Cemburu?!

1138 Words
Kata-kata untuk membalas ucapan yang di ucap dengan geraman tertahan oleh Evan, harus Icha telan kembali di saat ponsel---- yang ada dalam saku celana Evan berbunyi dengan suara nyaring. Untuk 3 detik, Icha dan juga Evan saling bertatapan satu sama lain, tapi di saat reaksi jantungnya tak wajar di dalam sana, Icha dengan cepat membuang tatapannya kearah lain. "Siapa yang telpon?"Tanya Icha reflek. Mendapat gelengan kaku dari Evan. "Aku tidak tahu...."Ucap Evan dingin sambil merogoh ponsel yang ada di saku celananya. Icha saat ini sudah kembali menatap kearah Evan. Dan di saat Evan memberi tahu siapa yang menelponnya saat ini, bahkan video call, membuat Icha reflek bangun dengan kasar dari baringnnya. "Mamaku yang menelpon..."Ucap Evan dingin. "Sudah kakak angkat?"Tanya Icha panik mendapat gelengan dari Evan dan Icha merasa sangat lega. "Keluar! Keluar dari kamar Icha!"Ucap Icha kasar dan panik. Evan? Dengan geraman tertahan, kedua tangan yang mengepal erat, menurut akan ucapan Icha. Keluar dengan langkah lebar dari kamar Icha. Icha yang saat ini bahkan sudah berdiri di samping ranjangnya. Rasa sakit dan perih pada pusat intimnya sudah hilang entah kemana di gantikan rasa takut dan panik. Dan Icha secepat kilat, mengambil pakaiannya yang tergelatak di atas lantai. Memakai cepat baju dan celananya, menyisir rambutnya yang kusut dan masih agak basah. Tidak boleh! Kak Putri dan juga Ua nya tidak boleh tahu apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Kak Evan. Hal itu yang membuat Icha nekat mengusir kasar Evan 3 menit yang lalu. "Bisa mati aku kalau sampai Ua atau kedua orang tuaku...." Tok tok tok Ucapan gemetar Icha di potong telak oleh suara pintu yang di ketuk. Tubuh lemas Icha reflek menegang kaku. Dan tubuh Icha semakin menegang kaku di saat Evan... "Icha... Ini Ua mu mau ngomong, bisa keluar sebentar?"Ucap Evan terdengar lembut dan hangat. Icha? "Ya.... Ya... sebentar, Kak. Icha segera keluar..."Ucap Icha masih dengan suara gemetarnya. Icha dengan buru-buru menyisir rambut kusutnya dan di saat sudah merasa sedikit rapi penampilannya, Icha segera keluar kamar dan di depan pintu kamar, wajah datar Evan lah yang menyambutnya. "Mama mau ngomong..."Ucap Evan dengan desisan dinginnya. Tak lupa,dengan tatapan penuh intimidasi dan ancaman agar Icha tidak ngomong hal yang aneh-aneh atau tentang kejadian semalam. "Kasih Icha ponselmu, Van...."Ucap Mama Evan tak sabar di seberang sana. Jelas, Evan menurut. Dan ponsel sudah ada dalam genggaman Icha saaat ini. Icha yang sedang melempar senyum hangat pada Ua nya dengan Evan yang tak berkedip sedikitpun, menatap Icha masih dengan tajam, mengancam dan dinginnya. "Chaa, Ua dan Kak Putri pulang 4 hari lagi dari sini," "Kamu jangan buru-buru pulang, ya? Tunggu Ua sama Kak Putri pulang dulu baru kamu bisa pulang...." "Astaga... Ichaa!!! Pipi kamu kenapa lebam?"Tanya Ua Sita panik di seberang sana. Membuat Evan dan juga Icha tak kalah panik juga. Icha dan juga Evan reflek saling bertatapan antara satu sama lain dengan tatapan bingung dan juga takut. "Icha... Kamu. Pipi kamu kenapa, Nak..." "Jatuh dari motor, Ma. Semalam Icha jatuh dari motor...."Ucap Evan dengan wajah kakunya. Evan yang merampas kasar ponselnya yang ada dalam tangan Icha. Icha yang sedang menghembuskan nafasnya lega saat ini. Tapi, hati Icha di dalam sana mencibir akan jawaban Evan yang di berikan pada Uanya. “Andai Ua tahu, ini tamparan dari anak Ua, karena aku melawan dan menolak kelakuan jahatnya..." "Sssst, diam"Desis Evan dengan kedua mata melotot marah pada Icha barusan yang berani-beraninya berucap lirih tentang kejadian yang sebenarnya, semalam. "Evan...Enggak parah kan? Ada luka lain yang di dapat adikmu...?" "Parah, masa depanku hancur, dan aku bisa saja melahirkan bayi di 9 bulan yang akan datang..."Ucap Icha lagi pelan bersamaan dengan Evan yang... klik memutus sepihak panggilan dari mamanya bahkan Evan.... Brak Membanting kuat ponselnya di atas lantai tepat di depan kaki Icha sampai ponsel mahal itu pecah berkeping-keping di atas lantai. "Kamu jangan buat aku naik pitam, sialan! Jangan ngelunjak cewek kampung...." Ucapan kasar dan tunjukkan kasar Evan pada wajah Icha yang reflek menutup kedua matanya terpotong telak oleh suara bel yang berisik di luar sana. Dan dengan gerakan kasar, tanpa pamit, tanpa menatap wajah Icha yang memuakkan, Evan melenggang pergi untung melihat soapa yang bertamu sepagi ini? Meninggalkan Icha yang sebisa mungkin menahan air mata sakit hati dan kagetnya agar tidak tumpah.... *** Evan menahan amarah yang besar, sehingga, Evan tidak langsung membuka pintu yang ada di depannya. Evan saat ini tengah mengontrol emosinya dengan cara menarik nafas panjang lalu di hembuskan dengan perlahan oleh Evan dan berhasil, nafasnya sudah tidak sememburu tadi. Dengan gerakan kaku.... Ceklek... Evan sudah buka pintu di depannya dan tubuh Evan menegang kaku melihat orang yang ada di depannya saat ini, melihat orang yang memencet berisik bel rumahnya. "Van..."Panggil suara itu lirih, membuat kererpakuan Evan buyar. Evan juga reflek mundur dua langkah kebelakang. "Aku minta maaf," ucap perempuan itu lagi. Ya, seorang perempuan cantik, tinggi semampai yang ada di depan Evan saat ini. Evan yang terlihat menarik nafas panjang lalu di hembuskan dengan perlahan oleh Evan. "Nggak baik ngobrol sambil berdiri, masuk, Ran..."Ucap evan tegas dan tanpa menunuggu sahutan orang atau orang yang Evan panggil Ran barusan, Evan langsung melenggang masuk lebih dulu, duduk di ruang tamu dengan tubuh yang sangat tegang. Evan yang duduk di ikuti Rania. Ya, Rania nama perempuaan itu. Perempuan yang sudah menjalin hubungan dengan Evan sudah 7 tahun lamanya dan Rani duduk di seberang Evan. "Kamu terlalu cemburu. Kamu salah paham. Aku hampir pingsan. Kamu tahu aku baru balik dari Australia. Aku lelah. Dimas tahan tubuh aku yang hampir roboh," "Kami enggak pelukan seperti yang kamu kira, di tambah kamu melamar aku di waktu yang salah. Kamu tahu aku masih 2 tahun di sana,Van...." "Aku enggak nolak kamu....." "Terus, sekarang keadaan kamu gimana?"Tanya Evan terdengar panik memotong telak ucapan dengan suara lirih dan lemah Rania. "Aku? Fisikku baik. Tapi, hatiku di dalam sana, enggak. Aku takut kamu benci aku..."Ucapan Rania terhenti telak di saat dengan kuat tapi lembut, Evan sudah memeluk tubuh Rania dari arah samping. Icha... Icha yang tak sengaja mengintip, dan menguping sedari tadi, menahan nafas kuat melihat... melihat Evan yang peluk erat Rania sambil mengecup-ngecup puncak kepala Rania. Lembut, hangat dan terlihat penuh cinta. Dan entah kenapa, d**a Icha sesak bahkan sangat sesak di saat Rania dan Evan.... "Aku... asalkan bukan bulan depan, misal 4 bulan lagi, aku siap nikah sama kamu, Sayang. Tapi, yaitu ... aku masih sisa 2 tahun sekolahku, kita terpaksa LDR...." "Aku mau dan siap, Sayang. Cup...."Ucap Evan semangat dengan senyum lebar. Evan juga reflek kecup basah kedua bibir Rania yang terbuka membuat Icha yang melihatnya melotot, tapi sedetik kemudian, Icha pergi dengan pelan-pelan dan hati-hati. Dan Icha bingung, kenapa dadanya terasa sesak melihat dan mendengar semuanya. Dan kenapa, air matanya mengalir saat ini tanpa Icha tahu apa sebabnya. Tidak mungkin kan, Icha merasa sesak dan nangis karena cemburu? Cemburu sama sepupunya dengan pacarnya? Cemburu pada laki-laki yang sudah memperkosanya semalam? Icha enggak segila itu! tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD