Kedatangan Kak Evan

1838 Words
Icha menatap gugup bangunan tingkat yang ada di depannya. Ya, Icha nakal. Icha nekat datang kemari, padahal Dokter menyuruh ia istrahat total selama 2 hari. Tapi, Icha ngotot keluar dari rumah sakit yang terpaksa di setujui oleh kedua orang tuanya, yang mengira Icha sakit atau pingsan karena kelelahan. Tanpa tahu kalau anak mereka sedang hamil 5 minggu saat ini. Tanpa tahu, kalau anak mereka juga kabur dari kamarnya dan datang kemari. Ke salah satu kampus swasta ternama yang ada di kota mereka. Icha ingin bertemu seseorang. Dan seseorang itu sedang Icha tunggu dengan cemas saat ini di salah satu kursi yang ada di taman kampus ini. "Maaf, sudah buat kamu nunggu lama..."Ucap suara itu hangat, membuat Icha sedikit tersentak kaget. Icha juga dengan jantung yang rasanya ingin meledak, menatap keasal suara. "Ahmad..."Ucap Icha senang, senyum terbit begitu indah di kedua bibirnya, melihat orang yang Icha tunggu sedari tadi, sudah ada di depannya. Orang yang sudah Icha kirimi pesan di saat Icha ada di rumahnya, di saat Icha ada dalam kamarnya, dan Ahmad yang ada jam pagi hingga sore, meminta Icha datang menemuinya kemari. Bisa saja Ahmad ke rumah Icha. Tapi, tidak mungkin, masih ada sisa 2 kelas yang harus Ahmad ajar nanti. "Cha....Aku turut prihatin dengan apa yang sudah menimpa kamu..."Ucap Ahmad menatap sangat iba dan kasian pada Icha. Icha yang masih mengukir senyum, tapi senyum Icha kali ini terlihat tegar... "Ahmad..." "Maaf, Cha..."Potong Ahmad ucapan Icha dengan permintaan maaf laki-laki itu. Membuat senyum Icha seketika lenyap, membuat wajah Icha seketika lemas bahkan terlihat pucat pasih dalam sekejap. "Tolong... Aku enggak punya teman atau sahabat laki-laki yang lain selain kamu. Tolong..."Ucap Icha dengan suara yang sangat gemetar. Kedua mata memerah, dan berkaca-kaca hampir mengeluarkan airnya. Ucapan Icha mendapat gelengan tegas dari Ahmad. Ahmad yang wajahnya terlihat sangat menyesal dan merasa bersalah. Karena sungguh.... Ahmad tidak bisa menolong Icha. Mungkin, andai Icha meminta bantuan hal lain, minta pinjam uang, dan sebagainya, akan Ahmad kabulkan. Tapi, Icha meminta bantuan... "Tolong aku, Ahmad. Aku benar-benar nggak tahu harus kemana lagi...." "Sorry, Ca. Andai kamu enggak hamil, aku akan nikahin kamu, aku mau tolong kamu, tapi kamu hamil, Ca. Berat untukku lakukan. Seluruh dunia hanya tahu kalau anak yang kamu kandung adalah anakku misal kita nikah, padahal itu bukan anakku. Setelah kita cerai, perempuan yang ingin jadi istriku akan pikir dua kali mau nikah dengan aku, duda 1 anak. Padahal anak yang kamu kandung, bukan anakku. Masalah lain, ada di orang tuaku, misal aku menolongmu. Maaf, Cha. Kamu hanya tamatan SMA sedangkan aku seorang dosen profesional di kampus ini. Jelas orang tuaku tak akan setuju aku menikah denganmu... "Menurutku, dan saranku.... kasih tahu laki-laki b******k itu dan minta tanggung jawab padanya. Tidak mudah hamil tanpa suami dan membesarkan anak tanpa sosok suami. Kamu tidak akan sanggup, Cha. Jalan satu-satunya, laki-laki b*****t itu harus tahu dan harus tanggung jawab akan janin tu..." *** Apa permintaan tolongnya berat? Lancang? Tidak tahu diri? Sehingga Ahmad sahabat satu-satunya yang laki-laki milik Icha menolak bantuannya? Ya, sangat lancang dan tidak tahu diri, Cha! Teriak batin Icha ejek pada dirinya sendiri. Membuat Icha saat ini merasa malu setengah mati. Malu karena aibnya sudah di ketahui oleh Ahmad. Malu karena berani sekali ia meminta tolong Ahmad untuk menikahinya dan mengakui bayi yang ia kandung. Mungkin, setelah ini Icha tidak akan berani bertemu dengan Ahmad lagi. Sumpah, Icha sangat malu! Dan Icha juga entah kenapa merasa sangat lelah. Lelah fisik dan batinnya. Kedua matanya terasa berat dan ngantuk. Dan dalam waktu 10 detik, sudah 3 kali Icha menguap. Demi apapun, Icha merasa sangat ngantuk saat ini. Icha yang duduk di atas gazebo penjual ikan bakar yang ada di pinggir jalan, dan sepertinya Icha juga... akan menumpang tidur sebentar. Jarak gazebo dengan penjual yang sedang membersihkan ikannya di depan sana, sekitar 3 meter. Gazebo yang Icha duduki, sepi. Tidak ada orang. Hari masih terlalu pagi, pukul 10 pagi dan hari kerja serta masih jam kerja, jelas belum ada yang datang kemari, di dukung dengan keadaan yang gerimis di sertai angin yang lumayan membuat gigi kering kalau tidak menutup mulut. Selain merasa ngantuk, Icha juga merasa pusiing. Sehingga setelah melirik kiri kanan, melihat penjual ikan bakar yang Icha numpang gazebonya adalah perempuan semua, Icha berani. Sudah membaringkan tubuhnya yang lelah dengan pelan- dan hati-hati. Dan tidak butuh waktu lama, dalam waktu 2 menit, Icha sudah terbang ke alam mimpi.... Membuat seseorang yang mengintip, menguntit Icha sejak di rumah sebelum Icha pingsang, menguntit Icha di rumah sakit, menguping pembicaraan Icha dengan dokter, menguntit dan menguping pembicaraan Ahmad dengan Icha, mengepalkan kedua tangannya erat melihat Icha yang berani tidur sembarangan. "Sialan! Kamu tidak takut di raba-raba sama orang tubuhmu,f**k!"Ucap suara itu kesal. Suara milik Evan yang saat ini dengan mudah sudah naik di atas gazebo untuk menutup p****t Icha dengan jaket yang ada di bahunya. Dan p****t Icha yang terlihat sedikit montok dari sebelumnya yang pernah Evan lihat sudah tertutup oleh jaket Evan. Jaket Evan yabg setelah mengantar kakaknya, langsung pesan tiket ke Bima. Untung saja, ada penerbangan pagi, pukul 6 tadi, dan Icha nyampe bima pukul 7 lewat 20. Rasanya Evan mau muntah, pingsan apabila Evan tidak datang kemari. Dan untungnya Evan datang kemari, sehingga tanpa Evan tanya Icha, Evan sudah tahu semuanya. "Nyatanya kamu hamil, Cha. Hamil anakku, tapi aku enggak bisa mengakui kalau kamu hamil anakku. Nggak bisa."Ucap Evan dengan geraman pelannnya. Dan Evan juga turun dari gazebo, ada yang harus Evan lakukan. Yaitu bertemu dengan pemilik gazebo ini. Dan Evan sudah berhadapan langsung dengan pemilik gazebo yang Icha pake tidur. Pemilik gazebo yang siap membangunkan Icha dari tidurnya. Tidak boleh tidur di sana. Tapi, jelas di tahan sama Evan. Evan yang.... "Sepi ya dagangan Ibu..."Ucap Evan dengan nada sedangnya. "Itu istri saya yang tidur..."Lanjut Evan cepat, sebelum ibu-ibu di depannya mengeluarkan ucapannya yang pastinya tentang Icha yang tidur di atas gazebonya. "Berapa? Berapa yang harus saya bayar? Saya mau borong semua ikan bakar ibu?"Ucap Evan lagi cepat. Kali ini, wajah ibu-ibu gempal yang ada di depan Evan, terlihat cerah. Menatap Evan dengan tatapan tidak percayanya. "Benarkah anda akan borong..." "Ya, benar. Katakan saja, berapa yang harus saya bayar....."Ucap Evan memotong tak sabar ucapan ibu penjual di depannya. " 3 juta, Pak. Total semuanya 3 juta. Ikan bakar paket komplet. Nasi, plecing, sambal 3 macam, sayuran asam, dan bening. Pecel." "Oh, s**t! Habis uang aku gara-gara kamu, Cha. 3 juta. Habis uang aku."Ucap Evan geram, pelan yang hanya bisa Evan dengar sendiri. Walau tak rela, Evan tetap mengambil uang yang untungnya Evan di bandara tadi, menarik tunai 5 juta yang Evan simpan dalam ransel kecil yang ada di punggungnya Dan evan menyerahkan uang 3 juta tunai pada penujual yang di terima penjual dengan girang. Penjual menebak dagangannya akan sepi hari ini, cuaca mendung dan gerimis dari pagi hingga saat ini, tapi ajabai, rejeki sekali ia dagangannya di borong semua "Saya borong semua dagangan ibu, kasih gratis saja sama orang yang mau makan nanti, dan 1 gazebo yang sedang istri saya pake tidur, adalah milik eksklusive kami sampai istri saya bangun. "Ucap Evan tegas. Mendapat anggukan cepat ibu penjual di depannya. "Saya paham, Pak. Terimah kasih banyak..."Ucap penjual itu senang, yang hanya di angguki oleh Evan. Yang jalan dengan kedua tangan mengepal erat mendekati Icha. Sumpah, Evan mau muntah, jijik geli, mengatakan kalau Icha adalag istrinya. Secuilpun tidak ada dalam benak Evan. Evan akan berlaku bagai orang bodoh hanya untuk Icha. Icha yang mengandung anak Evan. Lebih tepatnya, anak yang