Dia terlalu jelek

1042 Words
Icha menghembuskan nafasnya kasar. Pasalnya, Kak Evan di depannya. Dapat Icha ketahui, laki-laki itu selalu menatap tajam dan penuh intimidasi dirinya, membuat Icha merasa sangat tidak nyaman. Membuat Icha merasa gerah dan ingin pergi dari tempat ini, tapi Icha tak enak dengan Kak Rania yang mengajak paksa ia kemari. Kak Rania yang ijin ke toilet dan Kak Rania yang ke toilet. Evan yang tidak menatap wajahnya sedikitpun di depan kekasihnya tadi. Kini, sedang menatap wajahnya bahkan mungkin tidak berkedip sedikitpun. Sudah cukup, Icha tak sanggup lagi. Icha yang tidak berani menatap Evan. Kini, Icha sudah dan sedang menatap Evan. Icha dengan tatapan lemah dan lelahnya. Sedangkan Evan dengan tatapan tajam dan penuh ancamannya. "Kakak dan Kak Rania yang punya masalah, tapi malah aku yang kena imbasnya semalam...." "Jangan bahas hal itu di sini, sialan! Please, jangan bahas hal itu!"Geram Evan tertahan. Icha mengangguk cepat dan melempar senyum lelah "Nanti kita bahas di rumah,"lanjut Evan lagi, kali ini dengan nada serius dan tegasnya. Lagi-lagi mendapat anggukan cepat dari Icha. "Tolong, jangan tatap Icha terus..." "Jangan geer kamu, sialan! Jangan geer, Icha!"Potong Evan tajam ucapan Icha. Icha yang terlihat menggelengkan kepalanya tegas. "Aku enggak geer dan buta, Kak. Kakak natap aku maksudnya dengan tatapan ancaman. Bukan yang lain dan hal itu malah buat Kak Rania curiiga..." "Ya, aku baru sadar dan kenapa kamu selalu benar, Icha. Kamu lagi dan lagi benar...."Ucap Evan yang merasa tertampar akan ucapan Icha yang benar barusan. Icha benar. Sejak Rania ke toilet. Evan tak buang sedikitpun wajahnya dari wajah jelek Icha. Takut Icha macam-macam dan mengadu pada Rania. Bisa hancur hubungannya dengan Rania. Tidak! Rania adalah cinta pertamanya. Rania adalah perempuannya yang setia. Rania adalah perempuannya yang pintar dan suci. Hubungannya tidak boleh hancur hanya karena kekhilafannnya yang mabuk semalam pada adik sepupunya. Dan Evan menurut akan ucapan Icha. Tidak menatap Icha lagi dan Evan kini sedang menatap ponselnya yang sudah Evan aktifkan mode penerbangan agar tidak ada chat pekerjaan yang menganggu dari para pekerjanya. Ini hari libur dan Evan ingin menghabiskan waktunya dengan Rania tanpa ada gangguan sedikitpun. "Maaf, aku pasti lama...."Ucap suara itu lembut, membuat tubuh Evan menegang kaku, tapi untung saja Evan mampu menguasai dirinya dengan cepat. "Tidak lama sama sekali, yank...."Ucap Evan lembut. Evan juga meletaakkan begitu saja ponselnya. Menatap wajah ayu dan cantik Rania penuh cinta. Tapi, sial! Rania malah sedang tatap Icha saat ini. "Loh, kenapa belum makan, Cha. Nanti dingin makanannya...." "Van, kenapa nggak suruh Icha makan dari tadi. Enggak usah nunggu aku...." "Enggak kak. Makan sama yang enak...."Ucap Icha pelan.... mendapat anggukan dari Rania. "Benar kata, Icha. Makan sama-sama yank yang enak..."Ucap Evan, mendukung Icha. Icha yang saat ini sudah mulai memakan makanannya. Begitupun dengan Evan dan juga Rania. Tapi, Evan dan Rania saling menukar makanan mereka. Evan yang ingin. Padahal lauk pauk keduanya isiannya sama. "Selamat makan, Evan... Eh sayang..."Ucap Rania lembut. Mendapat anggukan semangat dari Evan. Evan yang senang karena baru di panggil sayang oleh Rania. Rania yang hampir suap makanan ke dalam mulutnya. Tapi, tangan Rania hanya melayang di udara di saat, kedua mata Rania---- tidak sengaja menatap kearah leher Icha.... Leher Icha ... leher Icha yang ada bekas ciuman.. "Bekas