Seoul, 2008
“Ayo bersulang untuk pasangan baru kita!”
Nana berseru girang sambil mengangkat gelas bubbletea miliknya. Chanyeol menyambutnya dengan gelas miliknya sambil tersenyum semringah. Pasangan itu begitu senang karena sahabat dan saudara mereka akhirnya resmi berkencan.
Anna dan Sehun.
Namun, kedua pasangan baru itu justru tidak bersemangat sama sekali dengan perayaan kecil-kecilan yang diadakan oleh Nana dan Chanyeol, khususnya Sehun yang sebenarnya terbakar api cemburu melihat kemesraan kedua sahabatnya.
“Kalian terlalu berlebihan,” komentarnya dengan nada datar andalan. Wajah pemuda itu tak kalah datar dari nada bicaranya.
Nana mencebik, “Ini kan sebagai tanda kalau kami senang kalian berkencan? Kau tahu, Hun? Seharusnya kau katakan sejak awal saja pada Anna kalau kau menyukainya, tidak perlu pura-pura menjadi bad boy segala. Sok playboy!”
“Benar sekali, kenapa kau harus ragu menyatakan cinta pada Anna sih? Bukankah kalian begitu dekat? Bahkan kedekatan kalian melebihi kedekatanku denganmu ataupun kau dengan Nana. Dalam persahabatan antara laki-laki dan perempuan, wajar saja kalau ada rasa cinta di dalamnya.” Chanyeol menimpali.
“Justru karena itu, Kak. Karena aku tidak ingin merusak persahabatan kami.”
Benar sekali, Kak. Tapi yang kucintai bukan Anna, melainkan Nana! Sehun membatin sambil memperhatikan Nana yang sedang menyeruput bubbletea miliknya dengan lekat. Tak ingin ketahuan kalau ia sedang memperhatikan Nana, Sehun buru-buru mengalihkan atensi ke arah lain.
“Anna, sejak kapan kau juga menyukai Sehun? Selama ini aku tidak melihat gelagat mencurigakan darimu yang menunjukkan kalau kau sedang menyukai seseorang. Kau benar-benar menerima cintanya karena kau juga menyukainya, bukan? Bukan karena kasihan?” Nana bertanya. Chanyeol ikut menatap Anna penasaran.
Sehun menoleh pada Anna yang kini tampak kikuk. Ia ingin sekali mendengar jawaban sahabat terdekatnya itu. Ia ingin tahu kebohongan apa yang akan dikarang olehnya.
Mata Anna tampak bergerak tak nyaman. Sehun merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Tidak biasanya Anna bersikap begitu. Biasanya Anna selalu bersikap tenang, tapi kali ini tidak. Apa karena akan berbohong, itu sebabnya ia begitu gugup? Setahunya, Anna adalah orang yang bisa menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya dengan baik. Jadi, mungkinkah ia gugup karena akan menyampaikan kebohongan soal perasaannya?
“Aku menyukai Sehun sejak ... dulu.” Akhirnya, Anna berujar pelan. “Aku tidak tahu sejak kapan tepatnya perasaanku padanya berubah. Mungkin saat kita beranjak dewasa? Maka dari itu, aku menerima cintanya karena aku juga merasakan hal yang sama dengannya.”
“Ouw, so sweet! Ya ampun, Anna! Aku tidak menyangka kalau kau bisa jatuh cinta juga. Tapi kenapa harus pada Sehun sih? Astaga, aku tidak menyangka akan menjadi kakak ipar si Vampir Jelek ini!’
“Hwang Nana, beraninya kau mengataiku vampir!”
“Memang benar, kan? Kau selalu memasang wajah datar dan kulitmu putih sekali seperti vampir.” Nana menjulurkan lidahnya.
Kesal, Sehun pun mencubit hidung bangir Nana dengan cukup keras.
“Aw! Sehun, lepaskan! Sakit, tahu?! Hei! Vampir Jelek!” Nana memukul-mukul tangan Sehun yang mencubit hidungnya. Sehun tertawa mengejek Nana.
Chanyeol tertawa melihat kekasihnya dijahili oleh sahabatnya itu.
Teriakan Nana yang makin jadi akhirnya membuat Sehun menghentikan aksi jahilnya. Nana mengerucutkan bibir sebal.
“Sayang, Sehun menyebalkan! Hidungku sakit.” Nana merengek manja pada Chanyeol.
Chanyeol tersenyum manis kemudian mendekatkan wajahnya pada Nana dan mengecup hidung Nana sekilas. Membuat Nana terpaku karena tindakan manis Chanyeol itu. Semburat merah muncul di tulang pipinya. Senyum manis ia berikan sebagai balasan untuk perlakuan sang kekasih.
“Sudah tidak sakit lagi, kan?” Chanyeol bertanya lembut. Nana tersipu dan mengangguk malu-malu.
Momen manis itu begitu kontras dengan apa yang Sehun rasakan saat ini. Sehun panas hati menyaksikan kemesraan pasangan yang sudah berkencan selama dua tahun tersebut. Sehun cemburu berat. Namun, ditengah rasa cemburu yang membakarnya, ia menyadari satu hal; Anna tadi tidak ikut tertawa bersama ia dan Chanyeol. Sebaliknya, gadis itu tampak begitu murung. Sehun tidak tahu apa penyebabnya, tapi yang jelas ia tidak nyaman dengan sikap Anna yang lebih pendiam daripada biasanya.
*****
New York, 2017
Oh Sehun mengernyit saat seberkas cahaya terasa menusuk netranya. Perlahan, ia membuka mata dan langsung membuang muka begitu sinar matahari benar-benar berhadapan dengan netranya.
“Bangun, Presdir. Sudah pagi,” vokal Kiara yang ternyata pelaku utama yang telah membuka tirai jendela kamar Sehun itu.
Sehun menoleh dan terkejut mengetahui sekretarisnya itu ada di apartemen—khususnya , kamarnya. Ia semakin syok saat mendapati bahwa Kiara mengenakan kemeja miliknya yang tampak kebesaran di tubuh wanita itu. Apalagi, Sehun dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh Kiara yang tercetak jelas di balik kemeja yang menerawang. Untungnya, wanita bermarga Jung itu tidak sekedar polos. Ia memakai bra dan celana dalam hitam di balik kemeja itu.
Sehun lantas mengarahkan atensi pada tubuhnya. Sialan! Ia telanjang bulat di balik selimut yang menutupi tubuh bawahnya.
Sehun mengerang kemudian memaki cukup kencang. “s**t!”
“Apa kita melakukan’nya’ lagi?” tanya Sehun dengan nada frustrasi pada Kiara yang kini duduk di tepi ranjangnya sambil menyilangkan kaki indah nan jenjangnya.
Kiara tersenyum miring sambil melejitkan bahunya. “Menurutmu?”
Sehun memaki lagi kemudian mengacak rambut frustrasi. “Alkohol sialan!” Sehun begitu kesal. Beginilah akibatnya kalau ia mabuk berat semalam.
Tiba-tiba, Kiara tertawa. Tawanya sangat kencang hingga membuat Sehun menatapnya heran.
“Ada apa denganmu?”
“Astaga, Oh Sehun, kau tahu tidak? Kau itu lucu sekali.” Kiara berujar di sela tawanya sambil menggeleng tak habis pikir.
Sehun terpekur. Ia sungguh tidak mengerti kenapa wanita cantik itu menertawainya. Namun, beberapa saat kemudian, ia baru tersadar. “Kau menipuku.” Sehun menjatuhkan vonis.
Kiara tertawa semakin kencang. Sehun merengut menatapnya.
“Kau itu mudah sekali dikerjai, ya? Bukan salahku jika kau merasa tertipu, Hun. Aku hanya bilang satu kata, tapi kau langsung berpikiran macam-macam. Kenapa? Bukankah kita sudah pernah tidur bersama? Sekedar berciuman panas saja juga sering kita lakukan. Kenapa sekarang kau harus tampak frustrasi begitu?”
“Kau tahu sendiri apa penyebabnya, kan? Aku trauma meniduri seseorang dalam keadaan mabuk, Ki. Apa yang pernah kita lakukan sebelumnya terjadi secara sadar dan karena sama-sama mau, jadi itu jelas berbeda.”
Senyum geli Kiara kini berganti menjadi senyum prihatin. Wanita itu menunduk lalu menghembuskan nafas lesu. “Aku tahu apa yang kau rasakan. Aku juga pernah mengalaminya, kau tahu, kan?”
“Maka dari itu, aku tidak mau jatuh ke dalam lubang yang sama,” Sehun ikut menghela nafas lesu.
Lambat laun kejadian naas ‘itu’ terulang dalam memorinya. Rasa bersalah menghantamnya dalam sekejap mata. Sehun menggelengkan kepalanya samar, berusaha menghapus ingatan tentang keberengsekkan di masa mudanya itu.
“Omong-omong, kenapa aku telanjang? Kaukah yang menelanjangiku? Kenapa juga kau memakai kemejaku, Miss Jung?” tanya Sehun penuh selidik setelah berhasil memendam rasa bersalahnya yang sempat hadir kembali.
Kiara kembali tersenyum miring. “Memang aku yang melakukannya. Aku yang melepas seluruh pakainmu yang bau alkohol itu lalu membawanya ke binatu bersama pakaianku yang terkena wine semalam. Aku tidak punya sehelai pakaian di apartemenmu ini, jadi kupakai saja kemejamu ini. Kenapa? Kau mau menuduhku memperkosamu, hm? Jangan mimpi, Oh Sehun!”
Kiara melengos lalu segera keluar dari kamar Sehun. Sehun terkekeh melihat kelakuan teman sekaligus sekretarisnya itu. Namun, seketika tawa Sehun berubah jadi tawa getir. Lantas, ia pun terdiam cukup lama.
“Hwang Anna ....” Sehun mendesah lirih.
*****
Seoul, 2008
Sehun berdecak kesal lalu menatap ponselnya heran. “Hwang Anna, kau kemana sih?!” gerutunya pelan. Sehun meletakkan ponselnya di atas nakas dengan sedikit kasar.
Pemuda Oh itu kebingungan sejak kemarin karena Anna seperti menjauh darinya. Setiap mereka bertemu, Anna seolah-olah menghindarinya. Anna yang selama ini bersikap biasa padanya, sekarang justru tampak canggung. Sehun tidak tahu gadis itu kenapa dan itu sangat mengganggunya.
Sehun melonjak girang saat ponselnya berbunyi. Ia berharap itu balasan dari Anna. Sungguh, ia khawatir pada gadis itu. Anna adalah gadis yang introvert, jadi Sehun khawatir kalau ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya. Ia ingin tahu apa masalah Anna dan ingin membantunya.
Sayangnya, bukan Anna yang menelepon.
“Ada apa, Nana?” tanya Sehun sedikit kecewa, tapi senang pada saat yang bersamaan.
“Kau sibuk?” Nana bertanya dengan nada yang terdengar sedih.
Sehun mengernyit heran lalu menjawab, “Tidak. Kenapa?”
Sesaat kemudian, senyum lebar menghiasi wajah tampan Sehun usai mendengar jawaban Nana. Ia buru-buru berdiri dari ranjangnya dan berkata, “Baik, aku ke sana.”
Sekitar tiga puluh kemudian, Sehun sudah sampai di bioskop. Nana sudah menunggunya. Dua tiket untuk menonton film sudah dikantonginya bersama dengan dua gelas soda dan dua cup popcorn ukuran medium.
“Hwang Nana, kau itu aneh sekali. Kau kan punya kekasih? Tapi kenapa kau malah mengajak kekasih adikmu sendiri menonton denganmu? Wah, kau ini benar-benar!” Sehun mencibir sambil menggeleng tak percaya.
Pletakkk!
“Aw!”
Sebuah pukulan cukup keras menyapa kepala Sehun. Sehun menatap Nana dengan tatapan tak terima.
“Rasakan kau! Makanya tidak usah banyak tanya! Bersyukurlah karena kali aku yang menraktirmu, jadi kau diam saja!” vokal Nana kesal. Gadis itu lantas mengalihkan pandangan dari Sehun menuju ke layar bioskop yang masih menampilkan trailer film yang akan mereka tonton.
Sehun mengernyit heran mendapati reaksi berlebihan yang Nana tunjukkan. Biasanya, Nana akan menimpali ucapannya dengan sedikit candaan, bukannya dengan rasa kesal sungguhan seperti tadi. Ia berasumsi kalau saat ini Nana sedang dalam mood yang tidak baik.
“Kau sedang bertengkar dengan Kak Chanyeol, ya?” tebak Sehun.
Benar saja, sesaat setelah Sehun mengatakan hal itu, air muka Nana langsung berubah. Rautnya sudah tidak sekeras beberapa saat lalu. Perlahan, Nana menundukkan kepalanya dan mengangguk lesu.
Sehun mencelos dalam hati. Jadi aku hanya pelariannya, batinnya getir.
Saat Sehun ingin bertanya perihal apa yang telah terjadi, lampu bioskop tiba-tiba padam, pertanda film akan dimulai. Sehun mengurungkan niatnya dan menyimpan pertanyaan yang bersemayam di kepala hingga film selesai diputar.
Satu setengah jam berlalu. Sehun dan Nana sudah selesai menonton film drama komedi yang mereka tonton. Selama menonton film tadi, Nana tampak menikmati filmnya. Ia tertawa saat adegannya lucu dan ia pun ikut terharu saat adegannya sedih. Benar-benar tidak tampak seperti orang yang sedang bertengkar dengan kekasihnya.
“Jadi, ada apa dengan kau dan Kak Chanyeol? Kenapa kalian bertengkar?”
Sehun bertanya setelah sekian lama memendam rasa penasarannya. Ia dan Nana sedang makan malam di kafe di dekat bioskop.
Nana yang tadi sedang asyik memakan makanannya langsung muram. Pelan-pelan, ia meletakkan sumpit yang dipegangnya.
“Sepertinya dia selingkuh.”
“Apa?!” Sehun begitu terkejut sampai-sampai ia berteriak terlalu keras dan membuat orang-orang di kafe menatapnya aneh. Sehun tersenyum tak enak pada mereka lalu meminta maaf.
“Kenapa kau bicara begitu? Apa yang membuatmu seyakin itu?” Sehun kembali bertanya dengan nada kalem.
Nana mendongak. Wajahnya tampak frustrasi. “Kau ingat senior kita, Kim Yejin? Dia dulunya adalah mantan kekasih Kak Chanyeol, kau tahu dia?”
Sehun sedikit mengingat-ingat. Tak lama kemudian, ia mengangguk. “Ya, aku ingat dia. Dia yang sekarang jadi aktris itu, kan? Dia dulu putus dengan Kak Chanyeol karena menjadi trainee di sebuah agensi besar. Ada apa dengannya?”
“Sepertinya mereka berdua akan kembali menjalin hubungan. Tadi sepulang sekolah aku pergi ke kampus Kak Chanyeol untuk memberinya kejutan. Hari ini adalah anniversary kami yang ke-2 tahun. Aku menelepon untuk bertanya dia di mana dan sedang apa, tapi dia berbohong padaku dengan berkata bahwa dia ada kuliah tambahan. Tapi, kau tahu apa yang kulihat setelah itu? Dia dan Kim Yejin sedang berduaan di taman. Astaga, aku kesal sekali padanya, Hun!”
Nana tampak begitu uring-uringan. Sehun tergugu. Ia sama sekali tidak tahu harus berkata apa. Satu sisi, ia ingin memarahi Chanyeol yang telah tega mengkhianati Nana. Namun, di sisi lain, ia sedikit senang karena kesempatannya untuk mendekati Nana perlahan terbuka.
“Nana, belum tentu juga Kak Chanyeol berselingkuh. Siapa tahu mereka hanya tidak sengaja bertemu lalu mengobrol, bukan? Bisa jadi Kak Chanyeol membohongimu karena ingin menjaga perasaanmu.” Sehun mencoba bijak.
Sehun berpikir bahwa bisa saja Nana hanya salah paham pada Chanyeol, bukan? Lagipula, bagaimanapun juga Chanyeol adalah salah satu teman baiknya. Sebisa mungkin ia ingin bersikap adil dengan tidak serta-merta menyalahkan pemuda yang dulunya merupakan mantan kapten tim basket di sekolahnya itu. Setahunya, Chanyeol bukanlah tipe orang yang suka berselingkuh. Sebaliknya, ia sosok yang setia.
“Entahlah,” desah Nana frustrasi. “Yang pasti saat ini aku begitu kesal padanya. Sudah, tidak perlu membicarakannya! Aku muak.”
Akhirnya, tidak ada percakapan yang terjadi di antara Sehun dan Nana. Mereka makan dalam diam sampai akhir.
Setelah makan, Sehun dan Nana pulang dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan, mereka mampir ke kedai es krim atas ajakan Sehun.
“Terima kasih karena sudah menemani dan juga membelikan es krim stroberi kesukaanku hari ini. Kehadiranmu membuatku sedikit lupa dengan permasalahanku dengan Kak Chanyeol.”
Senyum manis tipis terukir di bibir Nana. Sehun ikut membalas senyum itu dengan senyum tipis juga. Hatinya begitu hangat karena ucapan terima kasih serta senyum manis dari Nana untuknya. Tangan Sehun terangkat untuk mengacak surai sahabatnya.
“Ah, Sehun! Kau membuat rambutku rusak,” gerutu Nana.
Sehun tertawa. Nana mengerucutkan bibirnya kesal.
Akhirnya, mereka sampai di rumah Nana lima belas menit kemudian. Senyum yang tadinya terkembang dari bibir mereka lenyap saat melihat sosok yang berdiri di depan rumah Nana.
Park Chanyeol berdiri dengan senyum miringnya yang khas sambil membawa sebuket bunga.
Nana tertegun melihat sosok Chanyeol. Bahkan, ia sampai menghentikan langkah saking terkejutnya. Sehun ikut menghentikan langkahnya di samping Nana.
“Kak Chanyeol ....” Nana berujar lirih. Chanyeol tersenyum semakin lebar sambil berjalan mendekatinya.
“Happy Anniversary, Sayang!” Chanyeol menyerahkan bunga yang ia bawa pada Nana lalu beringsut mencium kening Nana lama. Nana yang masih dilanda syok hanya diam.
Sementara Sehun? Pemuda itu lekas mengalihkan pandangan. Ia tidak mau merasa panas karena melihat keromantisan Nana dan Chanyeol.
“Eh, kalau begitu aku pergi dulu, ya!”
Dengan berat hati, Sehun meninggalkan Nana dan Chanyeol. Namun, ia tidak benar-benar pergi. Ia bersembunyi di salah satu gang untuk melihat apa yang terjadi pada Nana dan Chanyeol setelahnya.
“Apa-apaan ini?” Nana bertanya sarkastis sepeninggal Sehun. Chanyeol mengerutkan dahi bingung.
“Kenapa? Aku memberimu kejutan untuk hari jadi kita, Nana. Apa yang salah dengan semua ini?” Chanyeol bertanya.
Nana berdecih. “Rupanya kau masih ingat, ya, hari jadi kita? Kukira kau sudah lupa karena terlalu asyik berduaan dengan Kim Yejin, mantan kekasihmu.”
Chanyeol awalnya tampak kaget mendengar Nana menyebut nama mantan kekasihnya. Namun, sesaat kemudian ia justru tertawa. Nana merasa aneh melihat tingkah laku Chanyeol.
“Astaga! Jadi itu tadi benar kau, ya? Kau tahu, Nana? Aku hanya mengerjaimu. Aku sengaja berbohong padamu untuk membuatmu cemburu.”
“Maksudmu?”
“Iya, aku tahu kalau kau tadi ke kampus. Awalnya, aku tidak yakin kalau aku melihatmu, tapi saat kau meneleponku, aku baru yakin kalau yang kulihat saat itu adalah kau. Saat itu, aku memang sedang mengobrol dengan Yejin, tapi kumohon, jangan salah sangka dulu! Dia mengundangku dan teman seangkatan kami yang lain ke acara ulang tahun sekaligus perayaan untuk film perdananya. Dia meminta tolong padaku untuk mengkoordinir teman-teman yang lain. Sungguh! Kalau kau tidak percaya, kau bisa tanya pada teman-temanku yang lain atau kalau perlu kau bisa tanya pada Yejin sendiri.”
Nana masih ragu. Chanyeol tersenyum maklum lalu meraih tangan Nana dan menggenggamnya erat.
“Nana, aku mencintaimu, kau tahu itu, kan? Saat ini hanya kau yang ada di dalam di hati dan pikiranku. Tidak ada gadis lain selain dirimu, Nana. Yejin hanya masa laluku. Kaulah pemilik hatiku saat ini, bukan dia. Kau percaya padaku, kan?”
Nana berkaca-kaca. Gadis itu terharu dengan perkataan Chanyeol sekaligus malu karena telah berpikir macam-macam tentang kekasihnya itu. Nana terisak lalu menunduk dalam-dalam.
“Maaf, aku sudah menuduhmu macam-macam. Padahal, kau begitu perhatian padaku.”
Chanyeol masih setia tersenyum. Ia mengangkat dagu Nana dengan jari telunjuknya. Lantas, ia menangkup pipi Nana gemas sambil menghapus air mata Nana yang berjatuhan.
“Sudah, Sayang, jangan menangis! Kau lebih cantik jika sedang tersenyum, jadi tersenyumlah untukku, ya?” Chanyeol menarik kedua sudut bibir Nana hingga gadis yang sedang murung itu tampak tersenyum.
Melihat sikap manis Chanyeol, mau tak mau membuat Nana tersenyum sungguhan bahkan disertai tawa kecil. Chanyeol tertawa pelan lalu menarik sang kekasih ke dalam pelukan hangatnya.
“Jangan pernah berpikiran macam-macam lagi, ya? Ingatlah selalu bahwa aku hanya mencintaimu, Nana. Sampai kapanpun, aku hanya akan mencintaimu.”
Nana mengangguk kemudian semakin mengeratkan pelukannya. Senyum lebar menghiasi wajah cantiknya.
Setelah berpelukan untuk beberapa saat, Chanyeol menarik diri. Sebelah tangannya terulur menangkup pipi pualam Nana. Ibu jarinya mengusap pipi kekasihnya lembut.
“Aku mencintaimu, Hwang Nana. Aku sangat mencintaimu,” Chanyeol berujar lembut.
Nana ikut menangkup pipi Chanyeol lalu berkata, “Aku juga mencintaimu. Sangat cinta.”
Chanyeol pun mengikis jarak di antara mereka. Nana memejamkan matanya. Nafas Chanyeol begitu lembut menerpa kulit wajahnya. Kedua bibir itu pun bertemu dan saling beradu dengan lembut. Ciuman manis itu kemudian berubah menjadi lumatan pelan tanpa adanya kesan menuntut.
Tak jauh dari tempat kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu berciuman mesra, ada sepasang mata elang yang mengamati. Pemilik mata elang itu menatap adegan itu tak suka. Ia terbakar cemburu. Dadanya bergemuruh, sakit sekali rasanya. Tangannya yang terkepal memukul tembok tempatnya bersembunyi dengan cukup keras.
Lantas, dengan langkah memburu dan penuh amarah, Sehun pergi dari tempat itu. Mungkin, mencari pelampiasan atas amarah dan rasa cemburunya.
*****
Anna mengaktifkan ponselnya yang sejak tadi ia matikan. Setelah pulang sekolah tadi ia memang sibuk mengikuti kelas mendesain. Sebenarnya, tanpa mengikuti kelas pun, Anna sudah piawai mendesain. Hanya saja, ia ingin mencari kesibukan lain selain belajar untuk ujian kelulusan yang akan dihadapinya beberapa bulan ke depan.
Semua itu Anna lakukan demi menghindar dari Sehun. Sejak dirinya resmi pura-pura berkencan dengan Sehun, entah kenapa ia justru semakin merasa canggung jika berdekatan dengan pemuda itu. Padahal, kedekatan mereka tetap sama seperti sebelum mereka pura-pura berkencan.
Namun, lama-kelamaan Anna paham apa yang membuatnya merasa seperti itu. Status mereka saat ini semakin membuatnya sakit. Label ‘kekasih pura-pura’ yang tersemat pada dirinya begitu menohoknya.
Anna terkejut saat mengetahui begitu banyak panggilan tak terjawab dari Sehun. Bahkan, ada beberapa pesan suara dari Sehun yang menyatakan bahwa pemuda itu mengkhawatirkan dirinya. Seulas senyum tipis terpatri di bibir Anna. Rasa hangat mengaliri hatinya.
Tiba-tiba, Anna terlonjak kaget saat ponselnya berbunyi. Rasa gugup menyerangnya ketika membaca nama penelepon.
“Ya, Sehun? Ada apa?”
“Bisakah kau ke apartemenku? Aku membutuhkanmu,” vokal Sehun di ujung sambungan.
Anna mengernyit heran saat mendengar nada suara Sehun yang terdengar seperti orang yang frustrasi. Sehun terdengar sedang kepayahan. Anna menjadi khawatir.
“Aku akan kesana secepatnya, Sehun. Tunggu aku!”
Lantas, dengan sedikit menerobos gerimis, Anna bergegas ke apartemen Sehun yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempatnya berada kini.
Tanpa ia ketahui, sesuatu yang akan merubah hidupnya akan terjadi sebentar lagi.