Moondy Alsegara, meskipun dia pemilik dari cafe ini tapi untuk urusan makan dia tetap membayar. Katanya biar gampang menghitung pemasukan dan pengeluaran. Moondy memang disiplin sekali dalam urusan pekerjaan.
"Kita harus segera pulang sayang, sebentar lagi jadwal Pelangi pulang. Aku tidak mau dia berfikir bahwa aku tidak adil padanya lagi." Kata Moondy.
Sejak kapan dia begitu peduli jika Pelangi marah padanya ? Bukannya selama ini dia bilang hanya terpaksa bersikap adil pada Pelangi ? Aku mulai memikirkan sesuatu yang membuatku merasa cemburu. Ingin rasanya mengulur waktu agar kami tak segera sampai rumah. Bukannya lebih bagus jika mereka bertengkar ?
"Iya sayang. Aku tunggu di mobil ya?"
Sambil menunggu Moondy menyelesaikan p********n aku berjalan ke arah mobil. Dari balik halaman dedaunan cafe Moondy, aku melihat Pelangi berdiri di depan cafe Moondy. Entah kenapa aku ingin berniat jahat kepadanya. Jika Moondy ingin berniat adil padanya, aku justru ingin membuat mereka berdua semakin membenci. Setidaknya aku ingin Pelangi juga merasakan sakitnya hatiku saat Moondy bilang tidak bisa merayakan lebaran bersamaku dan keluargaku. Aku sengaja menunggu Moondy selesai baru akan memasuki mobil.
"Lho, katanya mau nunggu di mobil ?" Tanya Moondy menghampiriku.
"Nunggu kamu aja deh sayang." Jawabku seperlunya.
"Yaudah yuk pulang."
Aku menggandeng mesra tangan Moondy . Dan benar saja sesuai rencanaku. Pelangi melihat kami keluar dari cafe. Dia terkejut melihat kami berdua. Aku bisa menduga bahwa pasti dia akan sakit hati, sama seperti apa yang aku rasakan.
"Pelangi ?" Aku seolah kaget dengan kehadiran Pelangi di depan kami.
"Darimana kamu ? Pulang kerja bukannya langsung pulang malah keluyuran !" Bentak Moondy. Dan aku tak menyangka dia malah membentak Pelangi seperti itu.
" Jadi ini yang dinamakan buka puasa dengan rekan bisnis ?" Tanya Pelangi.
Mereka pun ribuumt di tempat umum. Setelah drama yang terjadi, Pelangipun berlari ke arah temannya yang aku belum pernah tau siapa. Di satu sisi aku merasa senasib dengan Pelangi. Tapi di sisi hatiku yang terdalam, aku kasihan melihatnya. Dia pasti terluka. Terluka karena kami berdua telah membohonginya demi bisa makan malam bersama berdua.
Melihat Pelangi menangis aku diliputi rasa bersalah padanya. Gadis yang seharusnya aku jadikan adik itu menangis melihat kami. Seharusnya aku tak melakukannya. Moondy sudah cukup tidak adil pada Pelangi, itu sudah luka tersendiri untuknya ditambah lagi dengan kajadian ini pasti membuat dia semakin terluka.
"Aku jadi gak enak sama Pelangi." Kataku.
"Udah nggak apa-apa, nanti kita kasih tau dia baik-baik. Malam ini kan aku tidur sama dia, biar aku jelasin semuanya nanti ke dia."
Sampai dirumah aku mencoba untuk berbicara pada Pelangi, meskipun tidak ada respon darinya. Kuputuskan untuk menundanya sampai besok karena hari sudah cukup larut dan aku merasa lelah sekali.
***
Moondy terus bolak balik keluar masuk rumah, raut wajahnya terlihat kawatir karena Pelangi juga belum pulang. Padahal jam sudah menunjukkan jam 11 malam. Aku sudah berusaha menghubungi Pelangi, namun ponselnya juga tidak aktif, aku tau mungkin Pelangi marah pada kami soal kejadian semalam. Jika sudah seperti ini aku jadi merasa bersalah padanya. Aku tak menyangka kalau dia akan seemosional ini.
"Nanti juga dia pulang. Lebih baik kamu istirahat dulu sayang." Kataku.
"Aku gak tenang kalau dia belum pulang. Pelangi belum begitu tau tentang Semarang. Aku takut dia kenapa-napa."
Seperhatian itu sekarang Moondy dengan Pelangi ? Aku tersenyum. Bahagia ? Tentu tidak. Aku cemburu. Kualihkan fikiranku. Seharusnya aku bahagia, karena inilah yang kuinginkan. Kami bertiga bahagia bersama dengan cinta tanpa kebencian. Tapi kenapa hatiku sesakit ini ?
"Yasudah aku masuk kamar dulu ya sayang." Kataku.
Di kamar aku menangis. Aku membuang semua bantal dan gulinh di lantai. Aku marah, aku luka. Aku tau Moondy sudah memiliki rasa itu pada Pelangi. Meskipun mulut mengatakan tidak tapi aku tau tidak dengan hatinya.
Sekitar pukul 11.30 malam Pelangi sampai rumah. Aku menarik nafas lega karena tidak terjadi sesuatu dengan Pelangi. Aku tau Moondy khawatir pada Pelangi, tapi dia tak bisa menunjukkan kekhawatirannya pada Pelangi. Maka dari itu justru kemarahanlah yang keluar dari mulut Moondy sehingga timbullah pertengkaran diantara mereka.
Toktoktok ... Jam menunjukkan pukul 1 dini hari ketika aku mendengar pintu kamarku diketuk. Aku yang baru saja tertidur lekas bangun dan membukakan pintu kamar. Dan setelahnya dengan wajah merah padam Moondy masuk ke kamar kami.
"Kenapa sayang ?" Tanyaku pada Moondy.
"Aku bertengkar dengan Pelangi." Jawabnya. Dan entah kenapa aku tersenyum mendengarnya.
"Kenapa ?"
"Dia berani membantahku. Kamu tau kan aku tidak suka dibantah ?"
"Soal apa ?"
"Soal laki-laki yang mengantar Pelangi pulang."
"Pelangi diantar pulang lelaki ?" Tanyaku menyelidik.
"Iya. Aku melihatnya sendiri."
"Kamu cemburu ?"
"Hah?"
"Kenapa ?"
"Pertanyaan kamu lucu. Aku hanya menanyakan pada Pelangi soal siapa orang yang mengantarnya. Bukan berarti aku cemburu kan ?"
"Cemburu juga tidak apa-apa. Dia kan juga istrimu."
"Mana bisa aku cemburu pada orang yang tidak berarti apa-apa dihatiku ?"
"Lalu untuk apa kamu marah ?"
"Aku hanya tidak suka dia bersama lelaki lain selain denganku. Kalau ada orang lain melihat bahaya. Bisa-bisa nanti orang akan mengira hubungan rumah tangga kami tidak harmonis."
"Ini Semarang sayang. Bukan Solo. Tidak ada keluargamu disini. Kamu tidak perlu sekuatir itu."
Aku langsung memeluknya dan melumat bibirnya. Dan disaat seperti ini bukan nafsu yang menyelimutiku. Tapi kesedihan yang mendalam. Karena aku tau benih-benih cinta itu mulai muncul. Aku sengaja menarik nafsunya agar dia sejenak melupakan masalah Pelangi.
"Aku mencintaimu." Kataku sambil memberi ruang bernafas pada Moondy.
"Aku hanya mencintaimu sayang. Percayalah." Moondy meyakinkanku.
"Aku percaya kamu mencintaiku. Tapi kamu tidak bisa bohong padaku kalau rasa itu juga ada pada dirimu untuk Pelangi. Kita sudah cukup lama bersama. Aku sudah mengenalmu luar dalam." Kataku sambil melepaskan ciumanku.
"Kenapa kamu bicara seperti itu ?" Tanya Moondy.
"Aku bisa merasakan itu sayang. Aku tau seperti apa kamu. Kita sudah lama bersama sayang."
"Aku minta maaf. Aku mengantuk. Aku tidak mau terlambat bangun sahur. Ayo kita tidur."
Moondy mengalihkan pembicaraan kami. Dan aku semakin yakin jika perasaan itu benar-benar ada. Dan setelah ini poligami yang sesungguhnya akan dimulai. Aku harus bagaimana. Aku takut, takut jika Moondy akan melupakanku jika dia mencintai Pelangi. Aku takut kehilangan Moondy. Tapi disisi lain, aku juga senang, karena Moondy pasti bisa adil pada Pelangi. Sehingga Pelangi tak lagi merasa terdzolimi dirumah ini.
***
Kulihat Pelangi sedang mencuci piring di dapur. Aku mencoba mendekatinya. Berbagi tentang sikap Moondy semalam mungkin bisa sedikit membuat Pelangi bisa sedikit berbahagia meskipun aku harus menelan kecemburuan yang luar biasa.
"Hai Ngi.... " Sapaku.
"Hai juga Lan." Jawabnya sambil terus melakukan kegiatannya mencuci piring.
"Butuh bantuan ?" Tanyaku.
"Gak sih. Udah mau selesai juga. Kamu ga kerja ?"
"Lagi males berangkat pagi. Mungkin agak siangan lah nanti. Kamu masuk siang ?"
"Iya Lan. Sakitkah kamu ?"
"Oh enggak. Aku baik kok. Cuma emang lagi ga ada acara aja di butik, jadi milih berangkat agak siangan."
"Oh gitu." Jawabnya sambil beranjak menata piring pada rak.
"Ngi .... "
"Kenapa Lan ?"
"Sepertinya ada yang mulai jatuh cinta padamu."