tidak Evan inginkan kehadirannya di dunia ini. *** Melihat tidur Icha yang lelap, tubuhnya yang terasa pegal, membuat Evan tergiur hanya untuk berbaring mengistrahatkan tubuhnya di gazebo ini juga. Dan hampir saja, Evan berbaring di belakang Icha. Tapi, urung Evan laukan di saat ada panggilan masuk dalam ponselnya. Evan mengambil cepat ponsel dalam ranselnya. Dan ternyata Rania. Dengan senyum tertahan, menjauh dari Icha. Evan sudah angkat panggilan Rania dengan senyum lebar dan hangatnya. Tapi, senyum Evan lenyap di saat melihat wajah panik Rania di seberang sana. "Rania... apa yang terjadi?"Tanya Evan panik. Rania? Mendapat pertanyaan panik dari Evan, air mata yang di tahannya dari tadi, sudah jatuh membasahi pipinya. "Aku enggak sengaja nabrak mobil orang, aku di minta ganti rugi, Van. Aku enggak berani ngomong dan minta sama mama...." "Jangan bahas soal itu. Kamu nggak apa-apa? Apa ada yang luka?"Tanya Evan panik. Mendapat gelengan dari Rania di seberang sana. Evan menghembuskan nafasnya lega. "Jangan panik. Bentar, Sayang. Biar aku saja yang transfer uang untuk ganti rugi mobil orang..." Evan terpaksa memutus sambungan. Dan membuka apk pengiirim uang, dan tidak sampai 5 3 menit, 70 juta sudah masuk ke dalam rekening Rania. Evan ingin panggil Rania lagi. Tapi, sial! Panggilannya di tolak Rania. Tapi, ada chat masuk dari Rania. Aku ada kelas, Van. Penting, nggak bisa bolos. Terimah kasih, Sayang. Aku cinta kamu.... Evan tersenyum-senyum melihat chat di atas.pasalnya, Rania itu jarang bilang cinta atau sayang pada dirinya. Rania itu pemalu untik hal mengungkap perasannnya. Padahal, tanpa Evan tahu, Rania sedang jingkrat di seberang sana. Jingkrak bahagia dan sedang memberikan uang 1 juta untuk teman sekelasnya yang kecelakaan. Ya, Rania tidak kecelakaan. Temannya lah yang nabrak mobil orang. Tapi, Rania manfaatkan kesempatan untuk dapat uang tambahan dari Evan. Agar nanti malam, Rania bisa party dengan teman-temannya. Agar Dimas sialan juga bisa membeli buku untuk kuliahnya. Evan... benar-benar menyedihkan! ** Evan bangun dengan hati-hati dan susah payah dari baringannya. Tubuhnya terlebih tangannya terasa pegal. Dan shit "Icha masih tidur..."Gumam Evan parau sambil menarik hati-hati lengannya yang Icha jadikan bantal sedari tadi… "Oh, s**t! Sudah 2 jam aku tidur begitupun dengan Icha di gazebo ini...."Ucap evan histeris melihat jam yang ada di tangannya sudah pukul 1 siang. Evan terlihat memijat lengannya yang sakit. Dan setelah di rasa lengannya sudah lumayan membaik. Evan melirik kiri kanan, masih sepi, hanya ada beberapa orang yang makan, dan evan yakin. Orang-orang yang makan saat ini pasti hanya untuk menepi dan istrahat karena sedang rintik hujan. Tapi, di saat Evan menatap kearah wajah lelap Icha. Icha kelihatan gerah. Terlihat dari wajah Icha yang basah oleh keringat saat ini. Padahal, Evan merasa sedikit dingin saat ini. Dan karena merasa sedikit dingin, Evan akan ambil jaketnya yang Evan gunakan untuk menutup p****t Icha. Dan tubuh Evan menegang kaku, di saat kedua mata Evan mendapati di p****t Icha ada... ada noda darah merah, dan masih segar.... "Darah...? Ini darah?"Ucap Evan tak percaya dengan apa yang di lihatnya saat ini dan dengan tangan gemetar, Evan membawa tangannya pada p****t icha dan benar. Apa yang ada di celana Icha adalah darah... "Eeengh..."Rintih Icha pelan, membuat Evan reflek menahan nafasnya kuat. Dan menatap darah Icha penuh arti. Darah Icha yang tanpa Evan sadari, perlahan tapi pasti sedang membuka kedua matanya malas dan di saat kedua mata Icha sudah terbuka lebar... "Kak Evan..."Pekik Icha tertahan. Kaget. Shock. Melihat ada Evan di sampingnya dan Icha juga sudah bangun dan kasar dari baringannya. Menjauhkan sebisa mungkin wajahnya dari wajah Evan yang jaraknya hanya sejengkal. Dan Icha... "Tolong, mundur sedikit...." "Bagus, kamu sudah bangun, Cha. Ayo kita ke klinik. Mumpung janin itu lemah. Pasti lebih mudah untuk di gugurkan...." ttbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD