sebagai ibu pengganti. Abhi sering membesarkan hati Laras dengan mengatakan akan tiba masanya Sinta menerima dia tanpa batas. semoga...
" Bu.. adek lapar" suara Rara menghentikan gerakan tangan Laras yang sedang mengaduk nasi goreng sosis kesukaan putri bungsunya itu. Rara sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
" anak cantik ibu lapar ya? ini sudah ibu siapkan nasi goreng kesukaan adek" jawabnya sambil tersenyum. dihampirinya Rara untuk menuntunnya menuju meja makan. bik Asih menyendokkan nasi goreng keatas empat buah piring segera menatanya di meja makan.
"kakak mana? sudah siap belum?"
" lagi dandan"
Laras kembali tersenyum. Sinta yang beranjak abg memang sudah menunjukkan tanda centil. maklum baru masuk smp. mulai memasuki fase pubertas.
" pagi sayang..." Abhi bergabung. sebelum duduk disempatkannya mengecup kepala anak dan istrinya.
" sinta kok belum turun bu?"
" coba ibu cek dulu, papa sarapan aja duluan ntar terlambat". jawabnya sambil berlalu menaiki tangga menuju kamar sinta berada. sebelum masuk diketuknya pintu perlahan. setelah sinta menjawab barulah Laras masuk. di kamar yang bernuansa ungu tersebut terlihat sinta yang kebingungan dengan model rambutnya.
" kenapa belum siap? " tanyanya lembut.sinta menghela nafas.
" kakak gak mau rambutnya diikat?"
Sinta mengangguk.
" bagaimana kalau rambutnya ibu jepit aja,mau?"
sinta terlihat berfikir.
" jepitnya gak banyak kok. gak akan seperti anak sd juga. ibu coba ya...?" tawarnya hati-hati. sinta mengangguk . dengan telaten Laras menyisir rambut ikal sinta kearah samping. diselipkan sebuah jepitan simpel berbentuk daun.
"gimana? kakak suka?"
sinta mengangguk " iya.." jawabnya pendek." ntar pulang sekolah kakak mau potong rambut"
" sama siapa? mau ibu temani?"
" sama oma aja"
Laras tersenyum kaku. anaknya yang satu ini sebisa mungkin memang melakukan segala sesuatu tanpa dirinya, enam tahun berlalu masih juga menyisakan sekat diantara mereka.
seperti biasa Laras mengantar kedua anaknya menggunakan mobil yang disopiri oleh pak ujang, sedang kan Abhi berangkat dengan mobil yang di sopiri mang Agus. setelah mengantar anaknya kesekolah Laras menuju ke toko roti dan cafe nya. letaknya tidak begitu jauh dari sekolahan Rara.
begitulah kegiatan Laras setiap senin sampai sabtu. sejak resign dari pekerjaannya setelah menikah dia menghabiskan harinya menjadi ibu rumah tangga. mengurus segala kebutuhan anak dan suaminya. toko roti dan cafe baru dibuka sejak Rara masuk tk. awalnya sebagai pengisi kegiatan saat Rara sekolah. setahun berlalu sekarang sudah terlihat perkembangannya. lokasi yang strategis membuatnya selalu ramai dikunjungi pelanggan. dari yang awalnya dikelola sendiri sekarang sudah mampu menggaji seorang manager. total karyawannya sudah lima orang.
" ada pesanan snack box buat besok pagi " beritahu Dea sang manager begitu Laras memasuki ruang kantornya yang sharing dengan Dea. Laras tidak mau sendirian dan memberikan kesan formal di lingkungan kerjanya.
" oh ya? darimana? berapa paket?" sambutnya terlalu bersemangat. meski bukan yang pertama tapi selalu memunculkan semangat yang sama baginya. Dea tersenyum senang. spirit inilah yang jadi daya tariknya bekerja dengan Laras, mereka memiliki passion yang sama dalam mengembangkan 'La bakery and cafe.
" kantor depan, mas-mas yang ganteng" Laras mengerutkan dahinya. tidak mengetahui orang yang dimaksud Dea.
" ya elah buk, masa gak tahu... itu lho yang baru buka kantor developer di depan" Laras mengangguk. kapan hari Dea memang sempat cerita tapi dia tidak terlalu mendengarkan karena lagi menerima telfon dari Abhi yang bilang akan pulang lambat dari kantor karena ada meeting mendadak.
" pesan berapa paket? atau cuma..." sering juga pesanan kue aja sehingga tidak terlalu berpengaruh pada pemasukan karena kue satu dipotong jadi banyak.
" 50 pack sekalian dia pesan minum dari kita juga ice coffe". Dea menyerahkan nota pemesanan.
" Marco..? dia bule ya? " tanya Laras begitu membaca nama sang konsumen. Dea melotot. Laras balik melotot " kenapa?"
" aish...! si ibuk kan kemarin aku sudah bilang kalau ada bule ganteng yang buka kantor. kemarin jawabnya iya iya aja.. kirain didengerin nyatanya dikacangin. mentang- mentang sudah punya suami gak mau lagi kenal sama cogan diluaran!" sungut Dea.Laras tertawa melihat bawahan yang sudah dia anggap teman itu bersungut sebal. Dea yang seumuran dengannya selalu mendramatisir perbedaan status diantara mereka. selalu merasa menjadi wanita paling malang sedunia karena diusia menjelang dua puluh delapan tahun belum juga menikah. padahal dasar Dea aja yang kebanyakan pilih selalu saja mencari kekurangan pria yang sedang mendekatinya.
" bagus dong berarti kamu kurang satu saingan kan?" canda Laras.
" jangan bilang kalau bukan gebetan aku mau kamu deketin? aku bilangin bos Abhi lho..". Laras menggeleng sambil tertawa.
" aku gak bilang lho De, asumsi negatif kamu aja tuh. aku sadar diri ya kalau sudah punya suami dan dua anak".
" iya... aku cuma bercanda Ras, bagi kamu keluarga pasti nomor satukan? kalau aku punya suami kayak bos Abhi pasti juga setia kok tapi..." Dea menjeda perkataannya" kalau dua buntutnya aku gak jamin bisa" lanjutnya kalem.Laras tersenyum memaklumi. tidak semua orang mau menikah dengan duda beranak. bagi Laras justru kebalikannya menikah dengan Abhi tidak lepas dari pertimbangan anaknya. karena sinta dan Rara lah dia mau menikahi Abhi. Abhi adalah bos nya. bekerja dua tahun bersama Abhi sedikit banyak membuatnya terlibat dalam urusan intern bosnya. kesibukan Abhi membuat dia sering abai pada buah hatinya. Laras yang besar dalam keluarga broken home bisa merasakan apa yang sinta rasakan. orang mungkin mengira Laras mau menikah dengan Abhi karena hartanya tapi Tuhan pasti tahu bahwa bukan itu alasannya. tangis Rara saat sering diajak Abhi kekantorlah yang membuatnya bertekad menjadi ibu bagi kedua anak Abhi.
" aku bangga jadi ibu mereka" jawabnya mantap. Dea tersenyum tulus tanpa dikasih tahupun dia melihat betapa besar cinta Laras kepada kedua anak sambungnya itu.