ciuman..."Lirih Rania pelan sekali. Sendok yang berisi makanannya sudah Rania letakkan kembali ke dalam piring. Kedua mata Rania fokus pada leher Icha dengan jantung yang berdebar tidak normal di dalam sana. Dan Icha yang makan menunduk sedari tadi, dapat merasa dengan jelas kalau Rania.... dan juga Evan tengah menatap dalam kearah dirinya. Membuat Icha merasa sangat tak nyaman dan tak punya nafsu makan. Dan benar saja, di saat Icha angkat pandangannnya. Pandanganya Icha langsung bertatapan dengan Rania.... "Kenapa, Cha?"Tanya Rania pelan. Kali ini tidak ada nada ramah dan hangat dari suara Rania. "Mau ke toilet, Kak. Maaf..."Ucap Icha merasa bersalah dan menyesal dengan tatapan yang menatap takut pada Evan. Dan Icha tanpa menunggu sahutan atau jawaban dari Evan atau Rania. Icha sudah melenggang menuju toilet dan tubuh mungil Icha sudah di telan oleh lorong dan belokan. "Kenapa? Kamu kenapa, Sayang?" "Apa ada masalah dengan Icha?"Tanya Evan dengan jantung yang rasanya ingin meledak di dalam sana. Pasalnya, kenapa kekasihnya menatap Icha dengan dalam dan tajam sejak beberapa detik yang lalu. Dan Evan menahan nafas kuat di saat Rania dengan senyum lirih sudah menatap kearahnya saat ini. "Yank, kamu kenapa?"Tanya Evan lagi. Pelan dan lembut. "Di leher Icha. Ada bekas ciuman."Ucap Rania lirih, membuat wahah Evan seketika pucat pasih. Dan melihat wajah Evan yang pucat pasih seketika tawa lirih keluar dari mulut Rania. Yang terdengar menyeramkan di telinga Evan.... "Kamu terlihat cemas dan takut, Van. Apa kamu?"Tanya Rania dengan nada yang sudah terdengar dingin kali ini. Evan terlihat mengusap wajahnya kasar. "Kamu buatku shock, Rani. Walau nggak hijab, Icha imannya kuat. Orangnya alim..."Ucap Evan serius. "Terus?"Ucap Rania dingin. Kedua tangan Evan yang ada di atas kedua pahanya mengepal erat. Menahan amarah pada Icha. Sialan perempuan itu! "Mungkin kamu salah lihat, yank. Semalam Icha pergi dengan teman-teman ceweknya...." "Enggak! Aku nggak salah lihat, Evan..." "Kamu nuduh aku? Aku yang kasih bekas ciuman...." "Ya, Evan. Aku curiga sama kamu...." "Jangan gila, Rania...."Potong Evan tajam dan tegas ucapan ngaco Rania. Bahkan Evan bangkit dengan kasar dari dudukannya, membuat Rania terkejut melihatnya. "Kamu kenal aku, Rania. Dan juga... aku... lihat kulit Icha yang hitam, tidak terawat, giginya ancur, aku kadang kalau bicara dengan dia banyak tahan nafas. Dan andai dia bukan sepupuku, keluarga mamaku, aku untuk dekat-dekat dengan dia aku nggak sudi. Enggak sudi, Rania. Camkan ucapanku dan buang pikiran kotormu tentangku. Untuk dekat dengan Icha aku enggak sudi apalagi untuk cium lehernya....."Ucap Evan dengan nada dan raut wajah yang super-super serius. Tanpa sadar, kalau ucapannya barusan... di dengar semua oleh Icha yang tidak jadi ke toilet dan berniat kembali duduk dan makan, tapi mendengar Kak Evan dan Kak Rania yang menyebut namanya Icha diam, menghentikan langkahnya. Dan saat ini, rasanya Icha ingin pingsan. Sakit... Sakit dan sesak d**a Icha mendengar ucapan menyakitkan Kak Evan tentang dirinya. "Jadi, begitu, Kak Evan.... Baik lah, aku sudah tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya..."Bisik Icha dengan air mata yang sudah berlinang. Kedua tangan yang mengepal erat juga. Sumpah, sakit hati Icha. Fisiknya barusan di hina oleh orang yang sudah merenggut kesuciannya. Oleh orang yang baru menjelajahi setiap jengkal tubuhnya tadi malam yaitu kakak sepupunya Evan.....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD